Kopi TIMES

Covid-19, Bermedsos dan Perdamaian Baru

Rabu, 12 Agustus 2020 - 18:03 | 53.07k
Habibah Auni, Mahasiswa Teknik Fisika UGM. Menjabat sebagai Redaktur di Gebrak Gorontalo.
Habibah Auni, Mahasiswa Teknik Fisika UGM. Menjabat sebagai Redaktur di Gebrak Gorontalo.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – New normal atau kenormalan baru, merupakan kehidupan baru yang didambakan jajaran pemimpin kita. Bagi mereka, sudah saatnya manusia hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Sebab, bisa saja berteman dengan virus ini dapat melimpahkan banyak keberkahan dan rezeki. 

Maka dari itu, kita diimbau untuk mematuhi protokol kesehatan selama new normal berlangsung. Alasannya, agar manusia bisa merasa aman saat bersama virus Covid-19 tercinta. Sehingga nantinya ketika masyarakat beraktivitas seperti sedia kala, roda ekonomi dapat bergerak lagi. 
Dengan demikian, menjalin perdamaian dengan virus Covid-19 menjadi hal terpenting untuk segera dilaksanakan. Tentu selain disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan, ada cara yang lain bisa dilakukan untuk menciptakan ketentraman di tengah pandemi. Yang antara lain adalah menciptakan persaudaraan melalui media sosial. 

Latar belakangnya sederhana; yakni meningkatnya penggunaan media sosial selama pandemi, jika merujuk survei yang dilakukan Lembaga Kantar. Dimana tentu saja, perilaku ini berakibat kepada kecanduan netizen akan bermedsos, sehingga penggunaan media sosial di masa new normal, akan jauh lebih tinggi ketimbang sebelum pandemi.

Semakin sering netizen bermedsos, maka rasa cemas, khawatir, ketakutan, bahkan kesehatan mental akan semakin memburuk. Pernyataan ini diperkuat hasil studi Goa et al terkait hubungan antara penggunaan media sosial dengan kesehatan mental selama pandemi. Yang menunjukkan bahwa media sosial berperan penting dalam meningkatkan kasus gangguan mental. 

Apalagi sekarang sedang marak-maraknya konten media sosial yang bernuansa negatif. Mulai dari konten-konten yang bermuatan hoaks, bersifat memecah belah persatuan, hingga berisi ujaran-ujaran kebencian.

Ibaratnya, relasi manusia-media sosial dewasa ini, mirip sekali dengan relasi manusia-virus Covid-19. Tidak dimungkiri kedua bentuk relasi ini sama-sama bikin cemas dan khawatitr. Yang bahkan dapat berdampak terhadap kematian. Kendati untuk kasus relasi manusia-media sosial dampaknya terhadap kematian mungkin tidak dapat dilihat secara langsung. Namun tetap sajadalam konteks kesehatan, kedua relasi ini bersifat sangat fatal.

Kalau menurut penulis, kesalahan bermedsos yang berujung pada memburuknya kesehatan mental ini, terletak pada ketidaktahuan orang-orang dalam menggunakan media sosial di masa new normal. Istilahnya, meningkatnya penggunaan media sosial, tidak diimbangi dengan meningkatnya kesadaran ataupun etika dalam bermedsos. Intinya, yang penulis ingin sampaikan adalah; betapa belum penuhnya kesadaran kita saat bermedsos.

Apa yang dimaksud dengan kesadaran penuh saat bermedsos? Maksud penulis begini; ketika kita memahami betul bahwa virus Covid-19 memaksa kita harus berdamai dengannya, maka dalam bermedsos pun kita juga bakal terpaksa menjaga persahabatan dengan virus Covid-19. 

Implikasinya, kita tidak akan memakai media sosial secara berlebihan. Tidak menjadi penyebar hoaks dan perbuatan kurang baik lainnya. Selain itu, kita juga bakal cermat dalam menelaah konten media sosial. Bahkan, kita – netizen tercinta – akan menjadi pelaku utama dalam menyebarkan kebaikan di media sosial. Mulai dari sering mengunggah konten positif yang mampu memotivasi orang lain, hingga amal-amal kebaikan lainnya.  

Kalau menurut Mutiah dkk (2019), setidaknya terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan guna mewujudkan perdamaian baru dalam bermedsos yang baik, yakni: (1) tidak mengunggah konten dengan kata-kata yang kasar, provokatif, porno, ataupun SARA, (2) tidak memposting artikel yang terindikasi kuat memuat kebohongan, (3) tidak menyalin artikel atau gambar yang mempunyai hak cipta, dan (4) memberikan komentar yang relevan.

Atau alih-alih membuang waktu, kita malah bisa produktif menghasilkan uang, dengan cara memanfaatkan fitur-fitur yang ada di media sosial. Bahkan, kita bisa juga menyemangati tenaga kesehatan, agar mereka tidak lelah berjuang dalam menangkal virus Covid-19.

Oleh karena itu, sudah seharusnya new normal direnungkan kembali. Dengan memahami tujuan dari new normal, maka kita dapat menjalin perdamaian dengan Covid-19. Sehingga new normal nantinya, bisa bermanfaat untuk semua orang. Membumikan konten-konten positif, setidaknya menjadi cara yang paling tepat dalam menjalin perdamaian dengan virus Covid-19! 

***

*) Oleh: Habibah Auni, Mahasiswa Teknik Fisika UGM. Menjabat sebagai Redaktur di Gebrak Gorontalo.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES