Peristiwa Daerah

Soal Penetapan APBD-P 2020, Begini Penjelasan Ketua TAPD Pulau Morotai

Rabu, 14 Oktober 2020 - 15:15 | 77.32k
Sekda Muhammad M Kharie, M.Si, juga selaku ketua TAPD Pulau Morotai. (Foto: Abdul H Husain/TIMES Indonesia).
Sekda Muhammad M Kharie, M.Si, juga selaku ketua TAPD Pulau Morotai. (Foto: Abdul H Husain/TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, PULAU MOROTAI – Sudah mau masuk ke penghujung tahun, tetapi Anggaran Pendapat Belanja Daerah Perubahan Tahun 2020 (APBD-P 2020) Pemkab Pulau Morotai, Maluku Utara belum ditetapkan untuk diajukan ke Paripurna DPRD guna disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).

Bila dilihat dari jangka waktu, telah mengalami keterlambatan. Seharusnya pada bulan Agustus atau September sudah disahkan.

Mengetahui keterlambatan itu, TIMES Indonesia mengonfirmasi Sekda Pulau Morotai, Muhammad M Kharie, M.Si, selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), di ruang kerjanya, Selasa (13/10/2020).

Ketua TAPD menyampaikan, bahwa pembahasan APBD-P di Tim anggaran khusus di lingkup SKPD sudah selesai dari bulan lalu, hanya finalisasinya ada di Kepala Daerah alias Bupati Pulau Morotai.

"Jadi finalisasi ini yang sebetulnya masi ada penyesuaian-penyesuaian anggaran yang dilakukan Bupati sehingga mengalami keterlambatan," ujarnya.

Padahal, menurut Sekda, DPRD Pulau Morotai sudah menyurat dua kali ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tapi, sampai dengan saat ini belum bisa TAPD sampaikan karena, dokumen KUA-PPAS untuk perubahan disusun oleh Kepala Bappeda.

Sementara Kepala Bappeda memberikan tanggung jawab ke sekretarisnya, karena Kepala Bappeda selama ini tidak pernah hadir ketika pembahasan atau rapat bersama DPRD. Sekretarisnya tidak mampu menjelaskan lebih detail soal postur APBD-P, sehingga nanti kembali penyampaiannya di minggu depan menunggu finalisasinya.

Sekda sendiri selaku Ketua Tim Anggaran mengaku tidak tahu secara pasti jumlah final total APBD-P. Alasannya, sementara masih dilakukan perubahan perubahan oleh kepala Bappeda Abjan Sofyan.

"Sampai saat ini saya selaku ketua TAPD tidak mengetahui jumlah final APBD-P 2020. Karena, penyusunan menyangkut perubahan perubahan menuju finalisasi dilakukan di Jakarta oleh Kepala Bappeda bersama Bupati dan operatornya. Saya tidak dilibatkan," ungkap Cecep sapaannya.

Ditegaskan, padahal tim TAPD dirinya sebagai Ketua dan Sekretaris Abjan Sofyan, kemudian anggota Kadis Keuangan Ahmat Umar Ali, Asisten II Suryani Antarani dan Kabag Hukum Suleman.

Sekda mengakui pada tahun ini keuangan daerah mengalami masalah defisit yang cukup besar, sehingga agak rumit penyesuaiannya ke dalam batang tubuh APBD-P. Karena terjadi pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) hampir sekitar 40 miliar. Selain itu, kita harus buka sebesar 59 miliar untuk Covid-19, sehingga terjadi defisit yang begitu besar. "Jadi ada pengurangan DAU, ada refokusing dan relokasi anggaran Covid-19," katanya.

Di tambah lagi dengan target PAD yang tidak tercapai. Tahun ini targetnya 120 miliiar, yang sebetulnya terlalu besar, makanya tidak mungkin dicapai karena biasanya peningkatan PAD itu dinaikan 10 persen. Jadi dari target 39 miliar capaian PAD tahun 2019 naik menjadi 120 miliar  tidak mungkin dicapai itu artinya defisit. "Jadi Pemkab Pulau Morotai mengalami defisit sekitar 146 miliar, sehingga harus ada penyesuaian dalam batang tubuh APBD-P, kemudian kita lakukan pengurangan-pengurangan belanja modal," tukasnya.

Ia utarakan juga, sampai saat ini informasi yang diterima masih ada sekitar 55 miliar yang harus dicari jalan keluarnya. Sementara di SKPD sudah tidak ada lagi, jalan satu-satunya harus kurangi belanja modal karena belanja rutin SKPD sudah habis.

"Untuk menutupi devisit jalan satu satunya pinjaman daerah dilakukan, dengan mengacu pada PP 43 tahun 2020 tentang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama menghadapi dampak Covid-19. Defisit 146 miliar, pinjaman 200 miliar berarti sudah kelebihan anggaran sekitar 54 miliar, berarti tidak lagi ada defisit. Inilah yang menjadi perbedaan pendapat dengan DPRD."

"Karena pendapat DPRD kalau defisit 146 miliar lalu kita adakan pinjaman 200 berarti sudah ada kelebihan 54 miliar, berarti ada program baru. Karena suda ada 54 miliar berarti sudah tidak ada devisit, tetapi yang terjadi masih ada lagi defisit 55 miliar, berarti 100 miliar lebih muncul program baru itu yang menjadi keberatan pertama DPRD untuk menolak," tegasnya.

Keberatan berikut oleh Banggar DPRD adalah pinjaman itu kegiatannya tidak mengarah ke pemulihan ekonomi, tetapi lebih banyak mengarah ke kegiatan pembangunan fisik berupa pagar dan lainnya, sehingga DPRD tidak terima.

Menurut M Kharie, bahwa di PP 43 2020 mengisaratkan pinjaman itu hanya diberitahukan kepada DPRD tetapi, setelah di pelajari lebih mendalam lagi ternyata aturan pelaksanaannya diatur dengan PMK Nomor 105. Namun, mekanisme yang diatur mengacu pada PP 56 berarti kembali lagi ke pinjaman daerah bersifat umum yang mana DPRD punya kewenangan menyetujui atau menolak karena masuk pada pendapatan APBD-P 2020 yang butuh pembahasan dan pengesahan lewat paripurna DPRD. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES