Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Rindu Penerus yang Hebat

Kamis, 17 September 2020 - 10:20 | 44.05k
Dr. Hj. Ana Rokhmatussa’diyah, SH. MH, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA), Ketua Pokja I PKK Kota Malang.
Dr. Hj. Ana Rokhmatussa’diyah, SH. MH, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA), Ketua Pokja I PKK Kota Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Secara umum, potret suatu bangsa bisa terbaca melalui penyelenggaraan pendidikannya. Penyelenggaraan pendidikan menjadi parameternya. Ketika proses edukasi dilaksanakan secara berkualitas, maka niscaya dampak positipnya pun bisa diperolehnya. Konstruksi peradaban dalam bangsa itu akan semakin kuat dan hebat berkat “sehatnya” penyelenggaraan pendidikannya.

Keluarga merupakan salah satu pilar penting penyelenggaraan pendidikan. Keluarga menjadi penentu kualitas edukasi bangsa itu. Lembaga pendidikan formal seperti sekolah memang memegang peran penting dalam transformasi nilai-nilai edukasi, namun demikian, keluarga juga “penyelenggara fundamental” yang tidak kalah pentingnya dalam proses tersebut.

Penyelenggara pendidikan menentukan kualitas out put. Out put ini tidak ubahnya  cermin kesungguhan institusi edukasi dalam menunjukkan tata kelolanya.  Menggugat atau mempertanyakan kualitas tata kelola penyelenggaraan pendidikan menjadi seharusnya, ketika ditemukan adanya out put yang gagal menjadi sosok manusia unggulan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Keluarga adalah dunia pendidikan yang mempengaruhi tebentuknya “warna” peserta didik. Kemana orientasi peserta didik atau bagaimana anak-anak bangsa itu mendisain dirinya, ditentukan oleh “dunia”  edukasi yang secara terus menerus atau seumur hidup membentuknya. 

Albert Einstein mengingatkan, kebenaran dan kebijaksanaan bukan hasil sekolah tetapi usaha seumur hidup untuk memperolehnya. Artinya  peserta didik  akan menjadi generasi hebat jika dibentuk oleh atmosfir berkelanjutan dimana dirinya tumbuh dan berkembang seumur hidupnya.

 Ada juga jargon yang berbunyi ”ingin menjadi bangsa unggulan, wajiblah mempunyai generasi (sumber daya manusia) unggulan. Tanpa generasi unggulan, suatu bangsa hanya pantas disebut sebagai bangsa lembek dan kalah”. 

Jargon ini menunjukkan, bahwa masyarakat atau bangsa unggulan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Dengan sumber daya manusia berkualitas, prediket keunggulan sebagai bangsa akan melekat. Keunggulan ini hanya bisa diraih melalui penyelengaraan pendidikan yang memproduk manusia unggulan.

 Kalau ada sekolah dari wilayah pinggiran berfasilitas ”sekedarnya”, ternyata peserta didiknya  memperoleh prestasi hebat di berbagai bidang, maka seharusnya  ini mengingatkan kita, bahwa sejatinya prestasi peserta didik bukan ditentukan label sekolahnya, namun lebih ditentukan oleh  aktifitas ”keunggulan” proses pembelajaran yang dilandasi sikap militansi edukasi peserta didiknya.

Dalam ranah itu bermakna, bahwa yang bekerja keras sehingga melahirkn sumberdaya unggulan bukan semata sekolah, tetapi keluarga. Sekolah tidak akan mungkin menjalankan peran pembentukan peserta didik jika hanya hanya dilakukan secara monologis, pasalnya peserta didik ini berelasi dengan penyelenggara pendidikan lainnya yang tidak kalah vitalnya dibandingkan dengan sekolah, yakni keluarga.

Sehebat apapaun label unggulan disandang oleh sekolah, yang antara lain ditandai dengan kelengkapan sarana belajar-mengajar,  banyaknya kebijakan iuran untuk bimbingan belajar, studi wisata, dan pengajarnya lulusan luar negeri, tetapi kalau kalangan keluarga tidak memerankan kewajibn edukasinya secara maksimal, maka mustahil peserta didik akan terbentuk jadi SDM unggulan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Peserta didik tidak akan mempunyai mental belajar yang kuat, tidak terdidik mandiri dan tahan banting dalam menghadapi tantangan, atau hanya menjadi kumpulan ”robot”, bilamana mereka tidak dibentuk oleh keluarga yang secara terus menerus menciptakan proses pembelajaran, diantaranya melakukan transformasi nilai-nilai keagungan etik dan membumikannya.

Kegalauan bangsa akibat banyaknya ”kader-kader” birokrat  berusia muda yang terjerat korupsi dan berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atau praktik-praktik pembohongan amanat merupakan bukti, bahwa proses penyelenggaraan pendidikan yang bercorak anti pendustaan masih belum sukses dilaksanakan.

Kasus itu harus dijadikan pelajaran berharga bagi keluarga modern. Keluarga modern  cenderung mereduksi kewajiban utamanya dalam membentuk mentalitas anak. Apa yang idealitasnya dilakukannya ini, ternyata tidak dilaksanakan sepenuhnya. Orang tua selaku pembentuk utama mentalitas anak ini, terseret dalam arus penguatan dan pembenaran sekulerisasi gaya hidupnya. Akibatnya, begitu mereka jadi pengemban profesi lain, mereka rentan jadi penganut abuse of power 

Mereka itu memang generasi penerus keluarga, tapi gagal membentuk atau mendsain dirinya sebagai kader berketangguhan moral. Mereka diberi keluasaan menjalani miliu anomalitas atau “menikmati” atmosfir liberalisme untuk menghambur-hmburkan uang dan menahbiskan hedonisme.

Orang tua berkewajiban merekonstruksi relasi edukasinya dengan anaknya bukan semata demi menjaga marwah keluarga, tetapi lebih makro demi menjaga marwah bangsa. Relasi edukasi yang direkonstruksinya adalah tentang pola pembentukan mental anak yang secara berkelanjutan menekankan pada urgensinya nilai-nilai kebenaran dan kejujuran. ***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Dr. Hj. Ana Rokhmatussa’diyah, SH. MH, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA), Ketua Pokja I PKK Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES