Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kesenjangan Budaya di Kelas

Senin, 14 September 2020 - 09:50 | 93.68k
Ganjar Setyo Widodo, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).
Ganjar Setyo Widodo, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Para pendidik saat ini banyak mendengar tentang kesenjangan dalam pendidikan, kesenjangan prestasi, kesenjangan pendanaan, dan kesenjangan kesiapan sekolah. Namun, masih ada celah lain yang sering kali tidak dhiraukan yaitu kesenjangan budaya antara siswa dan guru.  Budaya adakah tradisi/hasil pencapaian pengalaman hidup yang unik untuk setiap individu.

Jika kembali lagi bicara sebagai pendidik, tugas kita adalah merangsang perkembangan intelektual anak-anak. Untuk benar-benar melibatkan siswa, guru harus menjangkau mereka dengan cara budaya dan bahasa responsif yang sesuai.  Guru harus memeriksa asumsi budaya dan stereotip yang dibawa ke dalam kelas apakah dapat menghalangi keterkaitan atau tidak.

Mengatasi Stereotipe

Untuk melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran, guru harus mengetahui siswa mereka dan kemampuan akademis mereka secara individu. Guru tidak boleh mengandalkan stereotip ras atau etnis atau pengalaman sebelumnya dengan siswa lain dari latar belakang yang sama. Kesadaran akan nilai budaya atau profesionalitas guru akan sangat membantu guru terhindar dari pemaksaan keyakinan dan nilai pada anggota budaya lainnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kurikulum yang Relevan dengan Budaya

Kurikulum, dalam bentuknya yang paling sederhana, esensial, dan dipahami secara umum, adalah apa yang diajarkan dari pendidikan. Kurikulum penting secara akademis dan penting sebagai keilmuan pedagogi yang tanggap secara budaya. Bahkan kurikulum yang paling "standar" memutuskan sejarah siapa yang layak dipelajari, buku siapa yang layak dibaca. Kurikulum dan pilihan teks mana yang mencakup banyak suara dan berbagai cara untuk mengetahui, mengalami, dan memahami kehidupan, dapat membantu siswa menemukan dan menghargai kehidupan mereka agar memiliki suara, sejarah, dan budaya sendiri.

Menghormati Bahasa Rumah

Guru harusnya seringkali menggunakan bahasa sehari-hari siswanya. Dalam pembelajaran memang perlu menggunakan bahasa nasional sebagai pengantar ilmu kepada siswa, tetapi guru perlu memperhatikan kedekatan yang lebih personal agar terjadi pertukaran ilmu dalam banyak persektif yang membangun kehidupan sosial siswa. Setidaknya guru harus memiliki paket lengkap ada yaitu kreativitas, kecerdasan buaya dan keahlian profesioal. Dengan perpaduan kreativitas, kecerdasan budaya, dan keahlian profesional, guru dapat membantu pelajar agar memperoleh keterampilan bahasa lebih cepat.

Mengenali dan mampu membedakan perbedaan budaya ini memungkinkan guru membentuk lingkungan yang aman bagi semua siswa. Penting untuk mengenali dan memahami perbedaan ini agar dapat menerapkan pengajaran yang responsif secara budaya dan praktik pedagogis di kelas untuk memastikan keberhasilan setiap siswa.

Membangun hubungan dengan siswa sering kali merupakan langkah pertama untuk dapat mengenal mereka semua. Dengan memperhatikan latar belakang siswa dan perbedaan budaya, memberi tahu siswa bahwa mereka boleh menjadi diri sendiri sehingga tercipta kesadaran dan dukungan perbedaan perilaku budaya ini.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Ganjar Setyo Widodo, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES