Olahraga

Kisah Peselancar Ivan Prihandoyo, Si Juara Internasional yang Gagal Jadi Atlet Lokal

Rabu, 12 Agustus 2020 - 16:54 | 144.64k
Ivan Prihandoyo, peselancar Pulau Merah Banyuwangi yang sudah puluhan kali meraih kejuaraan Internasional dan Nasional. (FOTO: Agung Sedana/ TIMES Indonesia)
Ivan Prihandoyo, peselancar Pulau Merah Banyuwangi yang sudah puluhan kali meraih kejuaraan Internasional dan Nasional. (FOTO: Agung Sedana/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Ini adalah sebuah kisah Ivan Prihandoyo, peselancar asal Banyuwangi yang telah puluhan kali meraih prestasi surfing internasional maupun nasional. Namun, dia gagal untuk menjadi seorang atlet profesional di tingkat lokal.

Ivan Prihandoyo (20) atau akrabnya dipanggil Aan  adalah Pemuda asal sekitar pantai Pulau Merah, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Kepada TIMES Indonesia, Aan menceritakan sedikit kisahnya tentang peliknya dunia olahraga selancar di Banyuwangi. Hingga klimaks atas cita-citanya sebagai atlet surfing profesional yang terpaksa kandas dan berakhir sebagai karyawan di perusahaan milik asing di Bali.

Aan, sejak diusianya 4 tahun sudah tertarik dengan olahraga surfing. Sejak itulah, Aan belajar untuk menaiki papan selancar di atas laju ombak di pantai Grajagan, Banyuwangi. Sebelum Aan memasuki bangku pendidikan SMP, dia seringkali berpindah-pindah tempat karena profesi ayahnya sebagai pemandu wisata.

Saat tinggal di Lombok, Aan mengikuti kejuaraan surfing untuk pertama kalinya. Kala itu, Aan menduduki bangku SD kelas 6. Membawa nama Banyuwangi, Aan berhasil meraih podium pertama di kategori 12 tahun kebawah untuk kelas short board.

Peselancar-Pantai.jpg

Hingga akhirnya di usia 12 tahun, Aan menetap di Banyuwangi dan menekuni dunia surfing. Sejak itulah Aan bermimpi untuk menjadi atlet surfing profesional. Bisa membawa nama Banyuwangi di tingkat dunia dan menyabet menyumbangkan emas untuk Indonesia, begitulah mimpi Aan saat itu.

Singkat cerita, mimpi Aan mulai menjadi nyata. Saat dia berhasil membawa nama harum Banyuwangi di event tingkat Internasional. Bersaing dengan peselancar papan atas Asia dan Eropa, Aan berhasil merebut podium di posisi kedua.

"Itu event surfing tingkat internasional pertama yang saya ikuti. Dan alhamdulillah dapat juara 2," kata Aan kepada TIMES Indonesia, Rabu (12/8/2020).

Selanjutnya karir Aan mulai meroket. Ketekunan dalam berlatih dan kedisiplinan membuahkan hasil yang tidak mengingkari usahanya sejauh ini.  Sejumlah event surfing nasional pun sudah sering dia taklukkan. Hampir 100 persen event yang diikutinya pasti diraihnya juara.

Diantara sederet prestasi yang diraihnya, diakui Aan selalu ada kisah pilu yang menyedihkan. Seperti biaya transportasi dan absennya support dari pemerintah daerah.

Masih teringat dengan jelas diingatan Aan, saat mengikuti event surfing tingkat internasional di Kabupaten Pacitan. Dirinya hanya mengantongi uang Rp 50 ribu, makan nasi bungkus dan bermalam di hotel merah putih alias pom bensin.

Dengan tim surfing dari Pulau Merah, dirinya menaiki bis umum untuk pergi bertanding. Papan selancar yang digunakannya pun adalah papan bekas, hasil rekonstruksi dari papan rusak yang sudah disambung sedemikian rupa.

"Waktu itu pas jam sekolah. Tiba-tiba dijemput untuk bertanding. Masih pakai seragam sekolah itu sudah, saya dijemput dan dimintakan izin sama tim Pulau Merah ke kepala sekolah," jelas Aan.

Dikatakan oleh Aan, dirinya dan tim sempat mencoba berpamitan kepada beberapa pejabat pemerintahan. Alih-alih mendapatkan support, justru hanya ucapan 'semoga sukses' dan 'top' yang hanya dikantonginya.

Peselancar-Pantai-2.jpg

Sering juga, bersama tim Pulau Merah dirinya selalu menggalang dana di kawasan wisata tersebut. Bermodal kaleng biskuit, receh demi receh terkumpulkan untuk selanjutnya digunakan biaya transportasi pergi berlaga.

"Gak punya uang saku, dijemput di sekolah, tidur di pom, makan nasi bungkus, naik bis bawa papan bekas. Wah pokoknya saat itu perjuangan banget," katanya.

Sekali lagi, dengan segenap kepiluan yang dialami selama perjalanan, Aan berhasil mengharumkan nama Kabupaten Banyuwangi di tingkat dunia. Aan berhasil membawa pulang juara dengan meraih podium pertama.

Disebutkan, dengan pesatnya industri pariwisata di Banyuwangi tidak sebanding dengan perkembangan dunia olahraga. Terutama surfing. Aan pun sangat menyayangkan kenyataan tersebut. Padahal Banyuwangi memiliki ombak yang dikenal dunia dan calon atlet yang siap dibina menjadi atlet profesional dibawah naungan KONI.

"Jadi atlet profesional itu idaman saya dan teman-teman. Apalagi dibimbing dan dapat dukungan dari pemerintah, tapi rupanya hanya sekedar impian saja. Kenyataan berkata lain," kata Aan.

Sejauh ini bentuk support dari pemerintah daerah yang sudah diterima oleh Aan dan teman-teman peselancar di Banyuwangi hanyalah dukungan mental saja. Untuk dukungan sarana dan prasarana atau naungan secara resmi masih belum ada.

"Meski hanya dapat dukungan doa saja, kita masih bersyukur. Setidaknya kita didoakan tetap sehat. Itu yang paling penting," ucapnya.

Atas dasar kisah selama inilah, kemudian Aan memilih untuk menurunkan jangkar karir di perusahaan asing di Bali. Aan, memutuskan untuk bekerja dengan upah bulanan. Meskipun demikian, Aan masih berharap agar pemerintah daerah menaruh perhatian di olahraga selancar.

Dia berharap, para peselancar di Banyuwangi bisa mendapatkan wadah untuk berprestasi. Mengingat, para peselancar Banyuwangi sudah banyak disegani di wilayah lain.

"Ya semoga saja, adik-adik peselancar yang sudah banyak ini dan jago-jago ini bisa secepatnya diwadahi. Bagaimanapun, kita semua bertekad untuk mengharumkan nama Banyuwangi dan memajukan sektor olahraga surfing ," kata peselancar pantai Pulau Merah, Ivan Prihandoyo. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES