Politik

GMNI Soroti Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan dalam UU Cipta Kerja

Rabu, 14 Oktober 2020 - 11:34 | 111.12k
Ilustrasi. Lahan pertanian pangan. (Foto: Humas Kementan dalam Kompas.com)
Ilustrasi. Lahan pertanian pangan. (Foto: Humas Kementan dalam Kompas.com)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) kembali melakukan kajian atas dokumen UU Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Baleg DPR RI. 

Dalam dokumen tersebut, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menemukan adanya pelonggaran pengalihfungsian lahan pertanian pangan dalam UU Cipta Kerja. Dalam pasal 44 ayat 2 UU Cipta Kerja tercantum “Dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau Proyek Strategis Nasional, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. 

Menurut Arjuna, pasal tersebut justru menghapus kontrol ketat pengalihfungsian lahan pertanian pangan untuk kepentingan umum yang sebelumnya tertera pada pasal 44 ayat (3) dalam UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

“Jika dalam UU PLP2B pengalihfungsian lahan pertanian pangan untuk kepentingan umum sangat dikontrol ketat. Dalam UU Cipta Kerja justru dihapuskan. Kita takutkan ini mengancam kedualatan pangan kita dengan semakin susutnya lahan produktif pertanian pangan,,” tutur Arjuna, Rabu (14/10/2020).

Sebagai informasi, dalam pasal 44 ayat (3) UU PLP2B memuat persyaratan yang ketat untuk pengalihfungsian lahan untuk kepentingan umum. Pertama, dilakukan kajian kelayakan strategis. Kedua, disusun rencana alih fungsi lahan. Ketiga, dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik, dan keempat, disediakan lahan pengganti terhadap LP2B yang dialihfungsikan.

Menurut Arjuna, UU Cipta Kerja berpotensi membuat lahan pertanian pangan semakin susut yang bukan hanya berdampak pada kedaulatan pangan, tapi juga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran karena belum tentu tenaga kerja sebelumnya (petani) dapat diserap dengan mudah oleh sektor lain yang dibangun.

Untuk itu, menurut Arjuna, UU Cipta Kerja bisa bertentangan dengan argumen dasarnya yaitu menciptakan lapangan pekerjaan.

“Alih tenaga kerja sebagai dampak dari alih fungsi lahan pertanian tidak bisa dibayangkan mudah terserap. Karena sektor yang baru dibangun bisa saja memiliki persyaratan kompetensi tenaga kerja yang berbeda sama sekali dengan sektor sebelumnya (pertanian). Ini potensi menciptakan pengangguran. Dan bertentangan dengan tujuan UU Cipta Kerja itu sendiri,” paparnya.

Selain itu, Arjuna juga mengkhawatirkan dengan dilonggarkannya persyaratan alih fungsi lahan pertanian pangan dapat meningkatkan angka konflik antara petani dan korporasi serta sengketa lahan yang justru bisa menghambat investasi, karena dihapuskannya skema pembebasan kepemilikan tanah dari pemilik dalam UU Cipta Kerja dapat menciptakan ketidakpastian hukum.

“Ini justru menciptakan ketidakpastian baru. Justru bertentangan dengan Ease of Doing Business yang mensyaratkan adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas,” ujar Ketua DPP GMNI yang menyoroti alih fungsi lahan pertanian pangan dalam UU Cipta Kerja. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES