Kopi TIMES

Penataan Industri Era Pandemi

Selasa, 29 September 2020 - 14:39 | 69.80k
Haris Zaky Mubarak, MA, Sejarawan, Direktur Jaringan Studi Indonesia.
Haris Zaky Mubarak, MA, Sejarawan, Direktur Jaringan Studi Indonesia.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hadirnya pandemi virus Covid-19 semakin memperparah krisis yang dialami sektor industri di Indonesia. Sampai hari ini, tak ada yang bisa memprediksi kapan krisis pandemi Covid-19 ini dapat berakhir. Tak adanya pendapatan yang masuk dan tetap dikeluarkannya beban operasional industri semakin membuat nasib dunia industri Indonesia menjadi tak menentu.

Tak dapat dibantah jika produk industri yang dikembangkan di Indonesia selama ini  lebih banyak diperuntukan bagi kebutuhan dan pemenuhan permintaan pasar global. Bahan baku selama ini masih banyak bergantung pada pasokan dari luar negeri alias impor. Dalam data acuan progresivitas industri yang tumbuh dan berkembang sejak 1998, tercatat bahwa daya serap industri utamanya manufaktur padat karya semakin melemah dan beralih ke sektor jasa dengan kualitas lapangan kerja yang rendah. Dengan kata lain, sektor industri Indonesia sampai hari ini belum memiliki ekosistem pasarnya sendiri.

Kini, dengan ekosistem industri yang masih rendah, dunia industri Indonesia harus dalam berpacu dalam realitas pandemi. Industri-industri selama masa pandemi mau tak mau dipaksa mencari solusi demi permintaan pasar yang terjadi selama masa pandemi Covid-19. Respon pasar yang tak dinamis selama pandemi memaksa penurunan persediaan, hasil produksi, volume pengiriman, dan penyerapan tenaga kerja. Selama masa pandemi Covid 19, dunia industri menjadi sektor kerja yang paling ketat dalam penanganan Tim Covid-19 karena sektor ini rentan penyumbang klaster baru penularan virus Covid-19.
Realita Industri

Memang tak mudah melalui pandemi ini, kesulitan industri bukan hanya menjadi ancaman bagi penyebaran virus Covid-19 tapi juga pada keseluruhan sistem di industrinya. Mulai pasokan bahan baku yang sebagian besar masih tergantung dari negara lain hingga distribusi produk yang terhambat kelancarannya. Namun kondisi saat ini diyakini menjadi pembelajaran berharga bagi setiap industri untuk gesit dan bersiap terhadap tantangan perubahan termasuk dalam memikirkan proyeksi langkah sistem industri nasional ditengah pandemi Covid-19.

Jika membaca sejarah industri nasional, Indonesia pernah mengalami kehilangan momentum dalam mengembangkan sektor industri utamanya dalam mengambil proyeksi ketahanan industri. Pada 1970-an hingga 1980-an merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri sebagai salah satu pemain kunci di kawasan Asia dalam industri, saat Cina, Malaysia, dan Thailand masih belum kuat dalam pembangunan industri mereka. Saat ini persaingan bukan saja terjadi dengan negara Jepang, Korea selatan, Taiwan, tetapi juga dengan Cina, Malaysia, Thailand dan bahkan Vietnam industri Indonesia harus bersaing ketat.

Dengan realitas pandemi Covid-19, Indonesia harusnya membenahi sistem hulu dan hilir dari sektor industri di Indonesia.Seperti halnya dalam penataan sistem infrastruktur dan logistik industri.Karena tanpa infrastruktur dan logistik yang baik, Sumber Daya Manusia yang berkualitas, dan penguasaan teknologi yang didukung oleh inovasi yang dinamis dan kerja sama yang intensif antar dunia usaha, Indonesia akan semakin tertinggal dengan industri-industri dari banyak negara di Asia dan juga dunia.

Sampai hari ini, Indonesia bukan negara yang memiliki daya saing tinggi, termasuk industri nasionalnya belum bisa menjadi salah satu pemain dunia, terutama untuk produk teknologi menengah ke atas. Meskipun Indonesia memulai industri lebih awal dari Cina, namun sekarang Indonesia jauh ketinggalan dari Cina dalam sektor industri. Warna dalam pasar dalam negeri di Indonesia sekarang ini pun dipenuhi oleh banyak barang impor, resmi maupun selundupan dan ini sangat menekan kehidupan industri nasional.

Banyaknya kendala dalam pembenahan industri Indonesia, membuat pertumbuhan dan perkembangan industri Indonesia menjadi terhambat. Belum lagi persoalan peraturan upah minimum, tenaga kerja yang buruk, disiplin rendah, rendahnya jiwa kewirausahaan, hingga persoalan birokrasi pemerintah dan juga perizinan yang lambat dan mahal. Dengan demikian, diluar dari situasi pandemi Covid-19 sektor industri nasional kita juga mengalami kendala besar.

Industri Teknologi

Pandemi Covid-19 yang terjadi secara global faktanya mengganggu perekonomian dunia.Dampak Covid-19 bahkan 'memangkas' segala proyeksi pertumbuhan ekonomi semua negara karena adanya gonjang-ganjing ketidakpastian di pasar keuangan dan sektor riil seperti industri. Dalam titik ini, yang perlu dilakukan oleh pemerintah sekarang adalah penyelamatan sektor industri supaya tak menjadi statis. Sektor industri harus dapat berjalan secara dinamis, walaupun tak lagi bergerak secara langsung dalam praktik kerja di lapangan.

Salahsatu solusi terbaik yang selama ini berjalan adalah upaya pengembangan pada sektor industri berbasis teknologi. Apalagi dalam beberapa tahun kedepan proyeksi bisnis global akan cendrung cepat berubah, dinamis dan menantang. Masalah ketidakpastian dan ketidakjelasan akan terus menjadi tantangan bagi banyak pelaku industri global dunia. Disinilah industri dituntut untuk segera dapat bertransformasi sekaligus beradaptasi dalam banyak lintas perubahan termasuk teknologi.

Kemajuan teknologi diyakini menjadi kunci ketahanan industri dunia. Pada dimensi ini, semua sektor industri beramai-ramai memanfaatkan teknologi digital berbasis internet untuk menggerakan lintas industri secara masif. Kita memahami semua ini merupakan perubahan dan adaptasi industri terhadap zaman. Dari masa ke masa peradaban manusia akan selalu berkembang.Tak hanya dalam relasi sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi juga terus menerus berkembang. Hasilnya banyak inovasi yang memudahkan hidup manusia dari pencapaian revolusi industri 1.0 samapai revolusi 4.0.

Revolusi 1.0 terjadi pada akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19 ditandai dengan hadirnya mekanisasi berupa penemuan mesin uap. Hadirnya mesin uap membuat aktivitas pertanian beralih ke industrialisasi dan manufaktur. Peralihan ini terjadi secara masif di wilayah Eropa pada tahun 1700 an. Di era revolusi industri 1.0, mesin uap terus berkembang dari yang paling sederhana, hingga menjadi mesin uap yang jauh lebih efisien yang ditemukan James Watt pada tahun 1776.

Revolusi industri 2.0 yang terjadi pada tahun 1870-1914 memberikan dorongan pada ilmu pengetahuan dan produksi massal dimana ada penemuan teknologi sumber energi baru yakni listrik, minyak bumi dan gas. Teknologi pesawat dan automobile di awal abad ke-20 telah mengubah cara migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lain. Adanya telepon dan telegram juga berhasil membuat efisiensi komunikasi jarak jauh manusia.

Pada revolusi 3.0, era digitalisasi mulai muncul sehingga industri manufaktur tidak dikendalikan secara penuh oleh manusia. Dimulai paruh kedua abad ke-20 berkembangnya teknologi elektronik seperti transistor, hingga integrated chip berhasil membuat banyak benda elektronik. Untuk pertama kali industri global mampu membuat sistem terprogram, berupa internet dan jaringannya.

Kini, kita berada dalam revolusi industri 4.0 yang mulai menuju pada titik kemajuan revolusi 5.0. Era dimana teknologi otomatisasi kian berkembang.  Berbagai inovasi teknologi yang menjadi penanda otomatisasi dalam layanan multi internet telah hadir dalam banyak perangkat yang semakin memudahkan manusia membangun sektor industri secara besar, praktis dan instan.

Oleh karena itu, ditengah situasi krisis pandemi Covid-19 ini, inisiatif cepat dalam perubahan zaman telah mengharuskan sektor industri nasional kita untuk dapat rileks dalam memasuki kompetisi pasar industri dunia yang semakin meminta kebutuhan berbasis otomatisasi teknologi. Inilah yang menjadi tantangan dari sektor industri nasional ditengah keterpurukan ekonomi akibat Covid-19. Semoga saja industri Indonesia mampu menjawab tantangan tersebut.

***

*)Oleh: Haris Zaky Mubarak, MA, Sejarawan, Direktur Jaringan Studi Indonesia.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES