Pendidikan

Cegah Penyebaran Covid-19, Rektor Universitas Alma Ata Terapkan Surveillance System

Rabu, 16 September 2020 - 23:49 | 170.72k
Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta, Prof Dr H Hamam Hadi MS Sc D Sp GK. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)
Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta, Prof Dr H Hamam Hadi MS Sc D Sp GK. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Mencegah penyebaran Covid-19 menjadi tanggungjawab berbagai pihak. Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta, Prof Dr H Hamam Hadi MS Sc D Sp GK menerapkan suatu kebijakan yang dinilainya belum tentu diterapkan oleh perguruan tinggi lain di Yogyakarta yaitu Surveillance System yang bersifat save assessment.

Surveillance System tersebut, dijelaskan Hamam, setiap karyawan dimulai dari pimpinan pusat hingga seluruh civitas akademika Alma Ata diharuskan mengisi sebuah form atau kuisioner serta menceritakan apa yang terjadi dengan menggunakan algorithm setiap dua hari sekali.

Dalam form ini, seluruh civitas akademika wajib mengisi dan menceritakan apakah dalam empat belas hari ini atau akhir-akhir ini terlibat kerumunan dimana tidak menaati protokol kesehatan. Kemudian juga bisa diketahui apakah merasakan demam maupun batuk.

Universitas Alma Ata YogyakartaSalah satu fasilitas protokol kesehatan yang dimiliki oleh Universitas Alma Ata Yogyakarta. (FOTO: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

“Di form ini kita bisa mengetahui apakah ada demam atau batuk. Jika ada indikasi demam, maka harus menunggu selama tujuh hari sampai demamnya selesai dan kalau batuk harus menunggu minimal selama lima hari,” tegas Hamam saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/9/2020).

Kemudian, Hamam mengaku banyak pertanyaaan yang diajukan terkait selama 14 hari terakhir terjadi kontak secara langsung dengan PDP. Baginya, itu semua akan terkirim secara otomatis ke sistem lalu direkap.

“Secara otomatis sistem ini akan merekap siapa yang hari ini mengalami demam, mengalami batuk, itu semua bisa kita rekap. Sampai saat ini masih berlaku sistemnya untuk karyawan,” terangnya.

Sedangkan untuk mahasiswa, pihaknya tetap tegas dengan kebijakan sistem online atau daring. Namun, ia menyayangkan jika terdapat mata kuliah yang tidak bisa berjalan dengan sistem daring.

Menanggapi persoalan tersebut, Hamam menyikapinya dengan sistem berbasis kompetensi praktek yang diharuskan mahasiswa datang ke kampus serta secara tegas tetap dibatasi dan diatur bagi mahasiswa yang mengikuti praktek kompetensi ini.

“Tetap harus diatur dan dibatasi saat melakukan praktek di kampus. Jadi yang masuk ke kampus hanya mahasiswa-mahasiswa yang punya tanggung jawab pembelajaran dan kompetensinya bernama DOS,” kata Hamam.

Hamam pun menerangkan jika dalam sebuah kompetensi terdapat salah satu kompetensi yang paling tinggi yaitu bernama DOS yang artinya mengerjakan. Oleh karena itu, diakui Hamam bahwa hal tersebut sama sekali tidak bisa direkayasa.

“Artinya bahwa DOS ini tidak bisa dikerjakan di rumah menggunakan video atau apapun yang sifatnya daring. Maka kompetensi yang sifatnya DOS ini mau tidak mau harus dikerjakan secara langsung di kampus dengan praktek,” paparnya.

Selain itu, Hamam pun juga telah menerapkan kebijakan berupa sanksi tegas bagi pelanggar yang tidak menaati protokol kesehatan di Alma Ata. Sejak awal, pihak kampus sudah menerapkan kebijakan ini demi menjaga keamanan dan keselamatan di area Alma Ata.

“Sebagai contoh jika karyawan tidak mengisi save assessment ini selama dua kali berturut-turut, tidak akan diberikan honor di bulan dimana karyawan tidak mengisi form itu,” tegas Hamam.

Karena itu, Hamam mengaku prihatin dan menyayangkan kebijakan berupa sanksi tersebut tidak diterapkan oleh pemerintah. Menurutnya, harus ada sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar protokol yang sudah diterapkan.

“Saya mohon maaf jika hal ini tidak diterapkan oleh pemerintah, hanya sekedar hitam diatas putih, aturan ya hanya sekedar aturan tanpa adanya sanksi tegas bagi pelanggar,” ujarnya.

Ia juga mengkritisi terkait situasi akhir-akhir ini di Indonesia yang cukup memprihatinkan. Baginya, pemerintah jangan ragu-ragu dalam memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar sehingga secara tegas aturan bisa dijalankan dengan baik.

“Membangun kesadaran masyarakat harus ada rambu-rambunya yang diatur oleh pemerintah terutama para policy makers. Kalau policy makersnya membiarkan ya jelas ngga akan ada kesadaran yang sebenarnya,” tuturnya.

Apabila hal tersebut dilakukan oleh pemerintah, Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta, Prof Dr H Hamam Hadi optimistis bahwa adaptasi kebiasaan baru saat ini yang digaungkan oleh pemerintah bisa dikatakan berhasil. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES