Kopi TIMES

[Pasca] Covid-19, Sekolah dan Parenting Bisa Jadi Klaster Normalisasi

Rabu, 12 Agustus 2020 - 17:12 | 59.03k
Choirul Amin, Founder inspirasicendeki.com, Bergiat di Aksara Cendekia Learning Society
Choirul Amin, Founder inspirasicendeki.com, Bergiat di Aksara Cendekia Learning Society

TIMESINDONESIA, JAKARTA – PANDEMI Covid-19 hingga kini belum berakhir, meski persebarannya relatif bisa dikendalikan. Dampaknya yang bisa mempengaruhi kehidupan keseharian, bahkan mungkin hingga beberapa kurun mendatang, perlu dipikirkan agar tidak menyebabkan kemunduran akut di masa depan. 

Didapati, angka persebaran penyakit akibat corona virus desease (Covid-19) ini belum terbendung. Sebagian daerah bahkan menunjukkan tren peningkatan jumlah, baik yang terkonfirmasi positif maupun yang meninggal tersebab virus mematikan ini. Belum lama ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut angka kematian Covid-19 di Malang Raya tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 10 persen. Sementara nasional hanya sebesar 3,1 persen, begitu juga Jawa Timur yang hanya 7 persen. 

Awal-awal munculnya pandemi corona ini, negara cepat hadir menggunakan intervensi kekuasaan dan kewenangannya. Meski agak terlambat dan kerap gagap, pemerintah sigap melindungi bangsa dan warganya, agar tidak menjadi korban begitu saja. Strategi pencegahan diberlakukan untuk sebisa mungkin melokalisir dan memutus mata rantai persebaran Covid-19. Pun, penanganan dan skema antisipatif terhadap berbagai dampak yang ditimbulkan pandemi ini. 

Apa yang sudah dilakukan pemerintah memang sangat penting, terutama mengatisipasi kepanikan dan gejolak meluas di masyarakat. Hingga, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan Darurat Kesehatan yang diberlakukan sampai 2022 mendatang. Kebijakan nasional, berikut turunan perundangannya ini, bisa dipedomani dengan penyesuaian regulasi oleh masing-masing daerah. 

Ya, memikirkan dampak ekonomi dan sosial warga, memang terus diprioritaskan selama masa pandemi ini. Skema refocussing anggaran, termasuk tambahan bantuan sosial (bansos) terus dihitung dan diberlakukan. Terbitnya Permendes PDTT Nomor 7/2020, terkait Prioritas Penggunaan Dana Desa 2020, membuktikan keseriusan pemerintah pada dampak ekonomi pandemi. Sangat mungkin, ini disusul kebijakan baru terkait bansos serupa lainnya. 

Akan tetapi, munculnya tren kasus konfirmasi positif Covid-19 dan pasien meninggal akhir-akhir ini, bisa jadi sebagai ketimpangan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan bersama. Bisa jadi, membentuk kesadaran dan ketahanan warga menghadapi pandemi masih gagal. Tak salah jika Presiden Joko Widodo gusar, dan mengingatkan rakyat akan munculnya gelombang kedua (second wave) tragedi corona. Memprihatinkan memang! 

Perhatian dan proaktif pada pandemi corona ini, pun dilakukan pemerintah hingga kini. Paling anyar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disipilin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Inpres tertanggal 4 Agustus 2020 tersebut, diantaranya mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.

Dalam konteks ini, melindungi kesehatan dan meredam kepanikan warga bisa dikatakan efektif untuk sementara waktu. Namun, dalam aspek lebih luas, perlu dipikirkan kerawanan terjadinya kemunduran atau kemerosotan ketahanan komunal warga. Sebagian pengamat sosial, sudah mengkhawatirkan akan munculnya potensi kerawanan sosial dan ketimpangan baru pascapandemi. Setidaknya, pada tatanan kehidupan warga dan pendidikan anak-anak bangsa di kemudian hari. 

Sekolah, Klaster Penguatan Normalisasi Pascapandemi

Pandemi corona, disadari ataupun tidak telah mengubah tatanan dan kebiasaan (kenormalan) yang ada. Tidak hanya pada semua aktivitas keseharian, juga pada sikap dan perilaku masyarakat, personal maupun komunal. Tak terkecuali, pada aspek perekonomian dan korporasi, serta pendidikan. 

Akhir-akhir ini, atensi publik tengah menguat pada persoalan ketangguhan komunal melalui desa siaga ataupun kampung tangguh. Juga, keprihatinan pada 'ketidaknormalan' yang dialami anak-anak, karena sudah terlalu lama meninggalkan dunia sekolahnya. Bekerja dan belajar di rumah memang jadi pilihan aman di masa pandemi ini. Akan tetapi, lingkungan sekolah juga sebenarnya bisa jadi solusi, menjadi pusat atau klaster untuk memperkuat kesadaran dan ketahanan komunal.

Nah, atensi dan keresahan publik ini yang semestinya juga bisa ditangkap sebagai momen, sekaligus garis depan membangkitkan tatanan kehidupan baru. Perhatian bersama (common sense) menjamin kesehatan dan kelangsungan pendidikan ini, bisa dikelola sebaik mungkin sebagai bentuk penguatan ketahanan yang lebih luas pada warga masyarakat. 

Alih-alih melibatkan walimurid dan masyarakat terkait pembelajaran di sekolah di masa pandemi ini, penyadaran akan lebih efektif dilakukan. Tak semata soal protokol pencegahan covid-19, melainkan juga memberi pemahaman utuh soal kesehatan, deteksi pencegahan, hingga skema pengendalian dan penanganan korban corona. Jika ini bisa dilakukan lebih serius, akan lebih efektif dan mengena hasilnya, daripada harus menunggu kumpulnya warga ketika ada program penyaluran bansos misalnya. 

Sekadar ilustrasi, untuk memastikan kenyamanan dan keselamatan anak didik, masyarakat bisa dibangun partisipasi aktifnya melalui kegiatan parenting paguyuban kelas. Sebagai pancingan, lingkungan sekolah bisa didisain dan disimulasikan menjadi sekolah yang benar-benar aman Covid-19. Protokol kesehatan diberlakukan, mulai anak berangkat sekolah hingga pulangnya. 

Pola pikir orang tua siswa dibentuk, bahwa soal kesehatan bukan urusan individu, melainkan kepentingan bersama. Pun, soal kelangsungan pembelajaran yang aman dan ramah kesehatan. Di forum-forum parenting ini, semua pihak dari lintas sektor bisa masuk, menjadi bagian dari program membangun kesadaran dan ketahanan bersama melalui klaster sekolah atau pendidikan ini. 

Lingkungan sekolah sebenarnya sudah lebih siap soal ini. Bertahun-tahun sebelum pandemi corona terjadi, lingkungan sekolah sudah dibiasakan dengan kesehatan, melalaui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Lingkungan Sekolah Sehat atau pun Adiwiyata. Belakangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga memberi keleluasaan atau relaksasi pemanfaatan dana BOS untuk sarpras penunjang pencegahan COVID-19. Bahkan, disain kurikulum terkait pandemi ini juga sudah dimasukkan sebagai konten materi pelajaran. 

Hal serupa bisa dilakukan di lingkup komunitas, arisan warga, atau kegiatan posyandu. Tak sekadar kumpul-kumpul, namun warga juga mestinya mendapatkan pemahamam, penguatan sensibilitas dan keberdayaan, hingga ketahanan dan daya juangnya. Di masa pandemi ini, muatan kegiatan sosial, parenting dan posyandu ini bisa diperluas, untuk lebih memberikan penyadaran. Jangan sebaliknya, mati suri dan dilakukan sekadarnya. 

Sekali lagi, ketahanan komunal kewargaan memang harus terus dipastikan. Kepekaan situasional dan kesadaran kolektif publik di masa pandemi Covid-19 ini seyogyanya terus dibangun dan dikelola dengan baik, terutama pemangku kepentingan daerah, dalam lingkup wilayah paling kecil sekalipun. Dalam konteks ini, sebanyak mungkin unsur bisa terlibat dan digerakkan bersama-sama. Saling sinergi mengedepankan kepentingan dan tanggung jawab bersama. 

***

*) Oleh: Choirul Amin, Founder inspirasicendeki.com, Bergiat di Aksara Cendekia Learning Society. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES