Peristiwa Daerah Bencana Nasional Covid-19

Melihat Kehidupan Kaum Marginal di Kampung 1001 Malam Surabaya di Tengah Pandemi

Rabu, 12 Agustus 2020 - 09:46 | 317.13k
Kehidupan warga di Kampung 1001 Malam, Tol Dupak Surabaya, Rabu (12/8/2020) (Foto : Farida Umami/TIMES Indonesia)
Kehidupan warga di Kampung 1001 Malam, Tol Dupak Surabaya, Rabu (12/8/2020) (Foto : Farida Umami/TIMES Indonesia)
FOKUS

Bencana Nasional Covid-19

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Wabah pandemi Covid-19 membawa dampak luar biasa bagi kehidupan sosial maupun ekonomi. Beragam masyarakat dari berbagai status sosial terkena dampaknya. Lalu bagaimana kehidupan para kaum marginal yang seolah terpinggirkan di kota Metropolis Surabaya ketika pandemi berlangsung? TIMES Indonesia menelusuri sebuah perkampungan yang akrab disebut sebagai Kampung 1001 Malam.

Memasuki area perkampungan tersebut, kami harus menapaki jalan kecil yang hanya mampu dilewati oleh satu motor saja. Pemandangan sungai kumuh berwarna gelap dan berbau menyengat adalah hal yang pertama kami lihat.

Kampung-1001-Malam-2.jpg

Gerbang awal untuk memasuki kampung ini, kami harus masuk ke sebuah lorong gelap di bawah tol Dupak. Kami harus menunduk sambil mengucap salam kepada para warga yang tinggal di kawasan tersebut hingga sampailah pada sebuah pintu masuk bernama Kampung 1001 Malam.

Kami menjumpai warga yang ada di Kampung 1001 Malam sebelum akhirnya diarahkan untuk bertemu dengan tetua kampung ini yang akrab disapa Bejo atau Mbah Jo. Mbah Jo kemudian bercerita bahwa dirinya merupakan warga yang pertama kali berada di kampung tersebut berpuluh-puluh tahun yang lalu.

”Kami ini sampai saat ini dianggap sebagai warga liar, padahal kami ini disini juga warga pribumi bukan orang lain. Masyarakat di sini kebanyakan berasal dari Jawa Timur dan saat ini kami sudah ber-KTP kota Surabaya,” cerita mbah Jo kepada TIMES Indonesia, Rabu (12/8/2020).

Bahkan menurut mbah Jo, segala upaya untuk mendapatkan pengakuan telah dilakukan. ”Kita ikut RT kampung sebelah, tapi kita inginnya memiliki RT sendiri di sini agar jika ada bantuan kita juga dapat,” imbuhnya.

Mbah Jo bahkan meminta bantuan kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa agar mendapatkan pengakuan tentang status tempat tinggal yang mereka huni saat ini.

“Kepada Gubernur Jawa Timur, saya meminta tolong agar kami ini diperhatikan. Kami juga warga Jawa Timur dan warga pribumi. Mohon bantuannya,” ujar mbah Jo.

Kampung-1001-Malam-3.jpg

Selepas mengunjungi mbah Jo, kami kemudian berkeliling. Tawa sumringah anak-anak sedang bermain sepak bola di tengah tanah lapang yang tidak terlalu luas terdengar. Kami pun berbincang dengan para warga.

Mayoritas profesi dari warga Kampung 1001 Malam adalah pemulung dan pengemis. Selain itu pekerjaan-pekerjaan serabutan seperti penambal ban, tukang, dan penjual makanan adalah kegiatan yang sehari-hari dilakukan. Fitri warga Kampung 1001 Malam mengatakan bahwa pandemi Covid-19 sangat berdampak pada kegiatan mereka secara ekonomi.

“Selama pandemi kemarin kita gak bisa keluar, apalagi suami saya sehari-hari kerjanya memulung kalau seperti ini ya tidak ada penghasilan karena sekarang harga barang rosokan sedang sangat turun. Jadi sekarang seminggu hanya bisa memperoleh uang sejumlah Rp. 100 ribu saja,” ujar Fitri.

Berbeda dengan sebelum pandemi. Dalam satu minggu, penghasilan suaminya bisa sampai Rp300 ribu. Apalagi saat ini untuk sekolah daring dirinya dan suami harus ikut menafkahi keponakannya yang saat ini yatim piatu.

“Ada keponakan saya, kemarin sekolah daring jadi ya kami kredit hp untuk dia bisa tetap sekolah. Kalau cukup gak cukup untuk makan ya dicukup-cukupkan. Makanya untuk membantu melunasi kredit HP dan mencukupi kebutuhan hidup keluarga terlebih ada orang tua yang sedang sakit juga ikut saya jadi saya ngemis di jalan-jalan setiap hari Sabtu dan Minggu,” ujarnya sambil berkaca-kaca. Fitri mengatakan, kondisi serba kekurangan juga dialami oleh mayoritas warga.

Di sekeliling lokasi Kampung 1001 Malam banyak kardus bekas yang ditumpuk-tumpuk hingga menggunung. Warga mengatakan, bahwa penjualan barang bekas yang menurun sampai kadang tak laku membuat mereka menumpuk hasil pulungan tersebut. Warga Kampung 1001 Malam berharap mendapat bantuan demi kelangsungan kehidupan mereka di masa mendatang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES