Kopi TIMES

Menyerasikan Visi Cakada dengan Pemerintah Pusatt

Sabtu, 19 September 2020 - 03:16 | 51.57k
Bahaudin, Peneliti di IPI. (Grafis: TIMES Indonesia)
Bahaudin, Peneliti di IPI. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pelaksanaan Pilkada serentak 2020 pada Desember tahun 2020 hanya tinggal menghitung hari saja. Tahapan demi tahapan sudah berjalan.

Proses pendaftaran calon kepala daerah juga telah dilaksanakan. Merujuk keterangan KPU RI pada 14 September 2020 jumlah pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah berjumlah 738 pasangan calon. Adapun Pilkada Serentak tahun ini akan dilaksanakan di 270 daerah, dilaksanakan dalam pandemi Covid-19. 

Pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah (selanjutnya disebut cakada) ketika mendaftarkan diri ke KPU, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) huruf g Undang-Undang No.10 Tahun 2016 (terakhir kali diubah menjadi UU No. 6 Tahun 2020) harus melengkapi visi-misi dan program.  

Penyusunan visi-misi dan program kerja, Pasangan calon kepala-wakil kepala daerah disusun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah/ RPJPD  sebagaimana ketentuan Pasal 64 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 jo PKPU 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan / atau Walikota dan Wakil Walikota (terakhir kali diubah menjadi PKPU No. 1 Tahun 2020).

Selain itu karena pelaksanaan Pilkada 2020 dilaksanakan ditengah Pandemi Covid-19, maka, visi-misi dan program yang disusun cakada juga memuat strategi penanganan, pencegahan dan pengendalian Covid-19. KPU sendiri sudah menerbitkan regulasinya. Tertera dalam PKPU No.10 Tahun 2020 Perubahan atas PKPU 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atauu/ Walikota dan Wakil Walikota serentak lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19. 

Selanjutnya cakada  terpilih, wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD sendiri adalah penjabaran visi, misi dan program kerja kepala daerah. Mekanisme penyusunannya berdasarkan Pasal 263 ayat (3) UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (adalah mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dan Pemerintah Pusat telah menetapkan RPJMN IV tahun 2020-2024 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020. 

Secara sederhana alurnya bisa digambarkan demikian. Calon Kepala-Wakil Kepala daerah wajib menyusun visi-misinya berpedoman pada RPJPD. Cakada  terpilih merealisasikan visi-misi dalam dokumen hukum RPJMD dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN. Point pentingnya adalah terjadinya keselarasan, kesinambungan dalam pembangunan antara pusat dan daerah. Kebijakan daerah harus selaras, satu tarikan nafas dengan kebijakan pemerintah pusat. 

Kendala Dalam Praktik 

Kendati sudah diatur dalam regulasi, tidak serta merta aturan yang tertulis bisa dilaksanakan secara seksama. Daerah tidak serta merta tunduk, taat dan patuh pada kebijakan Pusat. Ada banyak hal yang menjadi penyebabnya. Beberapa diantaranya adalah kebijakan otonomi daerah dan warna-warni kekuasan politik di daerah. 

Contoh paling sederhana adalah dalam hal penanganan Pandemi Covid-19. Bahkan ada daerah yang mengambil langkah sendiri. Misalnya Kota Tegal yang memutuskan lockdown (penguncian ketat) dalam penanganan Pandemi Covid-19. Padahal saat itu, Pemerintah Pusat belum mengambil langkah tersebut.

Pemerintah Pusat baru menerbitkan Keppres No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 pada 31 Maret 2020. Kebijakan politik yang diambil hanyalah Penetapan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Pun demikian dalam urusan-urusan lain, bagi daerah yang tidak selaras dengan pusat juga tidak ada sanksinya. Paling banter adalah Mendagri memberikan teguran tertulis kepada kepala daerah tersebut.

Begitu juga dengan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2020 mendatang. Tidak ada sanksi bagi Kepala Daerah yang ketika merealisasikan visi-misinya tidak berpedoman pada RPJPD dan RPJMN. Tidak menutup kemungkinan daerah akan menerapkan kebijakan pembangunan berbeda dengan pusat. Dalam kondisi demikian tentu saja kebijakan pembangunan antara pusat dan daerah sulit berjalan secara integratif, selaras dan berkesinambungan. 

Jika kebijakan pembangunan tidak berjalan dengan kontinyu, bagaimana mungkin kesejahteraan rakyat bisa terwujud. Pelaksanaan demokrasi harus sejalan dengan kesejahteraan rakyat.

Oleh karena itulah perlu dilakukan evaluasi mendasar terhadap kebijakan model pembangunan dengan rezim Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). (*)

***

*) Oleh: Bahaudin, Peneliti di IPI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES