Kopi TIMES

Problem Kampanye Baliho dan Cerminan Kedisiplinan Kita

Minggu, 13 September 2020 - 01:16 | 89.02k
Mohammad Iqbal Shukri, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang. (Grafis: TIMES Indonesia)
Mohammad Iqbal Shukri, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Baliho atau spanduk merupakan satu di antara Alat Peraga Kampanye (APK) yang dinilai hingga sekarang masih mampu menjadi pilihan prioritas tim sukses (timses) pasangan calon (paslon) untuk mengenalkan dan menarik simpatisan masyarakat.

Meski gempuran dunia digitalisasi yang terus berkembang pesat, baliho atau spanduk tidak luput jadi pilihan. Kampanye menggunakan medium baliho tetap membanjiri sepanjang jalan dan ruang publik masyarakat. 

Namun ironinya adalah, pilihan medium kampanye tersebut tidak diikuti dengan sikap disiplin aturan yang berlaku. Ada beberapa problem terkait kampanye menggunakan medium baliho atau spanduk, yang hingga kini kiranya telah dianggap wajar. Dianggap wajar karena pelanggaran ini terus terjadi setiap kali perhelatan pesta demokrasi pemilu atau pilkada digelar. 

Pertama, curi start kampanye. Bisa kita lihat beberapa bulan sebelum pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) pilkada 2020 dibuka, sudah banyak baliho atau spanduk bergambar bapaslon nampak membanjiri sudut-sudut ruang publik kota dan lorong-lorong pelosok desa. Pun jika dilihat jadwal kampanye masih beberapa bulan lagi, yakni pada 23 November - 5 Desember 2020.

Ada dua kemungkinan alasan mengapa baliho kampanye tersebut dipasang lebih awal tidak sesuai jadwal kampanye. Pertama untuk  menarik lebih banyak simpati dan dukungan masyarakat. Kedua sebagai salah satu upaya untuk menaikkan elektabilitas bapaslon, hingga harapannya partai-partai politik berkenan mengusung mereka. 

Namun atas aktivitas curi start pemasangan baliho tersebut ada yang dirugikan, yakni masyarakat Indonesia. Masyarakat ditunjukkan kualitas pelaksanan pesta demokrasi kita hari ini sedang tidak baik-baik saja. Yaitu pelanggaran atas kampanye medium baliho diluar jadwal kampanye yang telah ditentukan oleh KPU. 

Meski begitu, badan pengawas pemilu tidak bisa bertindak, atau menilai bahwa hal itu adalah sebuah pelanggaran. Sebab tidak ada payung hukumnya, di sini tampak ada ruang kosong, yang sering dimasuki oleh para bapaslon setiap kali perhelatan pesta demokrasi digelar. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hanya baru bisa melakukan penindakan, setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan bapaslon telah resmi tercatat sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2020.

Sementara, pembukaan pendaftaran baru saja dibuka pekan lalu. Dan jadwal penetapan paslon oleh KPU yaitu pada 23 September 2020. Artinya bawaslu baru bisa menindak dan menyebut pemasangan baliho itu sebagai bentuk pelanggaran, setelah penetapan paslon tersebut.

Di sisi lain, jika ada penindakanpun, tentunya bawaslu akan menghadapi dilema. Sebab dengan rentang waktu penetapan paslon dengan masa kampanye yang hanya berselang dua minggu. Hingga ada kemungkinan, penindakan sedikit sekali akan dilakukan. Di sisi lain, tentu masyarakat akan lebih hormat saat bawaslu tetap melakukan penindakan, demi terwujudnya kedisiplinan aturan.  Meskipun salah satu dampaknya adalah bertambahnya jumlah sampah-sampah baliho dari pilkada ini. 

Untuk persoalan curi start kampanye ini pemerintah daerah (pemda) memiliki wewenang untuk menertibkan hal tersebut, agar demokrasi di negeri ini berjalan dengan berkualitas, tertib dan kondusif. 

Meski begitu jika melihat gambaran ruang kosong yang ada, perlu ada pembaharuan peraturan di mana bawaslu juga memiliki wewenang untuk menindak aktivitas curi start kampanye baliho tersebut, untuk menindak dan memberi sanksi. Sebab hal itu bagian dari perjalanan perhelatan pesta demokrasi. 

Kedua, pemasangan baliho yang melanggar estetika. Meski kita bisa melihat fenomena ini saat curi start kampanye, tidak menutup kemungkinan pada jadwal kampanye nantinya juga akan kembali terjadi, karena pasti jumlah baliho atau APK akan dicetak lebih banyak lagi.

Dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, pada pasal 61 huruf (b) disebutkan bahwa kandidat diperbolehkan untuk mencetak APK maksimal 200 persen dari jumlah APK yang dicetak oleh KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 50 persen jika dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya, di mana KPU saat itu membatasi jumlah APK yang dapat dicetak paslon maksimal 150 persen.

Hal itu dapat berindikasi pada rawannya pelanggaran pemasangan baliho yang melanggar estetika akan kembali bertambah. Pelanggaran estetika yang dimaksudkan di sini seperti pemasangan baliho atau APK yang ditancapkan dengan paku pada batang pohon, kemudian pada tiang listrik dan lainnya. Hingga mengganggu kenyamanan dan merubah tata keindahan kota. 

Untuk mencegah pelanggaran ini, kiranya para paslon harus sedia mensosialisasikan aturan tentang pemasangan baliho atau APK lainnya kepada para timsesnya. Aturan tersebut tertuang pada PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan   Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, pasal 30 ayat (10) disebutkan bahwa pemasangan APK harus mempertimbangkan dari nilai etika, estetika, dan kawasan di sekitarnya. 

Beberapa pelanggaran sederhana di atas kiranya para paslon harus menyikapinya dengan cerdas. Cerdas dalam hal turut mengedukasi timses atau masyarakat dengan cara sederhana yakni menjunjung tinggi kedisiplinan untuk menaati aturan yang berlaku. Tunjukkan bahwa paslon yang cerdas juga memiliki integritas yang tinggi dalam memimpin. Baik memimpin dan bertanggungjawab saat masih bapaslon, paslon atau pun sudah jadi pemimpin daerah. Begitu juga sebaliknya, jadilah pemilih yang cerdas, yang nantinya akan mendapatkan pemimpin yang berkualitas. (*)

***

*) Oleh: Mohammad Iqbal Shukri, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES