Peristiwa Daerah

Harga Anjlok, Petani Tomat di Pagaralam Menjerit

Jumat, 07 Agustus 2020 - 18:30 | 140.48k
Petani tomat di Dusun Jambat Akar membuang tomat hasil panen ke tengah jalan Pesirah Ratu Seniun. (Foto: Asnadi/ TIMES Indonesia)
Petani tomat di Dusun Jambat Akar membuang tomat hasil panen ke tengah jalan Pesirah Ratu Seniun. (Foto: Asnadi/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PAGARALAM – Gegara tomat hasil panen dihargai Rp 300/Kg, petani di Dusun Jambat Akar Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam tak terima. Mereka menjerit dan menggelar aksi protes Jumat (7/8/2020). Para petani menumpahkan, menginjak dan melindas tomat hasil panen mereka.

Aksi itu digelar di Jalan Pesirah Ratu Seniun sekira pukul 08.00 WIB. Setidaknya ada lima kotak tomat yang dibuang begitu saja di pinggir jalan. Badan jalan sempat memerah lantaran terkena cairan tomat.

Aksi ini mendapatkan pengamanan dari aparat Polsek Dempo Utara. Aksi berjalan kondusif. Setelah aksi petani kembali lagi ke rumah masing-masing. Sisa tomat dibiarkan begitu saja di pinggir jalan.

"Ini bukan lagi anjlok tapi pindah harga. Sebab harga nota di Palembang (harga jual di pasar Jakabaring) mencapai Rp 2000/Kg," ujar Emriadi, seorang petani tomat Dusun Jambat, ketika ditemui di sela-sela aksi.

"Artinya, ada selisih harga yang jauh dari pedagang dengan petani," katanya pula.

Menurut Emriadi, dengan harga sebesar Rp 300/Kg, tidak ada keuntungan yang didapat petani. Yang ada adalah kerugian di depan mata. Sebab modal untuk satu batang tomat saja, dia berkata, Rp 550. Maka idealnya, lanjut dia, harga tomat di tingkat petani adalah Rp 1000/Kg.

"Kalau harganya Rp 1000/Kg, kami masih dapat untung," ucapnya.

Emriadi berharap aksi petani tomat ini dapat didengar pemerintah. Dengan demikian mereka bisa mencarikan solusi. Emriadi menyarankan, supaya pemerintah menampilkan harga sayuran tiap hari secara daring maupun dipasang di papan pengumuman.

"Ini supaya petani dapat memantau pergerakan harga sayur setiap hari. Informasi harga ini sangat penting," katanya.

Harga Rp 300/Kg membuat Kurman, petani tomat lainnya di Dusun Jambat Akar menunda masa panen. Padahal tomat milik Kurman sudah siap untuk dipanen. Ia lebih memilih membiarkan tomatnya sampai masak. Sebab Kurman mengatakan, kalaupun di panen tetap akan rugi.

"Saya punya 600 batang tomat. Dengan harga Rp 300/Kg, kerugiannya sekira Rp 5 juta," ucapnya.

Monok, petani tomat lainnya mengatakan, dengan harga Rp 300/Kg membuat petani tak mendapatkan keuntungan apapun. Modal, katanya tak kembali. Malahan rugi yang didapat.

"Besarlah pengeluaran ketimbang pemasukan," katanya. Bila kondisi ini berlangsung lama, Monok sudah berancang-ancang mengganti tomat dengan sayuran jenis lainnya.

Daya Beli Menurun

Robert, seorang agen sayur di samping pasar Terminal Nedagung tak menampik, harga tomat di tingkat petani mengalami penurunan. Ia mengatakan, anjloknya harga tomat ini karena faktor daya beli konsumen utama di Palembang menurun lantaran pandemi Covid-19.

Kondisi ini lanjut dia, diperparah  dengan turunnya harga komuditas perkebunan seperti karet. "Pembelinya sedikit, sementara barangnya banyak. Harga otomatis turun," ujarnya, saat ditemui kemarin.

Itulah sebabnya Robert memastikan, anjloknya tomat bukanlah kesalahan agen. Ia bilang, membeli tomat dari petani Rp 300-Rp 500 Kg lalu dijual lagi ke Pasar Jakabaring Palembang dengan harg Rp 1500/Kg. Mengapa bisa mahal?

"Karena agen harus membeli keranjang, membayar upah angkut di Pagaralam dan Palembang. Kemudian ditambah ongkos kirim," katanya. 

Dari hasil penjualan ini lanjut Robert, keuntungan yang didapat maksimal Rp 100/Kg. "Kalau agen, dapat untung Rp 75/Kg, itu sudah sangat besar," katanya lagi.

Pasokan tomat dari petani ke agen di samping Terminal Nendagung Pagaralam sendiri masih berjalan. Silih berganti mobil yang mengangkut keranjang berisi aneka sayuran-termasuk tomat- masuk ke dalam lokasi ini. Selanjutnya keranjang berisi sayuran ini dimasukkan ke dalam bak truk.

Terpisah, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kota Pagaralam Jhonsi Hartono Amd memperkirakan, anjloknya harga tomat dikarenakan pasokan yang melimpah ke pasar Jakabaring. Pasokan ini juga berasal dari luar Pagaralam. "Sehingga pasar Jakabaring banjir tomat," ucapnya.

Maka, Jhonsi menambahkan, solusinya adalah dengan melakukan pemetaan wilayah. Tiap wilayah tak boleh seragam menanam sayuran. "Jangan nanam cabai, cabai semua. Kubis, kubis semua," ucap Ketua KTNA Kota Pagaralam. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES