Kopi TIMES

Strategi Mutu dan Daya Saing Perguruan Tinggi Swasta

Kamis, 01 Oktober 2020 - 22:04 | 397.55k
Asep Totoh, Dosen Ma’soem University.
Asep Totoh, Dosen Ma’soem University.

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Pandemi Covid19 membawa dampak luar biasa bagi dunia pendidikan, terutama bagi penyelenggara pendidikan swasta. Kondisi saat ini seolah pembuktian daya saing Perguruan Tinggi Swasta.

Bagi Perguruan Tinggi Swasta selain berkaitan dengan masalah biaya oprasional selama pandemi, saat ini masalah muncul adalah berkurangnya jumlah pendaftar mahasiswa baru. Sebelum pandemi saja jumlah mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta (PTS) di Jawa Barat tahun akademik 2019/2020 mengalami penurunan sampai 30 persen. 

Hal itu terutama disebabkan oleh faktor ekonomi, meskipun demikian ada juga PTS yang mengalami kenaikan kenaikan jumlah mahasiswa. Menurut data yang masuk ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Jabar dan Banten, banyaknya orang tua yang merasa tidak mampu membiayai kuliah anak-anaknya menjadi salah satu penyebab turunnya jumlah mahasiswa baru PTS.

Hal lainnya yang bisa menjadi acuan, saat ini pendidikan tinggi Indonesia dihadapkan pada kondisi dengan terlalu banyaknya jumlah perguruan tinggi. Pada tahun 2018 dari jumlah total Perguruan Tinggi sebanyak 3.253 tercatat jumlah PTN adalah 122, artinya sisa sebanyak 3.131 adalah jumlah Perguruan Tinggi swasta (Sumber: forlap.ristekdikti.go.id).

Jumlah PTS di atas 3.000-an tersebut menyebabkan perolehan jumlah mahasiswa PTS rata-rata di bawah 1.000 atau hanya mencapai sekitar 300an mahasiswa saja, hanya beberapa PTS tertentu saja yang mampu memiliki jumlah total mahasiswa di atas jumlah ribuan.

Selain karena faktor ekonomi dan jumlah PTS, disarikan dari beberapa literatur, expert judgement dan hasil penelitian terdapat masalah dan isu-isu yang dihadapi dunia pendidikan tinggi khususnya PTS. Masalah yang cenderung dihadapi PTS adalah: Pertama, Dikotomi PTN dan PTS masih sulit dihilangkan. Baik berkaitan dengan positioning atau fenomena“Negeri minded”, kuatnya persepsi dikotomis pandangan dan opini masyarakat memposisikan lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) lebih unggul ketimbang perguruan tinggi swasta (PTS) ataupun dalam hal pembinaan juga proporsi pemberian bantuan antara PTN dan PTS. 

Kedua, Masalah Mutu. Mutu menjadi kunci untuk melahirkan sarjana yang berkompeten PTS pada saat ini yang perlu ditingkatkan. Sistem Penjaminan mutu menjadi keniscayaan bagi PTS bagaimana seluruh proses pendidikan dijamin dengan sistem manajemen mutu yang baik. Upaya-upaya PTS untuk meningkatkan sarana dan prasarana, mutu dosen, mutu lulusan juga tentunya harus adanya dukungan dari pemerintah. 

Ketiga, Dosen. Kualitas dan kualifikasi dosen sebagai tuntutan nyata tridharma perguruan tinggi. Perguruan tinggi harus memiliki dosen berkualitas yang mampu membangun role model pendidik dan peneliti yang ideal sekaligus menumbuhkan akademik leader di perguruan tinggi, serta bekerja sama dengan komunitas keilmuan dalam merumuskan kompetensi inti keilmuan. Masalah lain ditemui adalah jumlah rasio dosen dengan mahasiswa, tingkat pendidikan dari dosen itu sendiri yang masih kekurangan untuk jenjang S3 dan dosen tetap PTS itu sendiri berkaitan dengan kesejahteraannya.

Keempat, Link and Match antara PTS dengan DUDI. Masalah pengangguran yang dihasilkan oleh lulusan PT disebabkan karena ada ketidaksesuaian antara lulusan dengan kebutuhan DUDI, dan lebih dari 55% organisasi menyatakan bahwa digital talent gap semakin lebar (Linkedin,2017). Kemudian Employers Complaint bahwa para pekerja tidak mempunyai skills yang memadai, data survey tersebut menunjukkan bahwa besarnya tingkat pengangguran cenderung diakibatkan oleh ketidakcocokan antara profesi yang dimiliki para pekerja dengan bidang pekerjaannya. 

Harus diakui jika mutu perguruan tinggi swasta juga ada yang bagus, akan tetapi mayoritas mutunya di bawah perguruan tinggi negeri. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyusun pemeringkatan kualitas perguruan tinggi menjadi lima klaster berdasarkan kualitas sumber daya manusia, lembaga, kegiatan mahasiswa, penelitian dan pengabdian masyarakat, dan inovasi.

Sampai saat ini baru ada 2 perguruan tinggi swasta yang masuk klaster 1 (teratas) pemeringkatan perguruan tinggi terbaik non-vokasi versi Kemenristek Dikti 2020. Terdapat sepuluh universitas yang masuk klaster 1, seluruhnya universitas negeri. Ini bisa dipahami karena mereka lebih dulu memasuki pasar pendidikan tinggi dan ditunjang sumber daya akademis berkualitas, juga ketersediaan anggaran negara. Sampai saat ini, perguruan tinggi swasta baru masuk 10 PT skor indikator proses di urutan ke 6 dan 10 PT skor indikator outcome di urutan ke 8 peringkat Kemenristek Dikti 2020.

Perguruan Tinggi Swasta tentunya wajib memiliki strategi yang harus direncanakan, dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik harus terutama difokuskan kepada proses intinya (core process), yaitu mencakup pengajaran (teaching), penelitian (research), dan pelayanan (service) (Indrajit dan Djokopranoto, 2006). Semuanya itu dimaksudkan untuk merespon perubahan global, baik berupa tuntutan cara atau skill kerja baru, perkembangan teknologi pengajaran maupun penelitian, dan ilmu yang perkembangannya sudah pada level lompatan kuantum, dan lain-lain.

Untuk memperbaiki posisi PTS, yang diperlukan saat ini adalah PTS harus mendapat dukungan pada; Pertama. Penjaminan Mutu, PTS harus melampaui sistem akreditasi pendidikan tinggi baik nasional maupun internasional. Kedua. Dukungan Pendanaan, pemerintah harus mengupayakan dan mengubah pemberian alokasi dana dan membantu dalam rangka mengupayakan model pendanaan alternatif untuk PTS. 

Ketiga, Regulasi sistem, harus adanya sistem untuk mendukung kerja sama internasional untuk PTS baik dalam kolaborasi riset, pendanaan maupun peningkatan kapasitas pengelolaan pengetahuan. Kerja sama semisal program Double Degree, Student Exchange dan pertukaran dosen keluar negeri perlu terus ditingkatkan. Keempat. Kesehatan Operasional, diperlukannya dukungan kebijakan untuk mengembangkan operasional PTS. Kebijakan itu, salah satunya adalah membuat standar kelayakan dan jika perlu mengurangi jumlah PTS yang kini terlampau banyak melalui Merger atau peleburan. 

Kelima. Riset dan Pengembangan, PTS diharuskan agar lebih meningkatkan kualitas publikasi dengan cara mendorong para dosen dan peneliti serta mahasiswa untuk melakukan publikasi pada jurnal yang bereputasi. Keenam. Hilirisasi produk inovasi, PTS diharuskan hasil riset dan pengembangan produknya mampu memberikan kebermanfaatan dan solusi bagi masyarakat sehingga bisa diproduksi massal untuk pemenuhan kebutuhan produk dalam negeri.

Senyatanya digambarkan oleh Depdiknas (Dalam LSP3I;2017 menjelaskan Perguruan Tinggi dinyatakan bermutu atau berkualitas, apabila: 1). Perguruan tinggi tersebut mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif); dan 2. Perguruan tinggi tersebut mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif), berupa: Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs);• Kebutuhan dunia kerja (industrial needs); dan Kebutuhan profesional (professional needs).

Tantangan Revolusi Industri 4.0 dipastikan memberikan warna tersendiri pada perkembangan Tridharma Perguruan Tinggi. Pada dharma pendidikan, kurikulum yang didesain harus mengacu pada konsep “higher education 4.0” yang dipengaruhi oleh model industry 4.0. Tuntutan lain Perguruan Tinggi untuk mengupayakan terwujudnya Good University Governance (GUG), GUG dapat direpresentasikan dengan capaian terkait dengan kelembagaan, seperti pemeringkatan, akreditasi perguruan tinggi, program studi serta beberapa capaian pemeringkatan perguruan tinggi, baik tingkat nasional maupun internasional. 

Kemudian saat ini arah pengembangan Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset harus mengacu kepada pergeseran ekspektasi masyarakat terhadap perguruan tinggi yaitu dari agen pendidikan, agen penelitian dan pengembangan, agen transfer budaya dan teknologi, pada akhirnya diharapkan menjadi agen pengembangan ekonomi. Oleh karena itu dari sisi kemampuan melakukan penelitian, perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi teaching university, research university, dan juga enterpreneurial university. Dari sisi kelembagaan riset, lembaga penelitian akademik diharapkan menjadi lembaga penelitian inovatif, Pusat Unggulan Iptek (PUI) untuk selanjutnya didorong menjadi Science and Techno Park (STP). 

Tuntutan nyata, PTS diharuskan aktif dan inovatif dalam pengembangan ilmu dan merespons persoalan-persoalan sosial budaya. PTS harus menjadi pusat pengembangan ekonomi kreatif yang populer dengan knowledge based economy dan ikut serta dalam memajukan dan mengembangkan masyarakat madani (civilized society), serta ikut mengawal moral masyarakat dan bangsa. 

Menjadi kunci agar PTS dapat bertahan dalam era disruption adalah jika institusi pendidikan tersebut mampu menjawab demand revolusi industry 4.0 di masa yang akan datang, dengan kata lain adalah matching demand & supply.

Niscayanya Perguruan Tinggi Swasta dituntut untuk mampu merumuskan kebijakan strategis dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, dan risbang hingga inovasi.

***

*)Oleh: Asep Totoh, Dosen Ma’soem University.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES