Politik Pilkada Serentak 2020

KPK RI: 82 Persen Dana Pesta Demokrasi Bersumber dari Sponsor

Selasa, 08 September 2020 - 16:57 | 21.73k
Wakil Ketua KPK RI, Dr. Nurul Ghufron saat melakukan dialog terbuka di Banyuwangi. (FOTO: Agung Sedana/TIMES Indonesia)
Wakil Ketua KPK RI, Dr. Nurul Ghufron saat melakukan dialog terbuka di Banyuwangi. (FOTO: Agung Sedana/TIMES Indonesia)
FOKUS

Pilkada Serentak 2020

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Berdasarkan penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), menyebutkan sebanyak 18 persen dana politik dalam pesta demokrasi berasal dari kantong pribadi. Sisanya, sebanyak 82 persen merupakan dana sponsor.

Wakil Ketua KPK RI, Dr. Nurul Ghufron menyebut, kontestan politik dari setiap tahapan pemilihan di Indonesia, rata-rata hanya bermodal nekat. Baik itu untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Alasannya, banyak dari kontestan yang hanya mengincar posisi menang tanpa memikirkan kedalaman kantong. Sebab itu, banyak dari mereka yang mengais modal untuk berkampanye dari berbagai sponsor. Sehingga, nuansa pemilihan tidak lagi bersifat independen.

"Mahar politik bukan dibayar bakal calon peserta, melainkan dibayar pihak sponsor atau pemodal. Maka pasti ketika duduk menempati posisi jabatan sudah terjerat dan tergadai-gadai," kata Nurul Ghufron, Selasa (8/9/2020).

AKibat menang lantaran dana sponsor, menyebabkan kontestan politik tersebut terbebani utang budi. Sehingga, selama masa jabatannya muncul desakan untuk mengembalikan modal tersebut.

"Meski 18 persen dari dana pribadi, maka sisanya tentu ada beban kepentingan. Jika prosesnya sudah rusak, maka ketika duduk di kursi jabatan berfikir untuk mengembalikan modal. Kalau misal habisnya Rp 30 miliar, kira-kira kapan balik modal," katanya.

Oleh karena itu, KPK RI telah menyampaikannya kepada Presiden RI dan DPR RI serta kepada para pimpinan partai politik. Atas hasil penelitian sebagai bentuk implementasi. Hal ini dimaksudkan agar proses politik menghasilkan figur pemimpin yang diharapkan.

Menurutnya, proses pemilihan secara umum ada tiga pemangku atau penopang kepentingan. Diantaranya penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), kedua peserta pemilu yakni partai politik (parpol) yang mengusung calon, dan ketiga yakni pemilih.  

"Jika ketiganya benar, maka akan bisa tegak. Tapi, jika salah satu putus maka akan tidak seimbang. Ketiga-tiganya harus dibetulkan. Kami sampaikan kepada Presiden bahwa sistem pemilu perlu memperbaiki," jelasnya.

Tidak hanya parpol, penyelenggara dalam hal ini KPU juga harus benar-benar independen. Terbukti, dengan adanya sejumlah penyelenggara pemilihan yang terjaring operasi tangkap tangan.

Tidak cukup itu saja, pemilih dalam pesta demokrasi juga harus diedukasi dan berwawasan politik. Tujuannya agar mereka mengerti bahwa suara yang dibeli itu sama saja dengan menggadaikan hak-hak publik. "Tak jarang banyak kasus OTT di sini. Karena banyak parpol yang tidak perlu capek-capek turun ke lapangan. Mereka cukup beli di KPU sebagai penyelenggara. Maka itu, parpol dan penyelenggara harus kuat. Dan juga pemilih," kata Wakil Ketua KPK RI tersebut. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES