Peristiwa Nasional Bencana Nasional Covid-19

Rawan PHK, Karyawan Survivor Covid-19 Berjuang Kembali ke Perusahaan 

Kamis, 10 September 2020 - 23:02 | 48.31k
Foto: Ilustrasi (Glints.com)
Foto: Ilustrasi (Glints.com)
FOKUS

Bencana Nasional Covid-19

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pasien sembuh atau survivor Covid-19 harus kembali ke masyarakat dan melanjutkan hidup seperti semula pasca melakukan karantina di rumah sakit. 

Namun, menurut Ketua Pelaksana Program Pendampingan Keluarga Pasien RS Lapangan Indrapura, Radian Jadid, masih ada beberapa perusahaan yang sulit menerima dan meminta dua kali swab sebagai bukti pasien tersebut telah sembuh. 

Padahal, Kementerian Kesehatan RI sudah mengeluarkan pedoman baru satu kali swab atau Tes PCR dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020.

"Sekarang yang masih agak sulit adalah perusahaan. Mereka masih beberapa menerapkan dua kali swab," terang Jadid, Kamis (10/9/2020). 

Ia mencatat, total perusahaan yang berbelit saat menerima kembali karyawan survivor jumlahnya masih dua digit. 

"Ada perusahaan yang menolak di Surabaya. Perusahaan itu sekitar 12-16 an," ungkapnya. 

"Seperti itu kita memahami dan ini tidak hanya perusahaan (swasta). BUMN ada itu juga masih menerapkan seperti itu. Dua kali swab. Padahal untuk apa? Reasonablenya kan ada WHO juga KMK Kemenkes RI," tandasnya seraya menyebutkan nama sederet bank milik negara. 

Namun ia mengakui memang sulit. Sampai pihaknya melakukan diskusi dengan Penanggung Jawab RS Lapangan dan mencoba mengutarakan permasalahan yang kerap muncul ini. 

Jadid memahami beberapa alasan. Pertama, perusahaan tidak ingin sebagai dituduh klaster baru. Kedua, jika ada satu dua kasus lain, akhirnya perusahaan tersebut terpaksa ditutup dan tidak bisa beroperasi sehingga roda ekonomi terhenti.

Salah satu jalan keluar, jelas Jadid, adalah mencari waktu mengundang perusahaan-perusahaan bersama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Dinkes untuk duduk bersama  memahami permasalahan tersebut secara bersama-sama. Sehingga muncul pemahaman dan tidak saling kurang mendukung. 

Cukup Satu Kali Swab

Biaya swab bagi pasien di rumah sakit sendiri sebenarnya gratis dan ditanggung oleh negara. Jadid memperjelas hal itu.

Sebab, ada beberapa mantan pasien menerima telepon tak dikenal dan meminta sejumlah uang untuk transaksional pembayaran tes.

"Itu kami perjelas. Karena kadang ada yang diakses entah nomor telepon dapat darimana, dihubungi disuruh mbayar. Ada beberapa satu dua kejadian akhirnya sampai kami bikin rilis di kartu nama kami juga gitu. 

"Swab yang harganya Rp 1,5 jutaan itu ditanggung negara," tambahnya. 

Maka dari itu, imbuh Jadid, acuan satu kali swab seperti KMK RI terbaru juga menjadi salah satu prinsip pengelolaan rumah sakit. 

Satu kali swab untuk mengkonfirmasi. Jadi, bukan swab sebagai acuan utama. Sebab di RS Lapangan, hasil swab telah diassesment oleh 8 tim ahli dan 17 dokter. 

"Padahal ada suratnya ditandatangani itu kan nggak abal-abal. Ini hasil assesment bahwa ini termasuk dikonfirmasi dengan swab bahwa ini sudah sembuh ini yang termasuk tidak dipahami oleh pihak luar termasuk perusahaan-perusahaan itu," ungkapnya. 

Pada awal pandemi dulu, WHO memang menerapkan 14 hari isolasi mandiri bagi pasien terkonfirmasi positif. Namun saat ini peraturan tersebut berubah dan didukung pula oleh Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020.

"Sekarang kan sudah muncul baru jadi di kami tiap morning report, tiap minggu juga ada evaluasi besar dan para dokter itu mengupdate terus," ucap Jadid. 

Para dokter mengikuti perkembangan berbagai jurnal internasional. Mulai jurnal Amerika, jurnal Korea, City Values hingga perbaruan ketentuan 10 hari pasca inkubasi atau 10 hari setelah swab pertama.

Jika tidak ada gejala, berarti survivor sudah sembuh dan mendapatkan 4 hari tambahan isolasi mandiri. Jadid memperjelas, bahwa rentang waktu 14 hari cukup untuk menyatakan mereka sudah sembuh tidak menularkan. 

"Jadi bisa langsung masuk kerja. Jadi sampai seperti itu," katanya. 

Para relawan sampai membuatkan surat keterangan riwayat yang bersangkutan. Mulai tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar dari rumah sakit, tanggal swab berikut hasilnya dan lamanya waktu isolasi mandiri.

Setelah itu, pasien sembuh diperkenankan untuk kembali ke masyarakat dan bekerja sebagaimana biasanya serta tetap menjalankan protokol kesehatan supaya tidak tertular kembali. 

Sampai akhirnya relawan pendamping membantu menghubungi pihak perusahaan bahwa mereka (karyawan) sudah pulang. Namun, terkadang ada perusahaan menjadikan alasan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). 

"Jadi semakin ada tekanan. Kita tidak menginginkan seperti itu. Makanya kita kasih tahu, ada mereka yang telepon ke kita, kita edukasi dengan cara yang baik. Alhamdulillah beberapa clear. Dan kita berikan jaminan baik secara sosial seperti ini kita beritahu dan menerima," ungkap Jadid. 

Bahkan ada perusahaan di Surabaya melakukan PHK dengan alasan tersebut. Jadid mengungkapkan, modusnya bermacam-macam. Ada yang memperlama mengulur waktu sehingga karyawan survivor itu dirumahkan, ada pula yang diulur sehingga terima gaji tinggal sepertiga. 

"Temuan seperti itu memang ada. Kita juga gimana ya perusahaan ini mungkin sebagai peluang untuk meng-create model-model seperti itu," tuntas Ketua Pelaksana Program Pendampingan Keluarga Pasien RS Lapangan Indrapura, Radian Jadid terkait permasalahan survivor Covid-19. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES