Kopi TIMES

Mendambakan Sentuhan Ketenangan

Rabu, 30 September 2020 - 02:14 | 75.67k
Muhammad Radhi Mafazi,S.Psi  Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Baubau.
Muhammad Radhi Mafazi,S.Psi Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Baubau.

TIMESINDONESIA, BAU BAU – Setidaknya tiga bulan kedepan menuju pada tahun baru masehi, sudah tujuh bulan semenjak pandemi menjadi momok pada kehidupan manusia, segala rencana yang sudah dirancang hanya bisa kita bayangkan dalam bentuk angan-angan semata.

Terlalu menyakitkan apabila selalu terngiang-ngiang rasa kecewa pada setiap jiwa manusia. Akhirnya banyak dari masyarakat yang terlampau panik membuka jalan lebar pada penyakit psikis, seolah dirinya mengalami gejala yang sama dengan penderita covid-19.  

Hal ini terjadi lantaran banyak masyarakat yang mengalami stress akibat paparan secara terus menerus oleh berita covid-19. Gejala ini disebut psikosomatis, terjadi karena individu merasa cemas berlebihan sehingga otak memprogram tubuh seolah mengalami hal yang serupa terhadap gejala pada penderita covid-19.

Cemas yang berlebihan ini seharusnya bisa diatasi oleh setiap individu, menjelajah kembali ingatan masalalu, kebanyakan dari kita di masa kecil merasakan sentuhan ajaib yang lembut nan menenangkan dari orang yang kita sayangi, seolah segala masalah bisa teratasi. Teringat ketika kita jatuh lalu datanglah sosok manusia dewasa yang kita cintai ikut duduk lalu mengusap lutut kita yang berdarah, dan bertutur dengan lembut 'sudah gapapa, ayo jalan lagi' seketika sakit itu hilang. Atau ala dukun pijat desa mengoleskan minyak pada tubuh pasiennya yang sakit sambil berkata dengan pelan 'tombo teko loro lungo'. 

Perpaduan sempurna  antara sentuhan dan kalimat sugestif untuk menyembuhkan fisik dan psikis manusia. Di masa pandemi seperti sekarang ini hanya diperbolehkan sedikit sekali sentuhan dari oranglain untuk mencegah terjadinya penularan virus, tak ayal teknik operan (pass) dan manipulasi yang dipopulerkan oleh William Atikson dalam bukunya The Science of Psychic Healing tidak dapat digunakan secara bebas seperti biasanya. Ketenangan yang berasal dari sugesti yang dilakukan oleh si penyentuh tidak dapat tersalurkan kepada oranglain.

Seolah dua hal ini tidak masuk akal tetapi tidak juga sepi peminat, seperti fenomena batu ponari yang kini si dukun kecil sudah beranjak dewasa dan meninggalkan praktek batu ajaibnya. Dewasa ini penyembuhan melalui sentuhan dan sugestif seperti oase di padang pasir, saat semua dihadapkan pada ketidak jelasan dan kecemasan masal, manusia hanya dapat mengandalkan kekuatannya sendiri.

Tenang saja, pada dasarnya setiap manusia mempunyai 'karunia' serupa dengan orang-orang hebat seperti pada contoh diatas. Atikson menyebutnya sebagai kekuatan vital, ialah kekuatan yang melandasi semua tindakan fisik dan tubuh. Kekuatan ini tersimpan pada pikiran dan saraf-saraf manusia.

Saat energi vital pada tubuh kita mulai keruh bahkan habis, dalam situasi pandemi metode kekuatan pikiran bisa menjadi alternatif solusi, dengan memadukan sentuhan pada bagian yang dirasa sakit. Dasar dari metode ini menurut Atikson adalah penyakit merupakan masalah mental, bukan masalah pada pikiran pusat, tetapi pada pikiran-pikiran bagian tubuh.

Dengan memadukan sentuhan terhadap diri sendiri. Seperti yang dicontohkan oleh Atkinson pada saat sakit kepala dengan mengambil posisi yang paling nyaman menurut kita, sambil menyentuh bagian kepala dan memejamkan mata coba berbicara terhadap pikiran yang berada di kepala dengan kalimat sugestif 'sekarang enteng,enteng,enteng, istirahat,istirahat'.  

Pandemi yang sudah memasuki bulan ketujuh di tahun ini, memang sebuah peristiwa yang luarbiasa. Segala sesuatu yang sudah direncanakan banyak yang kandas. Bahwa pandemi ini mengajarkan tentang rasa sakit yang kita terima dikarenakan ketidaksiapan.  Individu merasakan hal tersebut segera meninggalkan prinsip utilitarianisme, yang menjadikan pemaksimalan kebahagiaan dan peminimalan rasa sakit. Dan beralih pada persiapan diri menerima rasa sakit dengan memprogram tubuh dan pikiran kita sendiri dengan tenang dan tanpa rasa cemas berlebihan.

Bahkan pasien yang sembuh dari virus ini selain menambah asupan makanan yang bergizi dan obat yang diajurkan dokter, mereka menyadari perlunya tenang dan ceria selama masa isolasi mandiri, bukti nyata bahwa psikis setiap individu juga perlu diperhatikan selayaknya fisik.

Semoga kesehatan jiwa kita selalu terjaga karena anda berharga.  Selamat hari kesehatan mental dunia.

***

*)Oleh: Muhammad Radhi Mafazi,S.Psi  Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Baubau.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES