Pendidikan

Prof Ihyaul Ulum, Guru Besar UMM Pertama yang Dikukuhkan di Ruang Terbuka

Kamis, 17 September 2020 - 15:23 | 171.41k
Guru Besar Bidang Akuntansi UMM Prod. Dr. Ihyaul Ulum, S.E., M.Si., Ak., CA menerima ucapan selamat. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)
Guru Besar Bidang Akuntansi UMM Prod. Dr. Ihyaul Ulum, S.E., M.Si., Ak., CA menerima ucapan selamat. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memiliki guru besar baru yakni Prof Dr Ihyaul Ulum, SE, MSi, Ak, CA. Prof Ihyaul Ulum adalah Guru Besar bidang Akuntansi dikukuhkan di ruang terbuka (outdoor) pertama kali.

Konsep pengukuhan di ruang terbuka ini untuk mengantisipasi kerumunan yang menumpuk. Karena pandemi Covid-19, proses kegiatan terpaksa digelar sesuai protokol kesehatan Covid-19.

Bertempat di depan Gedung Kuliah Bersama (GKB) I UMM, Kamis (17/9/2020), Prof Ulum menyampaikan orasi ilmiahnya di hadapan Rektor tamu undangan yang sangat terbatas.

Jumlah tamu undangan pun terbatas maksimal hanya 50 orang. Jumlah ini sudah termasuk dari keluarga guru besar, jajaran senat dan rektorat, serta para guru besar.

"Kita sekarang hidup pada era di mana perusahaan taksi terbesar di dunia, tidak memiliki satu pun armada taksi (Uber, Grab, Gojek). Kita hidup pada era di mana perusahaan ritel terbesar tidak memiliki satu pun toko maupun gudang (Amazon, Yokopedia, Shopee, dll). Mereka inilah yang disebut start-up. Start-up bukanlah usaha kecil. Ini adalah usaha baru, baru dimulai," katanya.

Akhir 2019, valuasi aset Gojek mencapai 10 miliar USD, atau setara Rp 142 triliun. Angka ini berarti 14 kali dari valuasi aset Garuda Indonesia yang 'hanya' Rp 11,07 triliun. Valuasi aset tokopedia (berumur 10 tahun) mencapai 7 miliar USD, setara Rp 98 triliun, 15 kali dari valuasi aset Ramayana (berusia 40 tahun) yang 'hanya' Rp 5 sekian triliun.

"Aset terpenting yang mereka miliki adalah intangible assets, aset tak berwujud. Aset ini berbeda dengan aset yang dimiliki oleh Garuda misalnya, yang lebih dominan tangible assets. Intangible assets bentuknya seperti brand, skill, inovasi, dan keterampilan. Aset-aset tak berwujud ini tidak dapat dilaporkan dalam laporan keuangan, karena tidak memenuhi kriteria sebagai aset," papar Prof Ulum.

Ihyaul-Ulum-2.jpg

Pada perusahaan ‘konvensional’, sambung Ulum, karena tidak dilaporkan, seringkali aset-aset takberwujud ini diabaikan dan tidak dikelola dengan baik. Sementara pada perusahaan start-up, justru aset inilah yang dibentuk, dimunculkan, dikelola, dan dihargai sangat tinggi.

Di sejumlah negara Eropa, selain harus menyusun laporan keuangan, perusahaan publik harus juga menyajikan laporan tentang pengelolaan aset takberwujud mereka.

Bahkan, universitas dan organisasi-organisasi non-profit, belakangan juga mulai rajin mengungkapkan pengelolaan aset takberwujud yang mereka miliki. Intangible assets ini biasa juga disebut dengan istilah intellectual capital (IC) atau modal intelektual.

"IC adalah aset tak berwujud. IC dapat berbentuk kepercayaan pelanggan, brand image, pengendalian distribusi, budaya organisasi, keterampilan manajemen, dan sebagainya," ungkapnya.

"Selama beberapa tahun terakhir ini, saya fokus kepada dampak pengelolaan modal intelektual dan pelaporannya melalui sejumlah media, misalnya: financial report, annual report, sustainability report, maupun official website organisasi," imbuhnya.

Pria kelahiran desa Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur itu menawarkan suatu model untuk mengukur kinerja modal intelektual (intellectual capital performance) yang ia beri label MVAIC (modified value added intellectual coefficient).

Model ini diyakini cocok hanya untuk perusahaan konvensional. Sedangkan khusus untuk perbankan syariah, ia memberi label Ib-MVAIC.

Ulum juga menawarkan suatu framework untuk pengungkapan modal intelektual perusahaan publik di Indonesia, ulum menyebutkan intellectual capital disclosure framework Indonesia (ICD-In). Terbaru, Ulum berusaha memetakan komponen modal intelektual yang dituntutkan oleh instrumen akreditasi program studi (IAPS) 4.0.

Ihyaul-Ulum-3.jpg

Mengutip pernyataan yang kerap disampaikan Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UMM Alm. Prof. Dr. (H.C.) Abdul Malik Fadjar, M.Sc., rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. menyebut, menjadi guru besar pada hakikatnya adalah meninggikan antena.

Tetapi, tinggi saja tidak cukup. Harus membangun antena yang sinyalnya full, yang bisa memberikan resonansi. Resonansi dalam radius lokal maupun internasional.

"Prof Ulum adalah antena yang sinyalnya kuat, diharapkan juga bisa memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan UMM. Kami ingin, seluruh guru besar di UMM jangan merasa lelah. Tetapi harus semuanya pasang antena yang tinggi-tinggi sesuai dengan kepakaran yang dimiliki. Karena satu hal yang ingin kita capai: kebermanfaatan," tegas Fauzan.

Seberapa hebat pun kampus itu, kata Fauzan, jika radius kebermanfaatannya juga tidak banyak, maka misi kampus belum dicapai. Kembali ditegaskan Fauzan, UMM dibangun dalam rangka untuk menebarkan kebermanfaatan untuk semua umat.

Inilah sebabnya, maka slogan yang selalu diusung adalah 'UMM dari Muhammadiyah untuk Bangsa'. Wakil Rektor I UMM, Prof Dr Syamsul Arifin MSi mengatakan gelaran pengukuhan guru besar out door ini baru pertama kali di UMM.

"Pertimbangan utama karena Covid-19. Semula ini mau dilaksanakan Maret tapi diundur. Kita out door dengan suasana yang asyik ini pertama kali di UMM. Mungkin suatu saat akan menjadi model. Karena banyak sesuatu yang ikonik di UMM," ucapnya.

Prof Ihyaul Ulum sebagai Guru Besar Bidang Akuntansi UMM dikukuhkan dengan cara berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena Covid-19, konsep baru ini muncul untuk mencegah penyebaran Covid-19 dan mengurai kerumunan massa. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES