Kopi TIMES

Kurikulum Baru: Biarkan Sejarah Berbicara

Selasa, 22 September 2020 - 03:22 | 74.41k
Ratnawati, S.Pd, Pengajar Sejarah SMAN 1 Kota Malang.
Ratnawati, S.Pd, Pengajar Sejarah SMAN 1 Kota Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Keputusan Mendikbud RI Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. 

Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang disiapkan karena Pandemi Covid-19 oleh Kemendikbud merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran .

Bahkan Sejak Februari 2020, tim Kemendikbud menyusun penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional. Dalam mata pelajaran Sejarah Kemendikbud menempatkan mata pelajaran Sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK. Rencana penyederhanaan kurikulum sedianya akan difinalisasi di bulan Maret 2020.

Jika di jenjang Sekolah Menengah pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran pilihan. Bisa jadi mereka tidak memilih. Ini sama artinya mereka tidak akan belajar sejarah. Sulit untuk dipahami kalau mereka tidak belajar sejarah.  Karena sejarah merupakan pilar utama pendidikan secara menyeluruh.

Banyak hal yang kita dapatkan dari belajar sejarah, pertama mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kedua memberi inspirasi (keberanian dan kecerdasan tokoh-tokoh besar mengajarkan bahwa dengan komitmen yang kuat dapat mengubah dunia) ketiga adanya relevansi dengan masa kini (solusi atas permasalahan pada peristiwa di masa lalu digunakan untuk mengatasi masalah di kehidupan modern saat ini.)

Keempat memberikan pengetahuan dan kesadaran budaya (memungkinkan kita untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang budaya di masing-masing negara). Kelima memungkinkan untuk belajar dari masa lalu (peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu dapat diambil pelajaran untuk menciptakan kondisi yang lebih baik).

Tak kalah pentingnya, sejarah menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan kepedulian sosial budaya. Lebih dari itu, pendidikan sejarah di sekolah merupakan bagian utama dalam pendidikan karakter. yang akan menentukan nasib bangsa ke depan.

Karena itu, kalangan akademisi dan pendidik mempertanyakan rencana Kemendikbud menempatkan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK. Pelajaran sejarah hendaknya ditempatkan sebagai mata pelajaran dasar dan diberikan kepada siswa di semua jenjang pendidikan.

Ini merupakan bencana negeri, bangsa yang notabenenya ”Soekarnois”, penggagum ajaran Bung Karno, mengagungkan  filsafat-filsafat bijaknya membumbung di cakrawala, menjadikannya motivator karena ide–ide kebangsannya yang luar biasa bahkan sampai  mengkultuskannya, faktanya dalam bertindak mengingkari pesan terakhir yang termasyur 'jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" yang disampaikan pada 17 Agustus 1966.

Sejarah merupakan suatu rentetan dan memiliki benang merah, menggambarkan perjalanan Indonesia dari masa ke masa. Oleh karena itu perlu ada upaya  menjembatani sejarah dengan generasi muda. Harus ada penafsiran terhadap sejarah  dalam konteks kekinian sehingga generasi muda bisa memahami sejarah dengan baik.. 

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah sampai periode lima era: Era Prakolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam yang mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa yang terpikat rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad. awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; Era Kemerdekaan Awal, pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Orde Reformasi sampai sekarang.

Sejarah Indonesia yang panjang dengan liku-liku yang menyertainya menjadikan bangsa ini tumbuh dengan tempaan dan berkarakter pejuang. 

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”. Sudah saatnya kita mengingat,menghargai,dan belajar dari tokoh bangsa di masa lalu, untuk membangun generasi muda Indonesia yang lebih baik.

Pertanyaannya bagaimanakah kita bisa menjadi bangsa yang besar kalau kurikulum sekolah sebagai dasar belajar sejarah menempatakan sejarah sebagai fardhu kifayah Dampaknya generasi penerus akan kehilangan memori kolektif. Padahal ingatan kolektif adalah cikal bakal kebersamaan dalam rasa memiliki sebuah bangsa. Kalau sudah demikian tunggu kehancuran sebuah negara.

Jadikan pelajaran sejarah sebagai pelajaran wajib dalam kurikulum guna memperkuat  memori kolektif. Karena menjaga memori kolektif adalah bukti kecintaan terhadap negara.“Wal tandzur nafsun maa qaddamat lighad” (Perhatikanlah sejarahmu, untuk masa depanmu) (Q.S 59:18). Ketika petunjuk Allah digunakan sebagai pedoman, ia diibaratkan sebagai “pelita kaca” yang bercahaya seperti mutiara. (*)

***

*) Oleh: Ratnawati, S.Pd, Pengajar Sejarah SMAN 1 Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES