Politik Pilkada Serentak 2020

Ini Kata Kepala Dinas Kebudayaan Aji Wulantara Tentang Pemimpin Ideal di Sleman

Sabtu, 12 September 2020 - 13:59 | 86.86k
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemkab Sleman, HY Aji Wulantara SH M Hum. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemkab Sleman, HY Aji Wulantara SH M Hum. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
FOKUS

Pilkada Serentak 2020

TIMESINDONESIA, SLEMANKepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemkab Sleman, HY Aji Wulantara SH M Hum mengatakan dalam perspektif kebudayaan ada pandangan tersendiri terkait seorang pemimpin. Secara umum tidak menyoroti orang per orang atau figur perfigur.

“Kita punya wewarah atau ajaran termasuk ketika berhadapan dengan proses demokrasi. Dimana terjadi rivalitas atau perbedaan pandangan boleh saja. Soal ini juga menjadi kondisi riil dalam proses demokrasi,” kata  Aji Wulantara kepada TIMES Indonesia, Sabtu (12/9/2020).

Lepas dari status sosialnya, komunitas masyarakat Jawa yang beradab. Nah, sebagai orang Sleman maka harus ingat wewarah, rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.

Rukun agawe santosa artinya rukun membuat sentosa atau kokoh, crah agawe bubrah berarti bertengkar membuat rusak atau menimbulkan kehancuran,” jelas Aji Wulantara.

Nah, sekarang tinggal bagaimana mengimplementasikan rukun dalam perbedaan pendapat dan itu harus diwujudkan. Tentunya, lanjut Aji Wulantara, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menggali nilai-nilai kebudayaan kita.

Dalam memilih pemimpin yang berkharismatik dari perspektif kebudayaan. Pertama ada ajaran yang bernama Hasta Brata. Hastabrata sendiri berasal dari bahasa Sansekerta. Hasta artinya delapan dan Brata ialah perilaku atau tindakan pengendalian diri. Yasadipura I (1729-1803 M), pujangga keraton Surakarta menuliskan Hasta Brata sebagai delapan prinsip kepemimpinan dalam delapan unsur alam. Tiap unsur Hastabrata mengartikan tiap karakteristik ideal dari seorang pemimpin.

Yakni, Mahambeg Mring Suryo (Meniru sifat matahari), Mahambeg Mring Condro (Meniru sifat bulan), Mahambeg Mring Bhumi (Meniru sifat bumi), Mahambeg Mring Samudro (Meniru sifat laut/samudra), Mahambeg Mring Kartika (Meniru sifat bintang), Mahambeg Mring Angkasa (Meniru sifat Langit), Mahambeg Mring Dahana (Meniru sifat Api), Mahambeg Mring Maruto (Meniru sifat Angin). Dimana jika dijabarkan memiliki arti dan makna yang luar biasa, namun bersifat secara umum.

Sementara untuk Sleman secara khusus, ungkap Aji Wulantara, punya wewarah tersendiri bagaimana watak seorang pemimpin. Yang disimbulkan dengan simbol yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman dan tidak dimiliki oleh Kabupaten / kota yang lain.

“Kalau toh dimiliki oleh wilayah lain, tentunya dalam betuk yang berbeda wujudnya,” jelas Aji Wulantara.

Yang pertama berupa lambang identitas Kabupaten Sleman. Artinya, seorang pemimpin harus memiliki unsur yang disimbulkan dalam lambang daerah yang berbentuk segi empat dengan perbandingan ukuran  2×3 tadi. Lukisan Simbol Kabupaten Sleman memiliki makna: Bentuk segi empat melambangkan prasaja dan kekuatan. Prasaja di artikan apa adanya, sederhana, tidak berlebih-lebihan (tentang tingkah laku).

Bintang sudut lima dengan warna kuning emas di atasnya, merupakan Lambang Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dalam Pancasila. Perisai bentuk segi lima, adalah lambang persatuan dan kesatuan sebagai dasar untuk menyempurnakan masyarakat.

Gunung Merapi, melambangkan kemegahan daerah kabupaten Sleman dan berdiri tegak untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan sosial dengan berdasarkan Pancasila. Candi Prambanan, melambangkan tingginya kebudayaan daerah Kabupaten Sleman, yang mengandung arti gotong-royong dalam menuju kejayaan.

Tak hanya itu, yang kedua. Seorang pemimping di Sleman juga harus memiliki sifat welas asih. Hal ini dimaknai secara simbolik dengan pusaka yang dimiliki Pemkab Sleman (pemberian Sri Sultan HB X) bernama Kyai Turun Sih yang berpamorkan weras wutah.

“Beras las, artinya welas,ini makna simbolik yang harus diimplementasikan,” terang Aji Wulantara.

Sedangkan yang ketiga Sleman punya motto Sleman Sembada. Dimana jika dimaknai pemimpin Sleman itu harus Sembada dan Sembodo. Sembada dimaknai mampu mewujudkan tatanan kondisi Sehat, Elok, Makmur dan merata, Bersih dan berbudaya, Aman dan adil, Damai dan dinamis, Agamis. Akronimnya pemimpin Sleman harus bisa mewujudkan hal itu.

“Tetapi secara filosofis sembada itu ya sembodo. Yakni mampu menyelesaikan tugas, bertanggung jawab dan suka bekerja keras,” papar Aji Wulantara.

Sedangkan yang keempat pemimpin harus mewujudkan makna tembayatan. Ini dimaknai dengan pusaka milik Pemkab Sleman pemberian Seri Suktan HB X satu paket dengan Tobak Kyai Turun Sih yang bernama "Mega Ngampak". Berupa bendera tanpa wujud, yang berwarna putih keabu-abuan seperti warna mega, yang saat ini di visualisasikan saat memperingati hari Jadi Sleman dengan bendera warna biru putih. "Tembayan bisa di artikan bekerja sama atau hidup rukun saling membantu dan bersinergi, laksana mega yang berarakan," terang Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemkab Sleman, HY Aji Wulantara SH M Hum. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES