Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Bersyukur; Damaikan Bangsa

Selasa, 15 September 2020 - 15:35 | 61.94k
Yoyok Amirudin, Mahasiswa National Pingtung University Taiwan, Dosen FAI Unisma dan Pengurus LP Maarif Jawa Timur.
Yoyok Amirudin, Mahasiswa National Pingtung University Taiwan, Dosen FAI Unisma dan Pengurus LP Maarif Jawa Timur.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Lahir di negeri tercinta bernama Indonesia bukanlah kehendak manusia itu sendiri. Lahir di luar negeri juga bukan pilihan, atau lahir dari keturunan kerajaan pun itu bukan permintaan. Namun itu sudah merupakan takdir dari Allah SWT. Takdir Allah yang tidak bisa ditawar, yang tidak bisa di nego dan tidak bisa diminta. Andaikan Allah menyuruh kita ingin lahir dari siapa? Tentu akan rebutan lahir dari keturunan Raja minyak timur tengah, yang hidupnya serba mewah, mau ini itu tinggal pencet di remote. Namun, Allah SWT berkehendak lain, Allah SWT merencanakan lebih dari sekedar hidup bergelimpang harta. Tuhan ingin menunjukkan pada hambanya bahwa kesuksesan dan keberhasilan seseorang itu harus direbut dengan jerih payah. Faman ya’mal mitsqola dzarrotin sarro yaro (Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji, Allah SWT akan membalasnya).

Hidup seperti sekarang, tak perlu dirisaukan atau berkeluh kesah. Hadapi dan sikapi dengan kesabaran. Menghadapinya pun tidak boleh dengan tergesa-gesa dan muncul kepanikan. Lihat sekitar! Apa yang bisa kita perbuat untuk lingkungan, apa yang bisa kita perbuat untuk keluarga, apa yang bisa kita perbuat untuk menatap masa depan. Itulah celah yang harus dipikirkan. Tentu tidak hanya berfikir saja, berbuat dan evaluasi. Kehidupan yang sejati pada dasarnya di akhirat nanti, namun untuk mempersiapkan itu semua di dunia lah waktu yang tepat untuk berbuat. Bermanfaat atau menjadi benalu bagi orang lain.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Bukankah dalam al Quran dikatakan hidup di dunia ini bak sandiwara (la’ibu wa lawgh). Dalangnya Allah SWT, namun wayangnya diberi kekuatan untuk menjalankannya sendiri. Manusia berbuat atas pemberian kekuatan dari Allah SWT. Sandiwara mengarah kepada kebaikan, atau sandiwara mengarah pada non kebajikan. Ta’awanu ‘alal birri wa taqwa wa la ta’awanu ‘ala itsmi wal ‘udwan, maka Allah memerintahkan manusia untuk saling tolong menolong kepada kebaikan dan janganlah saling tolong menolong dalam kejelekan. Kejelekan era informasi ini adalah berbagi hoax, menghujat dan mencela dalam dunia media sosial. Walaupun itu sifatnya dunia media sosial tentu malaikat akan mencatat rekam jejaknya dalam status kita.

Walaupun takdir Allah menciptakan kita dalam lingkungan yang kurang baik lingkungannya, kita selalu berbuat positif agar Alllah senansaztiasa membimbing kedalam jalan yang benar. Beda halnya, ketika pasrah dan tidak ada upaya dalam diri kita berubah. Pasrah keadaan, terima apa adanya, diam dalam berbuat kejelekan tentu Allah akan semakin menjauh dari kita. Andaikata kita mendekat, Allah pun akan mendekat.

Bukan hak kita untuk menjadi miskin dan kaya sejak kecil, bukan hak kita menjadikan kristen dan Muslim. Namun dalam diri kita ada kewajiban yang harus dijalankan setelah Tuhan mengirim utusan bernama Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi manusia lainnya. Wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun, bahwa tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah. Dan mencintai tanah air adalah bagian dari ibadah. Hubbul wathon minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepada kita tidak sebatas apa yang diberikan dalam tubuh kita. Mata, telinga, mata lainnya. Namun, juga mensyukuri negeri ini yang telah diciptakan Allah dengan gemah ripah loh jinawi. Beragama dengan damai, hidup dengan aman. Dibutuhkan ketenangan bathin dan ketenangan rohani dalam diri manusia. Bukan waktunya untuk berdebat tentang kenapa harus mencintai Indonesia. Namun saatnya mempertanyakan kenapa ada kelompok yang sangat getol memimpikan negara ini mendirikan khilafah. Syukuri dan nikmati kehidupan seperti ini. Toh, negara ini juga warisan para pahlawan dan ulama’ Indonesia. Karena mempertahankan NKRI sejatinya mempertahankan Islam. Sebab, dalam konteks keindonesiaan, agama akan bisa tegak apabila masyarakatnya bersatu damai.

Tengoklah negara timur tengah, berapa negara yang masyarakatnya tidak bisa beragama dengan damai. Bagaimana mungkin tenang beribadah, di tengah suara bom ataupun tembakan. Syuriah, Afghanistan, Yaman, Irak, dan negara yang sedang bertikai lainnya. Mengapa itu semua terjadi, kurangnya rasa nasionalisme dalam diri rakyatnya.

Jika ada sekelompok yang tidak sepakat dengan model pemerintahan sekarang, tunggu ajang pemilihan umum. Disanalah kalian bisa memainkan peran politik agama, politik budaya, dan politik kepentingan kelompok. Itupun kalau bisa. Jadi, sekarang tidak ada alasan untuk tidak mencintai dan mensyukuri tanah air Indonesia. Damai, hidup tentram itu mahal harganya. Bukankah agama mengajarkan siapa yang bersyukur akan ditambah rezekinya. Nikmat mana lagi yang kita dustakan?. Menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing, saling menghormati antar agama, bersikap toleran, dan rasa cinta kepada tanah air akan menambah keharmonisan dan kerukunan. Penulis yakin semua umat di dunia menginginkan kedamaian. Dan itu hanya bisa diawali dengan rasa bersyukur.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Yoyok Amirudin, Mahasiswa National Pingtung University Taiwan, Dosen FAI Unisma dan Pengurus LP Maarif Jawa Timur.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES