Politik Pilkada Serentak 2020

Bawaslu RI Bicara Potensi Konflik Pelaksana Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid

Senin, 21 September 2020 - 13:48 | 43.85k
Dokumen Bawaslu RI.
Dokumen Bawaslu RI.
FOKUS

Pilkada Serentak 2020

TIMESINDONESIA, JAKARTABawaslu RI mengingatkan, selain potensi kerawanan dipicu oleh pelaksanaan di tengah pandemi Covid-19, Pilkada Serentak 2020 juga tetap menyimpan potensi konflik dengan pemicu lain.

Salah satunya berbagai kemungkinan kecurangan yang bisa melibatkan penyelenggara pemilu, calon kepala daerah petahana, hingga keputusan lembaga pengadilan.

Demikian disampaikan Komisioner Bawaslu RI, Moch. Afifudin, dalam webinar Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia dalam rangka puncak perayaan Hari Perdamaian Dunia, Senin (21/9/2020).

Selain Afifudin, pembicara lainnya adalah mahasiswa program doktor Unhan yang juga Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Peneliti LIPI Dr. Adriana Elisabeth.

Afifudin menjelaskan, pelaksaan Pilkada di tengah wabah Covid-19 seperti saat ini tidaklah mudah. Di satu sisi lembaga penyelenggara pemilu harus melakukan berbagai kegiatan. Mulai dari sosialisasi hingga pengawasan lapangan. Namun di sisi lain bahaya kesehatan akibat virus Corona tetap terbuka. 

"Jadi prasyarat dilaksanakannya pilkada ini adalah jika protokol kesehatan diterapkan. Baik penyelenggara, pemilih, maupun peserta," kata Afifudin.

Tentu saja berbagai pembatasan harus dilakukan. Misalnya, untuk pengumpulan massa dalam rapat umum hanya boleh dihadiri 50 orang. Selain itu, dari sisi anggaran, biayanya menjadi lebih mahal.

Sebagai contoh, KPU saja mengajukan anggaran triliunan rupiah demi memastikan petugasnya tak terpapar covid-19 ketika turun ke lapangan.

Nah untuk potensi konflik, Bawaslu sudah mengingatkan potensi kekecewaan para bakal calon maupun pendukung yang gagal ditetapkan oleh KPUD setempat di dalam waktu dekat. 

"Misalnya ada calon yang tidak masuk sebagai calon karena ada syarat yang kurang, sehingga mereka kecewa, mereka melakukan unjuk rasa dan seterusnya. Kami mengirim surat ke daerah soal ini. Termasuk calon yang lolos proses selebrasinya jangan berlebihan," ulasnya.

Potensi masalah selanjutnya adalah daftar pemilih tidak akurat. Misalnya ada yang datang ke TPS, tapi tak pernah mengecek namanya di daftar pemilih. Idealnya, sejak awal sudah jelas berapa jumlah pemilih dan surat suara disiapkan. 

"Kalau banyak orang yang harusnya masuk sebagai pemilih, tapi tidak masuk daftar pemilih, ini pasti berpotensi menimbulkan konflik," imbuhnya. 

Berikutnya, proses pencalonan yang bermasalah. Contoh, seseorang diduga ijazahnya palsu. Biasanya ada ketegangan di sana. "Karena begitu sudah ada calon, maka emosi massa pendukung tentunya jadi satu," imbuh Afifudin.

Di tahapan kampanye, potensi konflik sudah jelas. Sehingga Bawaslu merekomendasikan proses itu benar-benar meminimalisasi jumlah massa.

Pada proses penghitungan suara dan rekap hasil penghitungan di TPS juga memiliki potensi konflik yang besar dan kerap membuat situasi panas.

"Penyelenggara pilkada yang dinilai tidak adil dan netral. Penyelenggara yang berpihak ini juga jadi sumber masalah," jelas Afifudin.

Titik selanjutnya adalah kontroversi putusan lembaga peradilan jika ada putusan MA atau MK yang memenangkan calon tertentu.

"Lalu posisi kepala daerah dan wakil kepala daerah incumbent dalam pilkada. Misalnya menggerakkan jajaran birokrasi dan seterusnya," demikian penjelasan Afifudin, Komisioner Bawaslu RI soal potensi kerawanan Pilkada 2020 di tengah Pandemi Covid-19. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES