Peristiwa Daerah

Mengenang Sindangkerta Lautan Api, Peristiwa Bersejarah di Indramayu

Minggu, 11 Oktober 2020 - 17:14 | 178.80k
Tugu peringatan peristiwa bersejarah di Desa Sindangkerta Indramayu. (Foto: Muhamad Jupri/TIMES Indonesia)
Tugu peringatan peristiwa bersejarah di Desa Sindangkerta Indramayu. (Foto: Muhamad Jupri/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, INDRAMAYU – Selain peristiwa Bandung Lautan Api pada tahun 1946, ternyata kejadian serupa juga pernah terjadi di beberapa tempat lain di Indonesia. Salah satunya adalah di Kabupaten Indramayu, tepatnya di Desa Sindangkerta, Kecamatan Lohbener. Peristiwa tersebut dikenal dengan Sindangkerta Lautan Api

Di desa ini, sempat terjadi pemberangusan pemukiman warga yang dilakukan oleh pasukan Belanda saat terjadinya Agresi Militer, pada tahun 1947 dan dikenal sebagai Sindangkerta Lautan Api.

Peristiwa tersebut diperingati dengan dibangunnya sebuah tugu yang terletak di tepi Sungai Cimanuk, tepatnya di sebelah tenggara Jembatan Bangkir, Desa Sindangkerta. Tugu peringatan ini berwana biru dan bertuliskan "Di sinilah tempat para pejuang kemerdekaan mempertaruhkan jiwa demi tegaknya Kemerdekaan RI pada tanggal 17-8-1945. Tertanggal 20 Mei 1976".

Tugu Sindekarta a

Bagi masyarakat Sindangkerta, peristiwa tersebut merupakan peristiwa kelam dan berdarah yang menimpa desanya. Di mana desa tersebut dikepung oleh pasukan Belanda baik dari darat, air, dan udara, kemudian rumah-rumahnya dibakar, hingga menjadi lautan api.

Peristiwa tersebut ternyata masih membekas bagi Asikin (80), seorang saksi sejarah peristiwa memilukan tersebut. Dalam ingatannya, Asikin yang saat itu masih berusia 5 tahun, melihat tentara Belanda berpatroli di wilayah Indramayu untuk memburu para pejuang.

Para tentara Belanda tersebut menembaki rumah-rumah di lokasi yang dianggap sebagai tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan. Saat itu, rakyat pun melawan tanpa gentar meski diberondong peluru.

Ternyata, rakyat Indramayu berperang di bawah komando Muhammad Asmat Sentot atau yang kerap dikenal sebagai MA Sentot, yang tak lain adalah panglima perang asal Indramayu yang cukup berpengaruh.

Asikin menceritakan, datangnya Belanda ke wilayah Sindangkerta, karena sebelumnya tentara Belanda pernah dibuat kocar-kacir oleh pasukan di bawah pimpinan MA Sentot. Pasukan tersebut memiliki banyak anggota dan dibekali beberapa senjata hasil rampasan tentara Jepang dan Belanda. Sehingga, dengan bermodal senjata hasil rampasan tersebut, pasukan MA Sentot yang dikenal sebagai Pasukan Setan, bergerilya melawan Belanda.

Tugu Sindekarta b

"Saya ingat, kejadiannya itu 1947 saat agresi militer Belanda kesatu. Beliau bersama pasukannya bernama Pasukan Setan tersebut melawan Belanda. Menembaki dari tempat-tempat persembunyian ketika tentara Belanda sedang patroli menggunakan mobil," kata Asikin saat ditemui di kediamannya di Desa Sindangkerta, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu, Minggu (11/10/2020).

Akibat mendapatkan serangan dari Pasukan Setan itulah, lanjut Asikin, tentara Belanda datang kembali beberapa hari kemudian, dengan jumlah pasukan yang lebih banyak. Daerah Sindangkerta pun ditandai oleh Belanda sebagai lokasi persembunyian para pejuang. Bahkan, pesawat Belanda juga ikut memburu keberadaan pejuang dari udara.

"Selama tiga hari saya lihat kapal Londo muter-muter di atas. Para warga ketakutan, mereka bersembunyi mencari tempat yang aman. Suasana begitu menegangkan dan penuh ancaman," kenang Asikin.

Pria sekaligus ketua RW 05 Desa Sindangkerta, Indramayu tersebut menjelaskan, perang kemerdekaan Pasukan Setan pimpinan MA Sentot melawan Belanda puncaknya terjadi pada November 1947 di sekitar jembatan Bangkir.

Masih jelas dalam ingatan Asikin, rumah-rumah warga dekat jembatan tersebut ditembaki dan dilempari granat oleh tentara Belanda, sehingga kepulan asap membumbung dari wilayah tersebut. Rumah-rumah pun terbakar dan mayat bergelimpangan. Peristiwa tersebut menjadikan Sindangkerta sebagai lautan api.

"Saya sangat jelas melihat keadaanya. Dilempar pake granat. Rumah-rumah warga terbakar dan asap hitam membumbung menyelimuti desa tersebut. Desa tersebut lautan api," terang Asikin.

Peristiwa Sindangkerta Lautan Api ini juga diperjelas lagi oleh Budayawan dan Pemerhati Sejarah Indramayu, Supali Kasim. Pertempuran di jembatan Bangkir adalah yang paling besar.

Pertempuran dimulai ketika para pejuang yang tidak memiliki perlindungan, bersembunyi pada tanaman padi di sawah dengan tinggi hanya 20 cm. Mereka lalu membegal pasukan Belanda yang melintas menggunakan truk di Jembatan Bangkir. Mereka menembaki musuh hingga terjadi pertempuran sekitar pukul 05.00 WIB.

Meskipun terjadi pertempuran, namun dalam tidak dijelaskan jumlah korban yang berjatuhan dari dua belah pihak. Namun berdasarkan catatan "Indramayu Kota Mangga", pasukan Belanda yang tewas dalam pertempuran tersebut sebanyak 40 orang.

Dari peristiwa itulah, akhirnya pasukan Belanda datang kembali dengan pasukan yang besar, hingga menyebabkan peristiwa Sindangkerta Lautan Api. Kini peristiwa tersebut ditandai dengan adanya tugu. Namun sayang, tidak banyak masyarakat yang mengetahui peristiwa bersejarah ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES