Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pesan Ali untuk Permata Hati

Jumat, 11 September 2020 - 12:07 | 28.69k
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum dan Progam Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.
Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum dan Progam Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam pertimbangan berikutnya lebih khusus, bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia;

Pribadi berakhlak mulia seperti diingatkan secara yuridis tersebut menunjukkan, bahwa tanggungjawab memperhatikan pertunbuhan anak-anak didik baik secara fisik maupun non-fisik mutlak tidak boleh diabaikan.  Anak (sang permata hati) dalam perkembangannya membutuhkan perlindungan maksimal dari berbagai aspek yang berkaitan dengan kepentingannya supaya kelak mereka jadi generasi yang bisa diandalkan membangun negeri. Salah satu aspek yang mendukung perkembangannya adalah dimensi etika.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Mengabaikan pembentukan dimensi moral (etika) dalam kehidupan anak-anak, berarti menyiapkan lobang mengangga untuk mengubur masa depannya. Jika anak-anak tidak lagi punya masa depan yang baik berarti pertanda kehancuran bangsa tidak bisa dihindari, karena sumberdaya fundamental yang diekspektasikan bisa menyangganya sudah hancur atau terdestruksi mengerikan sejak dini.

Salah satu jalan menguatkan dari siis etika itu adalah penyelenggaraan dan penguatan pendidikan agama untuk mereka.  Dari Pendidikan agama ini, mereka diidealisasikan bisa terbentuk jadi sumberdaya yang tangguh, khususnya dalam menunjukkan kemampuan moralnya saat bergulat di tengah masyarakat.

Para pembelajar tentu paham, bahwa pndidikan agama yang diajarkan di sekolah maupun diteladankan oleh orang tua di rumah, idealismenya adalah terjadinya transformasi nilai-nilai akhlak mulia, yang selalu “menghidangkan” atau membudayakan ajakan dan realitas perilaku yang melibatkan anak-anak sebagai subyek didiknya dalam memilih dan merealisasikannya dalam perbuatan keseharian yang dijalaninya..

Mereka  dikondisikan menjadi pelaku transformasi, yang mengisi, mewarnai, dan memobilitaskan nilai-nilai akhlak dalam dirinya. Pengkondisian ini dapat dilakukan dengan mengedepankan makna tanggungjawab sosial (social responsibility) atau keberpihakan terhadap hak-hak asasi manusia lain.

Pendidikan agama yang diterimanya, selayaknya tidak didominasi oleh model pengajaran yang menyampaikan soal teologi eksklusif seperti janji-janji pahala, kehidupan surga, dan ancaman neraka, tetapi juga dididik secara maksimal untuk bisa mengenal dan menunjukkan komitmennya sebagai pilar-pilar dalam melahirkan surga di tengah pergaulan dan kancah kehidupan bermasyarakat.

“Surga” yang dikonstruksi dalam materi pendidikan agama merupakan deskripsi kehidupan duniawi, yang di dalamnya di huni oleh manusia-manusia, termasuk anak didik yang tidak terjerumus atau menjerumuskan dirinya dalam perbuatan kotor dan berkebinatangan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Seiring dengan perkembangan revolusi budaya yang secara instan mempengaruhi anak-anak dalam berperilaku dursila, baik guru maupun orang tua,  harus mengembangkan tafsir  neraka ke ranah kultural. Ranah ini menunjuk pada pemahaman, bahwa anak-anak dapat terjerumus sebagai pembangun “neraka” bagi kehidupan sesamanya jika apa yang diperbuatnya menghamba, apalagi sampai mengabsolutkan praktik-praktik valversasi dan kekerasan seksual.

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”, adalah salah satu firman Alllah, yang ditafsirkan oleh sahabat Ali RA (cendekiawan muda dan sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW) dengan interpretasi edukatif “didiklah dirimu dan keluargamu” supaya tidak terjerumus menjadi penghuni-penghuni neraka. Interpretasi edukatif sahabat Ali ini bermaknakan kewajiban mendidik anak-anak bermentalkan ilahiah agar di dunia bisa menjadi penyayang dan pelindung sesamanya.

Sahabat Ali menafsirkan dari sisi sacral dan fundamental. Ia barangkali bermaksud menunjukkan pada masyarakat dunia, khususnya komunitas Islam, bahwa Pendidikan adalah pintu strategis dalam menentukan setiap perjalanan hidup manusia di muka bumi, sehingga untuk menghindari “neraka” dan bisa mendatangkan “surga”, maka kita dilarang abai, apalagi merasa penat dengan kebutuhan anak-anak di dunia Pendidikan.

Hal itu menunjukkan, bahwa pendidikan agama tetaplah benteng istumewa yang diharapkan menjadi modal utama untuk melawan setiap bentuk akselerasi tantangan seperti perubahan budaya yang bermaksud menjerumuskan dan menghancurkan anak-anak sebagai konsumennya.

Berdaya dan berjayanya (mengaktualisasi) pendidikan agama secara terus menerus di tangan orang tua atau sekolah, adalah senjata moral yang  bisa memprevensi setiap gempuran penyakit yang bermaksud membikin anak-anak didik menjadi generasi ringkih berbalut akumulasi penyakit. 

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Fakultas Hukum dan Progam Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) serta penulis buku hukum dan agama.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES