Peristiwa Nasional

Soal Radikalisme, Ini Kritik Imam Shamsi Ali kepada Menag RI

Rabu, 09 September 2020 - 08:28 | 71.20k
Imam Shamsi Ali. (FOTO: Nusantara Foundation)
Imam Shamsi Ali. (FOTO: Nusantara Foundation)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pendiri Pondok Pesantren Nur Inka Nusantara Madani, Amerika Serikat (AS) Imam Shamsi Ali turut membuka suara dalam pernyataan Menteri Agama (Menag RI) Fachrul Razi soal radikalisme benihnya ada di masjid-masjid, yakni yang boleh jadi penyebarannya melewati ustaz, para hafidz Al Quran dan juga good looking alias tampan.

"Sejak dilantik menjadi Menteri Agama RI memang terasa jika Pak Menteri ini telah menjadikan isu radikalisme sebagai program prioritasnya sehingga seolah Kementrian Agama telah disulap menjadi kementerian penanganan krisis radikalisme di tanah air," ujarnya Rabu (9/9/2020) dalam keterangan tertulis.

Imam besar masjid Islamic Cultural Center (ICC) New York itu, melihat Indonesia memang perlu dan harus serius menangani kemungkinan tumbuhnya radikalisme. Sebab semua setuju jika radikalisme memang bisa menjadi kanker bagi pembangunan sebuah bangsa. Bahkan, kata Shamsi Ali, radikalisme boleh jadi penyebab hancurnya suatu bangsa.

Masalahnya, lanjut Shamsi Ali, radikalisme yang digaungkan selama ini hanya di bidang agama saja. Dan lebih runyam lagi seolah tuduhan radikalisme agama ini tertuju kepada kelompok agama tertentu. Salah satunya Islam. Padahal sejujurnya pada semua kelompok agama ada elemen-elemen yang memang radikal.

Selain itu, menurut Shamsi Ali, radikalisme juga mencakup seluruh aspek ideologi dan gaya hidup manusia. Bahkan ada tendensi terjadi radikalisme Pancasila. Yaitu membangun pemahaman tentang Pancasila di luar batas-batas ketentuan dan kewajaran.

"Salah satu konsekwensi nyata dari radikalisme adalah perasaan paling hebat. Tidak jarang justru terbangun keangkuhan. Radikalisme dalam beragama misalnya membangun sikap paling beragama dan angkuh dalam keagamaan," jelasnya.

Demikian juga radikalisme ideologi Pancasila, itu kata Shamsi Ali justeru mengantar kepada perasaan paling Pancasilais. Potensinya, tumbuh sikap arogansi dengan aksi-aksi intimiidasi kepada mereka yang dianggap kurang atau tidak Pancasilais.

"Saya hanya ingin mengatakan bahwa tuduhan atau minimal kecurigaan radikal kepada para ustaz dan hafidz Al-Quran adalah kecurigaan yang boleh jadi justeru juga salah satu bentuk pandangan radikal tanpa disadari," tegasnya.

"Akhirnya saya ingin mengingatkan, tentu saja dalam kapasitas saya sebagai bagian dari anak bangsa, agar kiranya Kementerian Agama RI kembali memposisikan diri pada posisi keagamaan," tambahnya.

Posisi keagamaan yang dimaksudkan kata Shamsi Ali, tentunya adalah mengedepankan hati, akal, serta nilai kebenaran dan kedailan. Bukan tuduhan dan kecurigaan yang tidak logis dan tidak berdasar.

Selain itu Menag RI  harusnya menyadari bahwa cara terbaik untuk menangani radikalisme di masyarakat bukan dengan pernyataan-pernyataan yang membingunkan, apalagi menyesatkan. Tapi melalui perbaikan mutu pendidikan.

"Pertanyaan yang sesungguhnya perlu direspon oleh Menteri Agama adalah program apa yang telah dicanangkan sehingga mutu pendidikan di madrasah-madrasah atau pesantren-pesantren dapat dipastikan?" katanya.

Tidak hanya itu saja, Shamsi Ali menilai untuk memastikan mutu atau kualitas para muballig dan penceramah, bukan sekedar dengan sertifikasi belaka. Tapi dengan meningkatkan pendidikan dan latihan kepada mereka. Jika perlu Kemenag RI memberikan beasiswa khusus kepada para muballig dan da’i untuk melanjutkan pendidikan dan menambah wawasan.

"Maka pak Menteri (Fachrul Razi), berhentilah melemparkan kata dan wacana yang hanya menambah kekisruhan dan perdebatan. Bangsa ini sudah kenyang dengan hal-hal seperti itu. Masanya melakukan kerja nyata dan solusi yang benar, rasional, imbang, dan berkeadilan bagi seluruh bangsa," ujar Imam Shamsi Ali

Sebelumnya, Kemenag RI dalam waktu dekat memang akan menyelenggarakan program penceramah bersertifikat. Namun, Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menegaskan bahwa program ini bukanlah sertifikasi profesi.

"Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan," katanya Senin (7/9/2020) kemarin.

"Kalau penceramah bersertifikat, ini sebenarnya kegiatan biasa saja untuk meningkatkan kapasitas penceramah. Setelah mengikuti kegiatan, diberi sertifikat," tambahnya.

Selain itu, Kamaruddin juga menjelaskan bahwa pernyataan Menag RI soal good looking itu hanya ilustrasi. Substansi yang harus ditangkap adalah perlunya kehati-hatian pengelola rumah ibadah, terutama yang ada di lingkungan Pemerintah dan BUMN, agar mengetahui betul rekam jejak pandangan keagamaan jemaahnya.

"Statemen Menag RI tidak sedang menuduh siapapun. Menag RI hanya mengilustrasikan tentang pentingnya memagari agar ASN yang dipercaya mengelola rumah ibadah tidak memiliki pandangan keagamaan ekstrem bahkan radikal yang bertentangan dengan prinsip kebangsaan," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES