Kuliner

Ini Falsafah Kuliner Tajin Sappar dalam Kehidupan Masyarakat Sumenep

Selasa, 22 September 2020 - 13:02 | 256.76k
Tajin Sappar kuliner khas Madura yang ada di Bulan Safar. (FOTO: Ach. Qusyairi Nurullah/TIMES Indonesia)
Tajin Sappar kuliner khas Madura yang ada di Bulan Safar. (FOTO: Ach. Qusyairi Nurullah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SUMENEP – Setiap Bulan Safar, ada tradisi di masyarakat Madura, yakni membuat tajin Sappar. Tajin ini diolah dengan bahan dasar tepung beras, gula merah kemudian diberi santan kelapa.

Tidak ada referensi yang jelas dari mana asal muasal tradisi ini dimulai. Berbagai pihak punya analisa masing-masing. Ada yang mengaitkan tradisi Tajin Sappar erat kaitannya dengan peristiwa heroik yang menimpa para nabi di bulan Safar. Ada juga yang mengaitkan tradisi  bersappar ini kelanjutan dari Islam kejawen.

Terlepas dari analisa itu, bagi masyarakat Madura, khususnya Sumenep, tradisi Tajin Sappar dianggap sebagai hajatan untuk mencari berkah dan keselamatan.

Budayawan Sumenep, Ibnu Hajar, mengungkapkan, Tajin Sappar menurutnya hanyalah sebuah ekspresi keagamaan dan kebudayaan masyarakat Madura dalam menunjukkan identitasnya.

Keyakinan masyarakat Madura pada sang Khalik menggerakan lidah orang madura untuk selalu melantunkan doa-doa. Ada yang diwujudkannya dalam bentuk syair, kemudian dilakukan diwaktu tertentu lahirlah tradisi macopat. Ada juga yang diwujudkan dalam bentuk kuliner seperti tradisi Tajin Sorah di bulan Muharram, Rasolan di Bulan Maulid, dan Tajin Sappar di Bulan Safar.

Tajin Sappar sendiri mengandung makna filosofis yang cukup mendalam. Sappar bagi masyarakat madura tidak saja sebagai kuliner, tetapi cermin kehidupan ideal yang perlu dicapai dalam menjalani kehidupan di Dunia.

Bahan dasar beras yang masih dihaluskan, melambangkan bahwa masyarakat madura selalu "agengse ateh" (mengasah hati). Hal itu perlu dicapai oleh masyarakat Madura karena dinilai cermin ideal seorang manusia sejati.

"Bagi masyarakat Madura, ilmu itu urutan kedua setelah akhlak. Dan manusia bisa mencapai puncak akhlak kenabian bila laku kesehariannya bersumber dari hati," kata Ibnu, Selasa (22/9/2020).

Penggunaan gula merah, pada Tajin Sappar yang membuat tajin berwarna merah kehitaman lalu disiram kuah santan putih menyimbolkan hitam putihnya kehidupan. Sementara bulir-bulir yang bentuknya bulan seperti kelereng menyampaikan pesan bahwa bagi masyarakat madura, hidup adalah perputaran takdir. Sehingga di mana pun orang tinggal, baik pada daerah yang tandus, apalagi subur, mereka akan survive.

"Makanya menggunakan santan, saripati kelapa agar masyarakat madura itu meniru jejaknpphon kelapa yang bisa hidup dimanapun," tandas Ibnu.

Dalam perkembangannya, di Madura, tajin sappar tidak hanya merah putih, ada juga berwarna coklat tua. Namun, bahan dasar pembuatannya tidak berubah sedikitpun dari falsah hidup orang madura.

Bagi masyarakat Madura, Tajin Sappar di buat bukan semata-mata untuk dimakan sendiri, tapi untuk saling berbagi pada para tetangga terdekat utamanya Kiai. Hal itu menyimbolkan, bahwa mengasah hati, bagi masyarakat madura, tidak bisa dengan hanya memperbanyak ibadah dalam masjid, tetapi juga bertegur sapa, saling asih dan asuh dengan sesama. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES