Kopi TIMES

Governmentality dan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar

Senin, 10 Agustus 2020 - 22:32 | 319.77k
Ghozian Aulia Pradhana, PhD Student Media Studies, University of Malaya.
Ghozian Aulia Pradhana, PhD Student Media Studies, University of Malaya.

TIMESINDONESIA, KUALA LUMPUR – Salah satu strategi pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 adalah dengan menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Menurut PP Nomor 21 tahun 2020, PSBB berarti pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19.

Berbeda dengan pemberlakuan lockdown di beberapa negara dengan membatasi pergerakan, keramaian, kerumunan di tempat umum demi keselamatan bersama, sehingga mensyaratkan masyarakat agar tinggal di rumah dan bekerja dari rumah.

Pembatasan dalam kebijakan PSBB memberikan ruang untuk kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah serta pemenuhan kebutuhan dasar. Jadi masyarakat masih dapat beraktivitas dengan pertimbangan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Sayangnya kebijakan PSBB yang dipandang sebagai instrumen untuk mengatur tubuh sosial (populasi) cenderung gagal. Penetapan PSBB selayaknya berfungsi untuk mengontrol dan mengendalikan sumber daya atau populasi untuk keamanan dan kepentingan negara. Manakala penyebaran Covid-19 yang bersifat luar biasa dan ditandai dengan jumlah kasus serta kematian yang terus meningkat berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat.

Artikel ini ingin memeriksa bagaimana relasi kekuasaan untuk mendisiplinkan masyarakat demi menekan penyebaran Covid-19. Di sisi lain, kebijakan PSBB, perangkat yang mengatur ketertiban masyarakat dinilai gagal sebagai model disciplinary power.

Peran Negara dalam Governmentality

Peran negara melalui kekuasaan telah mempengaruhi kehidupan sosial. Kekuasaan muncul dalam berbagai bentuk untuk mendisiplinkan manusia tanpa merasa ditindas dalam sistem dominasi. Melalui apa yang disebut governmentality dalam gagasan Foucauldian, seharusnya PSBB bisa berhasil sebagai instrumen kekuasaan untuk menekan penyebaran Covid-19.

Mekanisme kuasa berfungsi melampaui metode penindasan. Ia melekat pada pengetahuan politik ekonomi dalam koteks masyarakat sebagai tubuh sosial. Oleh karena itu, governmentality adalah perluasan model kekuasaan pada level negara, membicarakan governmentality, artinya membicarakan isu tentang keamanan serta usaha mengontrol dan mengendalikan populasi untuk kepentingan negara.

Namun, pengembangan konsep 'populasi', dan lebih khususnya penyebarannya dalam rasionalitas pemerintahan, harus dibedakan dari konsep sebelumnya 'kepadatan penduduk' dan pekerjaan yang dipertahankannya baik dalam teori dan praktik politik. Kedua konsep ini pada gilirannya harus dibedakan dari konsep di tengah-tengahnya: 'tubuh sosial' atau 'tubuh kolektif'. Kata 'populasi' digunakan oleh Foucault untuk merujuk pada konsep tubuh sosial. Kata ini mengacu pada badan kolektif atau sosial dalam diskusi bio-politik (Curtis, 2002).

Penggunaan instrumen kebijakan dalam governmentality untuk mengontrol tubuh sosial juga memerlukan produksi wacana dan produksi pengetahuan. Wacana yang muncul dalam kebijakan PSBB adalah kesejahteraan masyarakat. Meski demikian, ruang lingkup pembatasan dirasa ambigu bagi masyarakat. Ketidaktegasan implementasi kebijakan pada akhirnya dimaknai oleh masyarakat sebagai kebijakan yang tidak stabil, dan mendorong banyaknya pelanggaran.

Pengetahuan diproduksi dan dituangkan dalam kalimat pembatasan justru kontraproduktif dengan wacana kesejahteraan masyarakat. Wacana tersebut diproduksi dalam aturan kebijakan PSBB.  Memicu perdebatan di masyarakat antara memaknai arti “dibatasi” dengan dorongan memenuhi kebutuhan hidup. Apa ukuran pembatasan kegiatan keagamaan? Bagaimana mendisiplinkan masyarakat dan menerapkan pembatasan di tempat umum?.

Kegagalan PSBB Sebagai Instrumen Kuasa

Pemerintah gencar melakukan strategi pemulihan ekonomi, alih-alih didahului penanganan krisis kesehatan. Akibatnya banyak tenaga medis berguguran setiap hari, kurva pandemi terus naik, rumah sakit kewalahan dengan semakin membludaknya pasien Covid-19. Di sisi lain tempat pariwisata dan transportasi umum perlahan dibuka kembali dengan dalih kesejahteraan ekonomi.

Indonesia harusnya belajar dari penerapan lockdown di negara tetangga. Malaysia misalnya, sejak 18 Maret hingga 9 Juni menerapkan Movement Control Order dalam beberapa tahap seperti Conditional Movement Control Order dan Recovery Movement Control Order. Meski perekonomian babak belur selama masa MCO, Malaysia terbukti dapat dengan signifikan menekan angka peningkatan pasien dan kematian akibat pandemi Covid-19. Sehingga, tahapan berikutnya beralih fokus pada pemulihan ekonomi.

Menurut Foucault, kekuasaan seharusnya produktif. Targetnya adalah kepatuhan. Tetapi, seraya tumpang tindihnya peraturan penangan Covid-19, menunjukan semakin lemahnya kedudukan kekuasaan. Kegagalan pemerintah selain mengupayakan kebijakan hanya sebatas himbauan, juga disebabkan oleh sulitnya menjangkau rasionalitas perindividu. Silang selimpat mengharapkan kepatuhan individu dari kebijakan yang berubah-ubah.

Governmentality adalah bentuk rasionalisasi dari bagaimana kekuasaan diinternalisasi dalam tubuh sosial. Artinya negara mengatur tindakan atau perilaku masyarakat dengan cara meninternalisasikan penundukan agar menjadi populasi yang patuh. Relasi negara-masyarakat dapat dilihat dari cara negara mengontrol populasi.

Praktik governmentality adalah bentuk kontrol diri yang menghasilkan kemungkinan pilihan tindakan individu. Jadi, melalui mekanisme kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mengandaikan kapasitas otonom individu melakukan kontrol diri. Harapannya menimbulkan kepatuhan. Masalah utamanya bukan untuk menyelidiki apakah praktik-praktik sesuai dengan rasionalitas, "tetapi untuk menemukan rasionalitas seperti apa yang mereka gunakan" (Lemke, 2002). Seharusnya pemerintah melalui mekanisme governmentality, berupaya memproduksi pengetahuan dan dituangkan dalam instrumen kebijakan yang mengedepankan strategi testing dan contact tracing.

***

*)Oleh: Ghozian Aulia Pradhana, PhD Student Media Studies, University of Malaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES