Kopi TIMES

Menyelamatkan Umat dari Benturan Peradaban

Sabtu, 15 Agustus 2020 - 05:36 | 118.16k
Misdar Mahfudz, Ketua IKA FISIB UTM dan Alumnus Magister Sosiologi UNAIR.
Misdar Mahfudz, Ketua IKA FISIB UTM dan Alumnus Magister Sosiologi UNAIR.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Secara subtansial benturan peradaban kali pertama diperkenalkan oleh seorang ilmuwan politik Amerika Serikat, Samuel Huntington dalam buku yang ia tulis The Clash of Civilization and the Remaking of World Order (1996). Huntington menyatakan identitas budaya dan agama seseorang akan menjadi sumber konflik utama di dunia pasca berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan runtuhnya ideologi komunisme. 

Huntington mengelompokkan negara bukan atas dasar  sistem politik ekonomi. Tetapi, lebih berdasarkan budaya dan peradaban. Ia mengidentifikasi sembilan peradaban kontemporer; peradaban Barat, Amerika Latin, Cina, Jepang, Afrika, Hindu, Budha, Islam, dan Kristen Ortodoks. Benturan yang paling keras  menurut bacaan Huntington akan terjadi pada kebudayaan Kristen Barat dan kebudayaan Islam (Fitria, 2009).

Setelah tesis Huntington ini lahir banyak menuai kritik karena dianggap hanya bualan saja. Namun, bila dikaitkan dengan realitas kehidupan budaya muslim saat ini benar-benar menemukan relevansinya. Misal, konflik di Timur Tengah, Irak dan Suriah menjadi konflik yang berkepanjangan hingga saat ini. Di Sampang Madura beberapa tahun yang lalu, Jamaah Syiah diusir rumahnya di bakar hingga saat ini menyisakan luka. 

Ini hanya contoh kecil, masih banyak kejadian konflik di negeri ini. Bahkan setiap pelbagai kejadian atas nama agama tersebut selalu memakan korban. Disinilah letak keegoisan-keangkuhan kita bahwa agama yang mestinya dipahami membawa misi kasih sayang malah direduksi dan didistorsi menjadi kekerasan. Padahal Islam lahir sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Kasus teranyar Sabtu 8 Agustus 2020 bertempat di rumah Alm. Assegap Bin Jufri Kampung Metrodanan, Jalan Cempaka, Pasar Kliwon Kota Surakarta  telah terjadi penyerangan terhadap keluarga Umar Assegaf yang dilakukan oleh kelompok laskar yang mengatasnamakan Islam. 

Mereka melakukan tindakan represif dalam acara  midodareni atau upacara malam sebelum ijab kabul. Penyerangan acara tersebut telah mengakibatkan luka-luka hingga dirawat dirumah sakit. Massa juga merusak tiga mobil dan dua sepeda motor milik keluarga korban (CNN Indonesia, 09/08). Berbagai kasus tersebut menjadi contoh dan menguatkan teori benturan peradaban yang dikembangkan oleh Hungtinton bahwa perbedaan kebudayaan dalam Islam tidak jarang menjadi sumber konflik. 

Namun, secara dejure dan defacto apapun motif penyerangan tersebut selama itu menyangkut kebudayan dan keyakinan-transendental seseorang serta tidak mengganggu orang lain atau keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka, tidak boleh ada penghakiman apa lagi dengan cara-cara represif yang sangat dilarang dan tidak dibenarkan dalam agama manapun termasuk dalam konstitusi kita. 

Perspektif Hukum

Secara yuridis kebebasan beragama sudah dijamin di negeri ini. Sebagaimana Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945: Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Pasal 28E ayat (2)  juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu, dalam Pasal 28I ayat (1) juga dijelaskan bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) pun menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama. Artinya jaminan untuk memilih agama dan keyakinan itu  sudah jelas diatur oleh undang-undang dan tidak ada seorangpun yang diberikan hak untuk melakukan tindakan kesewang-wenangan.

Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam Tuhan memperingatkan secara jelas dan tegas “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka hendaklah kamu perbaiki di antara persaudaraanmu, dan takwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat: 10).

Surat Al-Hujurat tersebut memerintahkan kepada umat Islam untuk bersaudara (mempererat ukhwah islamiyah). Bersaudara berarti saling merangkul bukan memukul, memperingati bukan membenci, tolong menolong bukan ramai-ramai saling memojokkan. Begitulah Islam; indah dan penuh dengan toleransi.

Berteriak allahu akbar. Namun, tidak menghormati hak-hak kemanusiaan maka, sama halnya dengan mencemarkan nama baik penduduk muslim Indonesia di mata dunia. Sebab menjunjung keadaban kemanusiaan adalah sebuah keharusan yang harus diproritaskan dalam beragama.

Kejadian penyerangan terhadap sesasama muslim tersebut jangan disepelekan dan kita abai. Para pemangku kebijakan, tokoh lintas agama, tokoh masyarakat, para akademisi, dan para penegak hukum harus hadir dan duduk bersama untuk menemukan formulasi menyelesaikan konflik yang tidak kunjung usai tersebut. Sebab, bila benturan peradaban sebagaimana teori Huntington tersebut tetap dibiarkan apalagi atas nama agama tanpa ada win win solution yang konkret, menyeluruh, dan berpengaruh masif bukan tidak mungkin akan menjadi bom waktu dan eskalasi konflik akan semakin besar.

Urgensi Moderasi Islam

Disinilah pemahaman moderasi Islam itu dibutuhkan; harus menjadi diskursus dan diimplentasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Moderasi Islam merupakan pemahaman Islam moderat, dengan gagasan menentang segala bentuk kekerasan, melawan fanatisme, ekstrimisme, dan terorisme. Basis teologis moderasi Islam adalah firman Tuhan “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam tengah-tengah.” (QS. Al-Baqarah: 143). 

Islam moderat sebagaimana terkandung dalam ayat tersebut terejawantahkan dalam sikap toleran, damai, dan santun, tidak memaksakan kehendak, keyakinan, dan apa yang menjadi pemahaman seseorang atau kelompok.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita  menerapkan moderasi Islam sebagai obor: tidak hanya dalam tataran diskursus  tetapi, dalam praksis kehidupan masyarakat. Pun tidak hanya dalam akidah, tetapi juga dalam hal ibadah dan muamalah untuk menyelematkan umat dari benturan peradaban. 

***

*)Oleh: Misdar Mahfudz, Ketua IKA FISIB UTM dan Alumnus Magister Sosiologi UNAIR.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES