Peristiwa Daerah

Sengketa Tanah Bikin Anak Usir Ibu Kandung di Probolinggo, Ini Penjelasan Ahli Fikih

Jumat, 07 Agustus 2020 - 17:23 | 131.31k
Nenek Surati (kanan) yang diusir dan digugat anak kandungnya.(FOTO: Dicko W/TIMES Indonesia)
Nenek Surati (kanan) yang diusir dan digugat anak kandungnya.(FOTO: Dicko W/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Kasus tanah sengketa yang membuat anak usir ibu kandung di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur hingga kini masih ramai menjadi perbincangan publik. Terkait kasus yang melibatkan Surati (66) dan putranya Naise (44) ini, ahli Fikih waris dan hibah, Dr KH Moh Romzi Al-amiri Mannan buka suara.

Menurut Moh Romzi, anak kandung tersebut tidak tahu etika berterima kasih terhadap ibunya. Ia juga menyebut, kasus itu adalah Hibah.

Seperti diketahui, Surati itu mendapat Hibah dari ibunya bernama Sitrap, atau nenek dari Naise. Lalu Surati, mensertifikatkan tanah itu atas nama Naise. Jadi langkah ceroboh yang dilakukan Naise, itu sangat salah sampai mengusir dan menggugat ibunya (Surati) ke Pengadilan.

"Langkahnya sangat fatal jika seperti itu. Selama ada kerabat yang dekat seperti Surati, ialah yang berhak atas warisan. Dan kalau Hibah, Surati bisa menarik kembali tanah itu. Karena jika warisan dan Hibah itu beda, dalam hukum Islam pun beda," katanya kepada TIMES Indonesia, Jumat (7/8/2020).

Ia menjelaskan, kalau pemberian atau Hibah bisa ditarik kembali selama barang masih ada. Kalau warisan tidak boleh diambil lagi. Kalau Hibah tidak ada aturan dari Islam, tapi kalau warisan ada aturan di Islam.

Pria yang juga Mudir Ma'had Aly Nurul Jadid Paiton ini menyampaikan, jika itu tanah warisan bahwa untuk menetapkan siapa yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang, anggota-anggota keluarga si meninggal, dibagi dalam berbagai golongan.

Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak mewarisi semua harta peninggalan. Sedangkan anggota keluarga lain tidak mendapat bagian apapun.

Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama, barulah orang-orang yang termasuk golongan kedua tampil ke muka sebagai ahli waris, dan seterusnya.

Golongan I: suami/isteri yang hidup terlama dan anak/keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata), Golongan II: orang tua dan saudara Pewaris, Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris

Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Sementara jika itu Hibah. Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

"Menurut Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (KHI), adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki," terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Surati, warga Dusun Tancak, Desa Ranuagung, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, harus tinggal dan hidup di rumah dari anyaman bambu.

Itu setelah ia diusir anak kandung sendiri yakni Naise (44). Bahkan kini ia digugat ke PN (Pengadilan Negeri) Kraksaan, Rabu (5/8/2020) perkara tanah sengketa. Ia sedikit bercerita tentang dirinya kenapa diusir oleh putri kandung sendiri.

Nenek berusia 66 tahun di Kabupaten Probolinggo ini terpaksa membangun rumah semi permanen dari bambu setahun lamanya, sejak awal 2019 lalu. Kini tindakan Naise, disesalkan dan menjadi perbincangan karena ia sebagai anak usir ibu kandung dan menggugatnya terkait tanah sengketa itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES