Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Banyak “Lowongan” Pejuang Kemanusiaan

Selasa, 22 September 2020 - 15:48 | 34.42k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) dan Progam Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) dan Progam Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kalau kita sering-sering ngobrol dengan para tetangga yang kehilangan pekerjaan atau sumber pendapatannya berkurang drastis akibat pandemi Covid-19, maka jika Nurani kita masih hidup, tentulah muncul pertanyaan, apa yang bisa atau harus kita bantu untuk mereka?         

Berharap negara mengatasi semua dampak Covid-19 atau mengatasi problem yang diakibatkan virus ini jelas tidak mungkin, sehingga tangan-tangan humanitas seluruh rakyat negeri ini dibutuhkan. Artinya Covid-19 secara tidak langsung telah membuka banyak “lowongan” bagi segmen bangsa ini untuk berkenan atau mengharuskan dirinya jadi pejuang kemanusiaan.

Seutama-utamanya amal saleh, ialah memasukkan rasa bahagia di hati orang yang beriman, melepaskan rasa lapar, membebaskan kesulitan, atau membayarkan utang”, demikian sabda Nabi Muhammad SAW, yang esensinya mengajak manusia berlomba dan bersaing dalam berkorban atau menabur amal kebajikan di muka bumi ini. Status “manusia utama” hanya layak disandang oleh individu yang gaya hidupnya tidak larut dalam penahbisan serba eksklusif dan materialistik, melainkan sosok yang hidupnya diabdikan untuk jadi penabur kebajikan, atau mengorbankan diri dan apa yang dicintainya demi kepentingan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kebajikan yang digariskan doktrin agama tersebut bermaknakan kesalehan kemanusiaan atau pengabdian berbasis humanitas yang ditujukan untuk menyenangkan sesama yang sedang dilanda kesulitan, sehingga  mereka (saudara-saudara) yang sedang menghadapi masalah ini terbebas dari kesulitannya dan memperoleh rasa damai, bahagia, dan kesejahteraan yang “sangat” didambakannya.

Menyenangkan sesama dengan cara membebaskan kesulitan yang dihadapinya dan menghadirkan kesejahteraan dalam kehidupannya merupakan aktifitas pengorbanan yang mulia, karena setiap orang yang bergerak di jalur pengorbanan berbasis kemanusiaan ini mengandung konseukensi untuk mendistribusikan atau menyerahkan sebagian yang dimilikinya, termasuk yang dicintainya demi pengabdian humanitasnya atau panggilan menolong sesamanya.

Kita bisa meneladani kepejuangan kemanusiaan para nabi dan sahabat. Nabi Ibrahim AS misalnya disebut sebagai “bapak pengorbanan” karena aktifitas kepedulian social-kemanusiaannya  yang melebihi cintanya pada diri sendiri dan keluarganya. Harta berlimpah yang dimilikinya tidak menjadi hambatan yang menguji kedekatan dirinya kepada Tuhan maupun sesama manusia.  Sekali berkoban saja misalnya, Ibrahim AS menyerahkan ribuan dombanya  untuk disembelih, dimakan, dan digunakan memenuhi  hajat masyarakat.

Aksi perjuangan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW di Madinah juga bisa dijadikan sumber keteladanna. Mereka ini dikenal sebagai “sang penolong” (Anshar), yang rela menyerahkan sebagian modal, area kerja, peluang-peluang, dan relasi-relasi  bisnisnya demi saudara-saudara-saudara  seperjuangan  dari Makkah yang sedang kehilangan harta, anak,isteri, lahan kerja, dan hak-hak privat lainnya demi opsi bergabung dan membangun “kota bercahaya” (Madinah-almunawwarah).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Belajar dari kasus tersebut, saatnya sekarang ini, elemen-elemen bangsa yang bergelimang harta melabuhkan atau menyatukan dirinya mengisi banyak “lowongan” perjuangan kemanusiaan, pasalnya bangsa Indonesia sedang diuji oleh Allah SWT, sehingga bergeser menjadi “Indonesia Merana” atau dihadapkan dengan bencana global yang sangat dahsyat (Covid-19), yang mengakibatkan banyak negara takut “berukhuwah” dengan negara ini.

Tatkala saudara-saudara kita  itu didera musibah akibat terkena efek Covid-19 ini, tentulah kita haram membiarkannya hidup dalam akumulasi keprihatinan dan ketidak-manusiawian. Mereka tidak boleh kita biarkan menjadi saudara kita negeri yang tidak sehat, kekurangan gizi (malnutrisi),  dirajam berbagai bentuk penyakit fisik dan mental, serta kehilangan payung komitmen kemanusiaan dari saudaranya sendiri.

Mereka harus diberi  dukungan kekuatan  ekonomi, moral, psikologis, dan humanitas supaya mereka  juga tetap punya optimisme dalam menyikapi, menerjemahkan, dan memperjuangkan realitas yang sedang dialaminya saat ini. Kita harus kobarkan semangatnya agar moral force  tetap menyala di dalam dirinya, sehingga mereka tidak terjerumus dalam keputusasaan atau terpuruk dalam ragam keprihatinan.

Bagian dari “kita” yang wajib berada di garis depan perjuangan adalah segmen elit pejabat atau komutas elit ekonomi, yang tentu saja punya  kemampuan dan kekayaan berlimpah untuk dijadikan modal menyangga kemaslahatan umat. Idealnya, kita gencar memberikan bantuan dalam bentuk uang, pakaian, makanan, obat-obatan, dan lainnya demi konstruksi kehidupan kita bersama.

Kita tidak boleh menunggu di rumah, apalagi sampai berpangku tangan. Kita harus mewajibkan diri kita untuk turun ke medan social setiap hari guna menunjukkan tangan-tangan karitas dan humanitas kita kepada siapapun yang menjadi korban Covid-19.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) dan Progam Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES