Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Dekonstruksi Bangsa Parasit

Jumat, 16 Oktober 2020 - 12:02 | 41.92k
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGPertanyaan tentang hidup anda.
Hanya andalah jawabannya.
Masalah hidup anda hanya, anda solusinya

(Jo Coudert)

Manusia dalam kacamata Jo Coudert itu menjadi kunci kehidupan bangsa dan peradabannya. Kalau manusia banyak menghadapi masalah, yang masalah ini tidak berusaha dipecahkan atau didekonstruksinya sendiri, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang “kaya” dengan masalah.

Alam semesta ini dipercayakan melukisnya di tangan manusia. Manusialah yang diberi tugas atau memberikan “warna” dalam kehidupan ini oleh Tuhannya.

Islam adalah rahmat bagi alam semesta. Kerahmatan Islam ini hanya bisa dinikmati bagi manusia dan makhluk Tuhan lainnya jika manusia mampu menunjukkan kreatifitasnya. Sementara kreatifitas ini baru akan membuahkan hasilnya jika, salah satunya didukung oleh kemauan dan kekuatan tangan untuk mewujudkannya.

Ketika tangan-tangan digerakkan untuk mencoba dan mencoba, tidak kenal menyerah dalam berusaha, atau rajin dalam kreasi dan inovasi, maka lahirlah perubahan, kesejahteraan, dan kemakmuran. Ini menjadi pembuktian, bahwa ada Gerakan dekonstruksi yang dilakukannya untuk melawan dan menghancurkan segala bentuk penghalang yang berusaha membuat dirinya terpuruk jadi bangsa parasite.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Barangkali berbagai bentuk pengangguran, apalagi yang bernama “pengangguran intelektual” tidak akan sampai marak dan menjadi ancaman kerawanan social bangsa ini jika saja, setiap individu menyadari arti berfungsinya kemauan dan tangan sebagai alat pembaharuan.

Kalau manusia itu menyadari makna kemauan dan berfungsinya kapasitas tangan, tentulah berbagai bentuk penyakit masyarakat yang berpangkal dari rendahnya skill tidak akan sampai terjadi.  Bangsa ini akan dikenal sebagai bangsa yang tetap di jalur kemakmuran, jika seriap insannya giat membuktikan sebagai bangsa pekerja keras, bangsa yang tidak menyerah sampai kapanpun dan dalma kondisi apapun.

Allah SWT menghargai manusia-manusia yang mau bekerja keras, yang mengerahkan segenap kemampuannya secara fisik maupun fikir untuk menjalankan aktifitas yang menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kemaslahatan diri, anak, isteri, dan masyarakatnya. Tipe pekerjaaan tidak menjadi prioritas di mata Allah, tetapi etos, semangat, kegigihan, dan produktifitas kerjanya.

Dalam kondisi sedang dihadapkan pada pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, yang salah satu efeknya sangat terasa pada aspek ekonomi, maka  bagi pemeluk agama, jelas sebagai tantangan yang butuh jawaban, yang jawabannya diantaranya terletak pada kemampuan fungsionalisasi tangannya, yang dari tangannya ini, akan banyak orang yang bisa dibantu atau didukung untuk mendpatkan kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiannya.

Robert J. Lumsden pernah melontarkan pernyataan bahwa “suatu kriteria yang baik untuk mengukur keberhasilan dalam kehidupan anda ialah jumlah orang yang telah anda buat bahagia.” Pernyatan Lumsden ini identic dengan menunjukkan manusia dimanapun berada, bahwa suatu keberhasilan hidup bukan terletak pada bagaimana bisa memuaskan dan membahagiaakan diri sendiri, melainkan tentang bagaimana membuat banyak orang lain Bahagia. Artinya, setiap subyek social dimanapun menjalani hidupnya dituntut untuk memperbanyak aktifitasnya yang bisa menghadirkan kebahagiaan pada sesamanya, dan bukannya dirinya yang hadir sebagai parasite.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Nabi dan para pengikutnya hijrah ke Madinah misalnya dapat terbaca secara historis dari etos kerja tinggi, dimana dalam kondisi apapun, mereka tidak mengalah dan kalah. Mereka memang “terusir” akibat ancaman virus mematikan yang disebar kaum Quraish, namun jiwanya tidak mati, sehingga dimanapun tetaplah sukses.

“Belajarlah dari sejarah, jalan hidup kita menjadi cerah” (Adlan Munawar, 2010) Ungkapan ini mengingatkan setiap manusia untuk belajar sejarah. Sejarah dapat memberi jalan atau pilihan terbaik bagi setiap pembelajarnya. Kerugian bisa menimpa masyarakat atau bangsa manapun yang mengabaikan sejarah.

Dalam doktrin Islam, beragam pelajaran bersejarah juga menuntut setiap manusia, khususnya pemeluk agama Islam untuk menjadikannya sebagai referensi dalam mengonstruksi  sikap dan perilaku. Seseorang yang dapat mengunduh  hikmah historis ini akan membuat hidupnya berbahagia, sejahtera, bermartabat, berkeadaban, dan jauh dari kehancuran

Kalau itu dipahami, tangan tetap akan terbimbing untuk menghasilkan sesuatu yang maslahat bagi manusia ketika kekuatan fikir atau semangat kerja disatukan menjadi “nyawa” atau enerji positip yang menggerakkannya. Tangan akan membuktikan dan menyebarkan Islam sebagai rahmatan lil-alamin  ketika manusia tidak membiarkan dirinya mengidap kemiskinan skill, memicu kemauan yang disatukan dengan kemampuan, dengan memanfaatkan nikmat tangan untuk mewujudkan cita-cita mulia dan suci di muka bumi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku hukum dan agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES