Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Parpol dan HAM

Senin, 21 September 2020 - 10:09 | 44.02k
Sunardi, KPS Program Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
Sunardi, KPS Program Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Ada banyak asumsi kalau negara ini belum begitu peduli terhadap hak-hak fundamental warga. Misalnya dalam hak asasi manusia (HAM)  bidang keamanan, kesehatan, dan keselamatan jiwa,  sangat terasa perlindungan  HAM-nya  masih lemah. Nyawa anak bangsa gampang sekali jadi korban. Negeri ini seolah-olah jadi area yang subur untuk mengubur (menghilangkan) peluang hidup dan melanjutkan kehidupan  warga bangsanya.

Potret negeri ini seolah tak ubahnya gampang menciptakan atua  menghadirkan iklim neobarbarian, karena di saat kondisi masyarakat makin padat kaum cendekia, makin kaya kaum terpelajar, dan punya banyak piranti hukum yang membicarakan pengimplementasian dan  penegakan HAM, ternyata marak pula perilaku barbar seperti perilaku sadisme dan radikalisme, yang mengakibatkan terjadinya stigma buruk yang melekat dalam diri negeri iniyang bertajuk republik menakutkan (republic of horror),  suatu  konstruksi kehidupan bernegara yang serba menakutkan, menciptakan gamang, dan ketidakpastian dalam pergulatan interaksi antara warga dengan warga dan warga dengan negara.

Di republik yang menakutkan itu, kondisi  rakyat  terhalang untuk bisa menikmati kehidupan yang tenang, karena dimana-mana gampang terjadi teror, rawan aksi brutal; gampang mensuperioritaskan kekejian, dan berpotensi meledakkan aksi kekerasan yang membahayakan  keselamatan (keberlanjutan hidup) sesama manusia. Padahal namanya nyawa manusia, seperti dinyatakan Nurcholis Majid: “membunuh satu nyawa berarti membunuh manusia sejagad, dan menghidupi satu nyawa berarti menghidupi manusia sejagad”.  

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Apa yang disebut  doktrin “perikemanusiaan” dalam ideologi dan agama yang berintikan pada nilai-nilai keadaban dan keagamaan seperti sedang mati  atau hanya jadi aksesoris yang kehilangan maknanya akibat dilibas oleh tampilnya perilaku bercorak kebinatangan. Yang berkembang membingkai konstruksi negara  adalah perilaku bercorak seperti disebut oleh Thomas Hobbes “homo homini lupus”, manusia itu serigala bagi yang lain, siapa yang kuat dan berkuasa, dan siapa yang punya uang banyak, maka dialah yang punya kekuatan untuk jadi serigala yang bisa  (berhak) mengorbankan orang lain.

Dalam konstruksi negara demikian itu, sulit diharapkan akan sepi dari pelanggaran HAM, karena  masing-masing segmen bangsa, terutama elitnya lebih terkonsentrasi pada prinsip “siapa yang akan dikorbankan”, dan bukan “kepada siapa lagi kami harus berkorban dan membumikan pengabdian”.  Segmen komunitas elitnya lebih sibuk mengurus bagaimana bisa kembali menduduki jabatan, meningkatkan indek prestasi jabatannya, dan memuja-muja jabatannya dengan segala cara.

Parpol punya tanggungjawab moral-politik kenegaraan yang besar guna memilari tegaknya HAM. Kondisi negeri yang sedang “digoda” dengan maraknya pelanggaran HAM merupakan bagian dari tanggungjawab Parpol untuk menjawabnya. Parpol bukan hanya mengurus hak berpolitik warga, khususnya hak memiilih dalam pesta demokrasi, tetapi juga menjadi pemain dan penentu terwujudnya penegakan HAM.

Melalui kebebasan yang bertanggung jawab, segenap warga negara memiliki hak untuk berkumpul dan berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata. Kesetaraan merupakan prinsip yang memungkinkan segenap warga negara berpikir dalam kerangka kesederajatan sekalipun kedudukan, fungsi, dan peran masing-masing berbeda. Kebersamaan adalah wahana untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara sehingga segala bentuk tantangan lebih mudah dihadapi. Partai politik dapat mengambil peran penting dalam menumbuhkan kebebasan, kesetaraan, dan kebersamaan sebagai upaya untuk membentuk bangsa dan negara yang padu.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

  Parpol idealnya cukup punya kemampuan untuk jadi “arsitek berkeringat harum”, karena Parpol  punya amunisi yang besar untuk menkritisi, menggugat, dan memberikan  sanksi pada kader-kadernya di legislatif, yudikatif maupun eksekutif yang gagal atau menghambat aksi-aksi penegakan HAM.

Amunisi Parpol  harus diberdayakan secara maksimal untuk menegakkan HAM.  Polling yang menggugat peran Parpol  butuh dijawab dengan cara membuktikan komitmen populistiknya di tengah masyarakat. 

Bendera kedaulatan rakyat dan posisi rakyat sebagai “suara rakyat adlah suara Tuhan” yang sudah dikibarkan (disemboyankan) oleh Parpol apapun harus dijaga kesuciaannya. Kedudukannya yang menjadi tambatan komunitas  elit politik harus dimanfaatkan untuk merespon dan mengadvokasi rakyat yang menjadi korban pelanggaran HAM.

Begitu pula kader-kader Parpol yang terbukti melanggar HAM tidak selayaknya dilindungi, sebaliknya harus ditangani menurut standar moral (panduan kode etik) dan hukum yang berlaku. Diskriminasi dalam penanganan pelanggaran HAM akan berdampak serius yang tidak semata menimpa citra negara hukum, tetapi secara khusus bisa menghancurkan kewibawaan parpol. (*)

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Sunardi, KPS Program Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES