Pendidikan

Siswa Kelas 1 SD Tewas karena Sekolah Daring, KPAI: Anak Jangan Jadi Korban

Rabu, 30 September 2020 - 19:57 | 232.54k
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Rita Pranawati, MA (Foto: dok KPAI)
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Rita Pranawati, MA (Foto: dok KPAI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Siswa kelas 1 Sekolah Dasar berinisial KS menjadi korban kekerasan hingga tewas yang dilakukan oleh Ibu IS (24) dan dibantu Bapak LH (24) akibat susah diajari sekolah daring. Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Rita Pranawati menyayangkan adanya kekerasan anak yang dilakukan oleh orang tua kandung sendiri.

Dalam kasus ini, KPAI telah berkoordinasi dengan Kanit PPA Polres Lebak untuk penegakan hukum atas kasus ini. Selain itu, KPAI juga telah berkoordinasi dengan P2TP2A Kabupaten Lebak untuk melakukan pendampingan terhadap KS.

"Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh orang tua khususnya dan penyelenggara pendidikan umumnya untuk mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak selama anak-anak menjalani proses belajar dari rumah," ungkap Rita, Rabu (30/9/2020).

Lanjutnya, peran orang tua sangat penting dalam pendampingan belajar daring. Anak sendiri mengalami kebosanan selama pandemi Covid-19, sehingga anak perlu didampingi dan dibantu oleh orang tua agar dapat menjalani proses pendidikan dan tumbuh kembangnya yang baik.

"Orang tua penting untuk memahami kondisi psikologis dan fase tumbuh kembang anak," tambah Rita.

Diketahui, KS merupakan siswa kelas 1 SD yang sebelumnya sempat mengenyam PAUD. Anak kelas 1 SD tentu sangat membutuhkan proses adaptasi dari jenjang pendidikan PAU berpindah ke SD.

"Dalam situasi pandemi, anak masih beradaptasi untuk mengerti bahwa sekolahnya sudah berganti, teman-temannya berganti, juga gurunya," imbuhnya.

Selain itu, secara akademik anak-anak mulai beradaptasi pada sistem yang lebih teratur dalam aspek akademik. Belum lagi tuntutan kemampuan calistung pada anak yang seringkali dipaksakan padahal secara kurikulum pun ada penyederhanaan kurikulum yang seharusnya diterapkan selama pandemi.

"Sehingga orang tua tidak dapat memaksakan anak untuk menurut sesuai dengan keinginan orang tua. Jika mengalami kesulitan, sebaiknya orang tua berkoordinasi dan berkomunikasi dengan guru, sehingga anak tidak menjadi korban," imbuh Rita.

Dalam hal ini, KPAI sangat menyesalkan kekerasan yang dialami KS. KPAI mendorong penguatan pemahaman tentang pengasuhan. Kedua orang tua KS diduga menjalani perkawinan usia anak.

Untuk itu KPAI mendorong perhatian khusus pada keluarga yang melakukan perkawinan usia anak, agar mendapatkan pendampingan khusus dalam menjalankan perkawinannya, baik oleh KUA maupun PUSPAGA.

"Hal ini penting agar perkawinannya berjalan dengan baik, serta jika memiliki anak akan memberikan pengasuhan yang berperspektif perlindungan anak. Semoga kasus anak KS yang mengalami kekerasan hingga meninggal tidak terjadi lagi di Indonesia," tutup Rita, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Keluarga dan Pengasuhan Alternatif. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES