Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pendidikan Agama Islam Media Pembangun Kepribadian

Jumat, 11 September 2020 - 12:38 | 65.49k
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Di era modern seperti sekarang ini, masyarakat dihadapkan pada masalah dekadensi moral yang sangat serius dan sayangnya, hanya Pendidikan Agama Islamlah yang dianggap bertanggung jawab atas masalah tersebut, PAI dan Gurunya seringkali dianggap kurang berhasil dalam menggarap sikap dan kepribadian siswa, lembaga pendidikan memberikan perhatian khusus mata pelajaran PAI dibalik moralnya siswa yang beragam.

Oleh karena itu, implementasi Pendidikan Agama Islam tidak boleh hanya memperhatikan aspek kognitif semata tetapi juga harus memperhatikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volatif yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama agar tidak terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan dalam kehidupan nilai agama.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Sejatinya Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui upaya pengembangan pembelajaran PAI yang berorientasi pada pendidikan nilai. Upaya tersebut dapat di implementasikan dalam beberapa cara seperti yang telah diterapkan di lembaga pendidikan secara langsung maupun tidak langsung, baik secara verbal (pemberian nasihat) maupun perbuatan.

Dalam kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam (terjemahan,2012:561) dijelaskan bahwa: “Al-Qur”an memiliki gaya dan methode yang bermacam-macam dalam berdakwah, mengingatkan tentang Allah, memberikan nasihat dan bimbingan. Semua itu digunakan melalui lisan para Nabi dan diulang-ulang melalui lisan para pengikutnya. Semua sepakat bahwa nasihat yang tulus dan berpengaruh, jika menemukan hati yang bersih dan akal yang bijak akan segera diikuti dan akan memberikan pengaruh yang signifikan.”

Dalam bukunya prof. muhaimin yang berjudul Paradigma Pendidikan Islam upaya mengefektifkan Pendidikan Islam di sekolah menyatakan bahwa:“Pembelajaran nilai dengan memberikan nasihat atau indoktrinasi adalah strategi yang ditempuh dengan jalan memberitahukan secara langsung nilai-nilai mana yang baik dan kurang baik. Dengan strategi tersebut guru memiliki peran yang menentukan, karena kebaikan/ kebenaran datang dari atas dan siswa tinggal menerima kebaikan/ kebenaran itu tanpa harus mempersoalkan hakikatnya. Penerapan strategi tersebut akan menjadikan peserta didik hanya mengetahui atau menghafal jenis-jenis nilai tertentu yang baik dan yang kurang baik dan belum tentu melaksanakannya. Sedangkan guru atau pendidik kadang-kadang hanya berlaku sebagai juru bicara nilai dan ia pun belum tentu melaksanakannya. Karena itu, tekanan dari strategi ini lebih bersifat kognitif, sementara segi afektifnya kurang dikembangkan”.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Oleh karena itu, proses penanaman nilai-nilai agama di sekolah harus dikembangkan melalui strategi Modeling atau keteladanan yakni pembentukan kepribadian melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Keteladanan  harus dilakukan oleh semua guru artinya bukan tugas guru PAI saja. Namun memang guru PAI lebih menjadi model utama bagi peserta didik dalam hal kepribadiannya karena beliau terkait langsung dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. Karena pendidikan tidak akan sukses jika tidak disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.

Dalam kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam di jelaskan bahwa: “Keteladanan dalam Pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan sosialnya. Hal itu dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang baik di mata mereka. Anak akan mengikuti tingkah laku pendidiknya, meniru akhlaknya, baik disadari atau tidak. Bahkan, semua bentuk perkataan dan perbuatan pendidik akan terpatri dalam diri anak dan menjadi bagian dari persepsinya, diketahui atau tidak. Memang anak memiliki potensi yang besar untuk menjadi baik, namun sebesar apapun potensi tersebut, anak tidak akan begitu saja mengikuti prinsip-prinsip kebaikan selama ia belum melihat pendidiknya berada di puncak ketinggian akhlak dan memberikan contoh yang baik. Mudah bagi pendidik memberikan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk mengikutinya ketika ia melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikkan apa yang diajarkannya”.

Begitu pentingnya arti sebuah keteladanan dalam proses penanaman dan pengembangan kepribadian karena cara itu juga telah dilakukan oleh Rosululloh SAW dan dinyatakan dalam QS. Al-Ahzab: 21 yang berbunyi:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya:” Sungguh pada diri Rosululloh itu terdapat contoh teladan yang baik bagi kamu sekalian, yaitu bagi orang yang mengharapkan (keridlo’an) Alloh dan (berjumpa dengan-Nya) di hari kiamat dan selalu banyak menyebut nama Alloh. (Al-Qur’an dan terjemahnya. 1990:670).

 Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan (Imitasi). Hal yang ditiru adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu system nilai.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Penanaman nilai-nilai agama Islam melalui lembaga pendidikan lebih menekankan pada kegiatan praktek dan pembiasaan- pembiasaan ibadah dengan maksud agar para siswa tidak hanya tahu tapi juga mau dan mampu istiqomah mengaplikasikan nilai-nilai yang sudah diajarkan hingga dapat terus melekat menjadi sebuah kepribadian yang diharapkan dari sosok seorang muslim, selain itu melalui kegiatan- kegiatan extra kurikuler bidang agama diharapkan siswa dapat menyerap nilai-nilai ajaran Islam yang ada pada tiap-tiap kegiatan.

Berkenaan dengan pembentukan kepribadian melalui pembiasaan Imam al-Ghazali mengatakan bahwa: “Kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk itu al-Ghazali menganjurkan agar akhlak atau nilai-nilai diajarkan dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi bi’atnya yang mendarah daging.

Keteladanan dari para guru memberikan kontribusi besar bagi terbentuknya kepribadian siswa yang baik. Berkat strategi yang tepat dan presisi dalam menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam di lembaga pendidikan melalui setiap aspek kegiatan di sekolah baik Cokurikuler, intrakurikuler dan extrakulrikuler, menghasilkan sikap dan kepribadian siswa yang bisa dinilai sudah sangat baik dan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Kukuh Santoso, M.Pd.I, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES