Kopi TIMES Universitas Islam Malang

“Bisnis” Fitnah Jelang Pilkada

Rabu, 14 Oktober 2020 - 19:10 | 53.00k
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Sebagai manusia pada umumnya,  Nabi Muhammad SAW selain bisa senang, bahagia, tertawa, dan bergembira, juga bisa  sedih, susah, dan galau. Ketika beliau ditinggal oleh sang isteri tercinta bernama Khadijah dan Pamannya Abu Thalib, beliu pun sedih. Kesedihan akibat ditinggal oleh dua orang tercintanya ini ditandai oleh sejarah sebagai “tahun kesedihan” (amul khuzni).  Beliau merasa kehilangan bukan hanya karena ditinggal dua orang kekasihnya, tetapi dua orang yang selama episode perjuangan awal berdakwahnya  telah menunjukkan darma bakti, sikap menyayangi, dan melindunginya.

Peristiwa Isra’ mi’raj yang dinilai oleh sebagian cendekiawan muslim sebagai rangkaian misi mulia Nabi untuk menerima kewajiban salat, juga disebutnya sebagai modal spiritual penguatan psikologis beliau, yang di tengah-tengah kehidupan umat akan menghadapi tantangan lebih berat, yang kadarnya melebihi ujian yang ditinggalkan Isteri dan pamannya.

Terbukti kemudian, tatkala beliau dihadapkan dengan beragam ujian, ada diantaranya yang bisa membuatnya sedih, seperti ketika isteri  beliau yang bernama Aisyah diserang oleh fitnah keji berupa tuduhan perselingkuhan yang dilancarkan segerombolan kaum munafik yang dikomandani oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Akibat tuduhan ini, bahtera rumah tangga beliau sempat  terganggu, hingga beliau diingatkan oleh Allah SWT tentang bahaya dan kejinya fitnah yang dilancarkan kaum munafik.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kekejian fitnah yang dilancarkan kaum munafik yang pernah menimpa bahtera rumah tangga beliau dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara ini. Ketidak-adaban dalam rumah tangga yang popular disebut kekerasan domestik (domestic violence) dapat terjadi akibat fintah yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang tidak menyukai keharmonisan rumah tangga itu. Fitnah dilancarkan bukan hanya untuk mengganggu dan  memisahkan pasangan suami isteri,  tetapi juga untuk menstimulir lahirnya kejahatan dalam rumah tangga, seperti memprovokasi emosi sang suami supaya menganiaya dan kalau perlu membunuh isterinya.

Nabi Muhammad SAW yang tergolong bepribadi mulia dan sumber teladan masyarakat dunia saja masih bisa galau akibat diprovokasi oleh fitnah keji, apalagi manusia yang secara umum pribadinya masih labil, maka tentulah potensi untuk terseret dalam retorika fitnah keji menjadi sulit terelakkan. Logis jika di dalam Al-Qur’an, “fitnah disebut lebih dahsyat dibandingkan pembunuhan”, karena dari fitnah ini, berbagai bentuk kejahatan berkategori berat, biadab, dan keji potensial dirangsang   terjadi dan menguasai masyarakat.

Kekejian fitnah itu akan menjadi semakin tampak mengoyak keharmonisan sosial dan kehidupan bernegara, manaka fintah itu sudah diarahkan (ditembahkan) melalui produk rekayasa sistematis  atau sebagai bagian dari “ideologi”  politik yang dilahirkan melalui bisnis. Misalnya kekacauan (chaos) politik yang mengakibatkan  terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan adalah disebabkan bisnis fitnah yang dilancarkan oleh lawan-lawan politiknya yang terjebak dalam prinsip permisifisme (penghalalan segala cara).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Namanya juga fitnah yang dikemas melalui bisnis,  tentulah ada penawaran, ada rekayasa, rancangan strategi jitu, ada penggerak, ada orang-orang bayaran, dan lebih penting lagi, ada investor atau pemodal yang memberikan nafas kapital untuk mewujudkan misi atau target yang sudah dimasukkan dalam kalkulasi bisnis. Kalkulasi ini bobot atau harganya bisa kin mahal bilamana sosok atau sesuatu yang dijadikan sasaran tembak juga bernilai tinggi. Sasaran tembak ini diantaranya dapat ditemukan di jelang pilkada atau pesta demokrasi local, dimana masing-masing subyek politik yang berwatak adigang mudah menjalankan “bisnis” fitnah melalui “orang-orang bayarannya”.

Nabi Muhammad SAW misalnya lagi terus menerus dijadikan sasaran fitnah baik sejak zaman perjuangan beliau hingga sekarang, karena Nabi merupakan sosok yang bernilai tinggi baik dalam kategori agama maupun sumber peradaban. Sosoknya yang mendunia dianggap oleh “pebisnis  pers” atau lawan-lawan ideologi (kasus yang terjadi di Denmark) sebagai sumber mencari ketenaran dan keuntungan misalnya, adalah bukti, bahwa fitnah itu potensial bernilai ekonomi tinggi.

Selain keuntungan ekonomi berlipat tersebut, fitnah yang dikomoditi ini juga bernilai politik tinggi, terlebih jika aktor-aktornya memang sudah jauh hari melakukan rekayasa atau memproduksi virus  yang bisa ditembakkan untuk menciptakan kegelisahan atau disharhomonisasi nurani publik.

Dalam menyikapi kasus tersebut, barangkali kecerdasan publik yang dituntut untuk bisa membacanya dengan baik. Artinya, masyarakat harus menimang dengan kepekaan nurani, bahwa gaya politik adu domba, sarat penipuan, dan memutar-balikkan kesalahan merupakan bagian dari skenario besar yang berbobot melemahkan, mengacaukan, dan menghancurkan masyarakat. Saat kondisi masyarakat sedang lemah, bingung dan kacau, apa yang dikatakan Napoleon Banoparte perlu pula dirujuk, bahwa “di tengah masyarakat  yang sedang kacau, hanya bajinganlah yang mendapatkan keuntungan”. Wallahua’lam bis-Shawab

 INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Ilmu Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) dan penulis buku hukum dan agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES