Kopi TIMES

Asketisme Melahirkan Surya-Surya Baru

Senin, 12 Oktober 2020 - 13:06 | 206.65k
Ahmad Ma’mun, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah IAIN Jember, sekaligus aktivis HMI jawa Timur.
Ahmad Ma’mun, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah IAIN Jember, sekaligus aktivis HMI jawa Timur.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Kerangka besar Moch. Eksan dalam menyajikan deskripsi Surya Paloh dalam “9 Asketisme Politik Konstribusi Surya Paloh Dalam Merestorasi Politik di Insonesia”, bersifat interpretasi a contrario dalam melihat realitas politik. Hari-hari ini, wajah politik telah kotor dan cenderung menegasikan nilai moral dan etis--yang seyogyanya merupakan referensi elementer dalam menjalankan misi keadilan dan kesejahteraan sosial.

Narasi sinopsis yang dikonstruksi secara ideal didalam buku memberikan redefinisi baru terhadap aktualisasi partai politk yang komprehensif dalam skala mikro maupun makro. “Surya Paloh mendirikan Partai NasDem, bukan untuk kepentingan diri dan keluarganya. Akan tetapi, menjadikan partai ini sebagai alat perjuangan gerakan perubahan merestorasi Indonesia. Ia telah membuktikan ucapan dalam prilakunya.

Ternyata, masih ada anak negeri yang mendedikasikan sisi hidupnya untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa,”(hal.158).

Hal ini menjadi harapan baru (new hope) dari banyaknya ketimpangan politik akibat tersumbatnya kran-kran politik yang dikuasai koorporasi. Surya Paloh, dalam kaca mata Moch Eksan merupakan ideologi dan konsep yang terus-menerus relevan, aktif dalam memperjuangkan hak-hak warga negara, yang gencar dalam membangun keberpihakan pada kepentingan umum, hingga pada titik kulminasinya. 

“Jadi, gaya politik Surya Paloh merupakan suri tauladan agung bagi para kadernya. Bahwa, berkecimpung di Partai politik bukan melulu untuk memenuhi ambisi kekuasaan diri tapi membuka pintu selebar-lebarnya bagi tampilnya pemimpin terbaik untuk Ibu Pertiwi” (hal.20). Catatan Moch Eksan bukan sekadar klise--layaknya konten orasi dan janji politisi--biasa. Namun telah membuktikan dalam karir politiknya untuk tidak mengorientasikan politik sebagai arogansi kekuasaan semata. Dengan demikian, ia tidak menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, apalagi dengan menggunting dalam lipatan. 

Nampaknya, sepak terjang Surya Paloh dalam politik maupun bisnis vis-a-vis dengan prilaku elit politik dan elit ekonomi yang penuh kepura-puraan dan kepalsuan. Secara sengaja, Surya Paloh melepas agitasi-agitasi kekuasaan kepada pengusaha dan pemodal besar. Namun, benarkah Surya Paloh secara murni tidak rakus kekuasaan? Bukankah jabatan Ketua Umum Partai adalah kekuasaan tertinggi yang diperebutkan atau bahkan dipertahankan mati-matian hanya untuk memenuhi hasrat kaya dan kuasa?

Kita mengenal sosok Niccolas Machiavelli--yang ditolak oleh negaranya sendiri (Italia)--tapi tidak sedikit pemikirannya diterima dan dilakukan oleh berbagai negara. Apesnya, kelompok elit politik tidak menyadari, bahwa referensi strategi Italian-sentris ini ingin mengabarkan untuk menjauhi kekuasaan, bahwa kekuasaan begitu bengis dan liar, bersifat arogan, dsb. Dari sana, pembaca-pembaca dituntut untuk mengorganisir narasi perlawanan itu. Pertanyaanya, sejauh apa indikasi keberpihakan partai Politik NasDem menunujukkan antusiasmenya pada kepentingan publik?

9.jpg

Bila melihat karir politik Surya Paloh, ia telah mengarungi demontrasi jalanan lewat KAPPI. “di Medan, Surya Paloh terlibat dalam KAPPI, organisasi komponen ‘66 yang turun ke jalan ikut menumbangkan rezim Soekarno yang linglung. Eskalasi konflik horizontal akibat pemberontakan G 30S/PKI dan tuntutan rakyat atas pembubaran PKI, semakin tak terbendung di berbagai wilayah Tanah Air,” (hal.49). 

Peristiwa ‘66 atas pengorganisasian mahasiswa, ternyata telah salah kiblat dan kehilangan patronase. Sebab, reportase sejarah yang dibangun, mahasiswa ‘66 mencoba memberikan gagasan baru dengan cita-cita yang lebih baik. Namun, kita malah bertemu dengan tirani represif yang tidak manusiawi. Tirani Orde Baru yang melanggengkan kekuasaan selama 32 tahun telah memenjarakan idealisme dan kebebasan berpendapat masyarakat sipil. Pun demian Surya Paloh, pelaku lapangan dalam penurunan Soekarno dari Presiden, juga termasuk yang dianggap tidak pro kepentigan umum.

Kepentingan setiap gerakan politik--baik inisiasi secara idealis dan praktis--tetap tidak terlepas dari sisi lebih-kurang. Hal yang paling fundamental dalam menjamin kesejahteraan, salahsatunya ialah pemerataan ekonomi dan mengurangnya data angka kemiskinan. “rakyat terjerat mata rantai kemiskinan absolut. Keluarga miskin melahirkan anak miskin dan melahirkan cucu miskin. Begitu seterusnya. Sementara itu, tidak ada satu pun anggota keluarga yang bisa memutus mata rantai kemiskinan tersebut. Pemerintah abai terhadap cita-cita nasional dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat,” (hal. 71).

Sejauh ini penilaian kita terhadap kerja-kerja partai Politik tetap tidak jemu menggaungkan narasi-narasi kesejahteraan. Namun, implikasi sampai hari ini belum terpenuhi--pun dengan ditambah peristiwa-peristiwa okupasi dan aneksasi berkelanjutan yang dipakai negara dalam mencaplok kekuasaan secara de facto dan de jure. Hal ini lantaran, kita terjebak pada setiap bencana-bencana sosial yang terus menerus. Kemiskinan masih bertengger dimana-mana, sedang kekuasaan yang arogan terus mengancam kehidupan sipil. 

Disamping hal tersebut, buku ini baik untuk menjelaskan secara terang-benderang, harapan-harapan dalam menjamin kesejahteraan. Secara komprehensif, Moch Eksan berhasil menambahkan cita-cita asketisme dalam ideologi politik Surya Paloh yang diterjemahkan lewat Partai NasDem. Deskripsinya, bila ditegakkan secara kontinyu tidak hanya melahirkan pondasi-pondasi berkeadilan dan sejahtera, lebih dari itu ini adalah usaha bersama menjalankan prinsip-prinsip kemanusiaan. 

Sebenarnya, Moch Eksan tidak hanya memainkan tokoh Surya Paloh sebagai sosok uswah dalam menjalankan prosedur politik. Moch Eksan ingin menerbitkan Surya Paloh-Surya Paloh lain sebagai jawaban pasti, bahwa kesejahteraan itu bisa diraih. Semua ketimpangan bisa berakhir. Kita bisa menjalankan ini semua. Kita harus yakin. 

***

Resensi Buku:

Judul : 9 Asketisme Politik Kontribusi Surya Paloh Dalam Merestorasi Politik di Indonesia
Penulis : Moch Eksan
Penerbit : Pena Salsabila bekerjasama dengan Eksan institute
Tebal Halaman : xiv 250 Halaman
ISBN : 978-602-1262-94-8 x +

***

*)Oleh: Ahmad Ma’mun, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah IAIN Jember, sekaligus aktivis HMI jawa Timur.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES