Kopi TIMES

Solusi Masalah Daftar Pemilih Jelang Pilkada

Jumat, 07 Agustus 2020 - 13:00 | 71.90k
Penulis Fatkurohman, S Sos Jurnalis TIMES Indonesia dan Penggiat Opini Publik Kepemiluan. (Foto: Rochman/TIMES Indonesia)
Penulis Fatkurohman, S Sos Jurnalis TIMES Indonesia dan Penggiat Opini Publik Kepemiluan. (Foto: Rochman/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PALEMBANG – Kesempatan yang baik ketika saya diundang dalam Focus Group Discussion (FGD) Pilkada 2020 di sejumlah daerah di Sumatera Selatan baik sebagai moderator maupun sebagai partisipan narasumber yang konsen terhadap opini publik. Sebagai jurnalis tentu senang untuk mencurahkan pikiran-pikiran yang selama ini diserap tidak semua diterjemahkan dalam tulisan.

Berbagai persoalan mengemuka terkait penyelenggaran Pilkada terutama di tengah pandemi Covid-19. Mulai dari daftar pemilih, potensi kerawanan pilkada hingga dinamika demokrasi lokal. Misalkan saat FGD Pilkada Kabupaten Penungkal Abab Lemagang Ilir (PALI) persoalan Daftar pemilih baik dari Pemilu Ke Pemilu atau Pilkada ke Pilkada masih menjadi masalah mendasar. Hal ini harus menjadi catatan terutama dalam pemutahiran data pemilih yang akan dipakai dalam pilkada 2020 ini.

Pemutahiran data pemilih (PDP) Pilkada 2020 merupakan data pemilih hasil sinkronisasi daftar pemilih tetap (DPT) pemilu terakhir (2019) dengan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4). Dari data tersebut Panitia PDP (PPDP) melaksanakan tugas dengan berkeliling kampung sambil membawa formulir A-KWK dan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit).

Fatkurohman-b.jpg

Yang dicoklit oleh PPDP yakni mencatat Pemilih yang telah memenuhi syarat, tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih. Kemudian memperbaiki data Pemilih apabila terdapat kekeliruan.

Mencatat keterangan Pemilih berkebutuhan khusus pada kolom jenis disabilitas. Selanjutnya mencoret Pemilih yang telah meninggal, mencoret Pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain, mencoret Pemilih yang telah berubah status dari status sipil menjadi status anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, mencoret Pemilih yang belum genap berumur 17 (tujuh belas) tahun dan belum kawin/menikah pada hari pemungutan suara, mencoret data Pemilih yang telah dipastikan tidak diketahui keberadaannya dan mencoret data Pemilih yang tidak dikenal.

Kemudian, mencoret pemilih yang sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, mencoret Pemilih yang berdasarkan KTP-el atau Surat Keterangan bukan merupakan penduduk setempat, dan mencoret pemilih yang tidak sesuai antara informasi TPS awal yang ada pada formulir Model A-KPU untuk disesuaikan dengan TPS terdekat berdasarkan domisili alamat Pemilih dalam lingkup satu wilayah kelurahan/desa.

Dari persoalan PDP berdasarkan kajian opini publik, berbagai masalah sering muncul tentang daftar pemilih selama proses pemutakhiran. Pada proses pemutakhiran data pemilih permasalahan yang terjadi diantaranya masih banyak ditemukan pemilih yang memenuhi syarat tetapi tercecer tidak terdaftar sebagai data pemilih, pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar sebagai data pemilih, Pemilih yang tidak jelas keberadaannya, pemilih yang sudah meninggal masih tercatat sebagai data pemilih, pemilih tercatat ganda dan data Kependudukan pemilih yang tidak lengkap.

Yang paling menonjol dalam bahasan tersebut yakni pemilih ganda, pemilih belum perekaman e-ktp, pemilih yang sudah meninggal dan pemilih pemula.

Tidak hanya di Kabupaten PALI, didaerah lain persoalan seperti ini juga persoalan klasik dalam momen pemilu dan pilkada dengan masih ditemukannya adanya pemilih ganda tetapi stakholder terkait tidak berani membersihkan karena data kependudukan lengkap terbentur mekanisme aturan.

=

Ada warga yang belum cukup umur tetapi namanya masuk dalam daftar pemilih, ada warga yang sudah meninggal kemudian namanya masuk dalam daftar pemilih, ada juga yang sudah pindah domisili tetapi namanya tetap tercantum dalam daftar pemilih bahkan ditemukan juga nama, NIK, tanggal lahir, alamat semuanya jelas tertulis dalam daftar pemilih tetapi faktanya warga tersebut tidak pernah ada.

Dari permasalahan tersebut, apa yang terjadi apabila nama dalam daftar pemilih tetapi sebenarnya warga tersebut sudah meninggal, namanya ganda, sudah pindah domisili, sudah beralih statusnya ke anggota TNI/Polri, belum cukup umur, atau bahkan ada warga tersebut sama sekali tidak dikenali, kemudian ada oknum yang mencoba menggunakan nama-nama tersebut sebagai pemilih untuk memilih calon tertentu.

Tentu potensi ini tetap ada sangat patut diwaspadai, jangan sampai hal ini terjadi karena jelas akan ada suara bermasalah dan jadi sumber konflik. Kita tentunya berharap persoalan ini tidak terjadi lagi pada pilkada serentak tahun 2020.

Sebaiknya stakeholder terkait dalam hal.ini KPU perlu memikirkan solusi jangka pendek dan jangka panjang. Solusi jangka pendek dapat dilakukan oleh penyelenggara teknis dalam hal ini KPU untuk mempersiapkan kerangka teknis dalam sistem pengendalian internal untuk menjadi alat mekanisme kontrol pemutakhiran data pemilih.

Bentuknya dalam cek list mendalam apa yang telah dilaksanakan selama coklit dengan melibatkan unsur Disdukcapil sebagai pengelola data sekaligus pembersihan pemilih bermasalah hingga paling minimal dengan mempertimbangan catatan-catatan sektor pengawasan dalam hal ini Bawaslu sebagai stakholder pengawasan.

Permasalahan-permasalahan hasil coklit yang terekam dalam pengendalian pengawasan internal KPU dan Pengawasan Bawaslu juga sekaligus bisa jadi masukan bagi disdukcapil untuk pembenahan data kependudukan terutama terkait pemilih yang telah memunuhi syarat tapi belum perekaman e-ktp sehingga tidak masuk dalam DPT.

Sementara, Solusi jangka panjang sangat tergantung dari political will pemerintah membenahi sistem kependudukan terutama Program single identity number harus segera diselesaikan agar tertib kependudukan kita makin baik, bahkan kedepan sangat dimungkinkan penggunaan KTP-Elektronik sebagai satu-satunya syarat memilih di TPS.

Sampai kapan, KPU tidak lagi mengacu kepada Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diterima Kemendagri, karena tidak bisa kita pungkiri bahwa permasalahan daftar pemilih bersumber dari data kependudukan yang kemudian dijadikan acuan KPU yang kemudian dijadikan sebagai daftar pemilih masih bermasalah. Kalau hulunya sudah bermasalah sejak awal, sangat besar kemungkinan maka hilirnya juga akan bermasalah. Penggunaan data kependudukan pelayanan untuk kepentingan daerah dimasa lampau sebelum era E-KTP masih menyisakan persoalan diantaranya data kependudukan ganda. Pembersihan ini akan sulit jika nomor identitas tunggal belum dituntaskan.

Sebagai masukkan dan perbaikan daftar pemilih dimasa transisi era data kependudukan, khusus pengawasan daftar pemilih sebaiknya dibutuhkan kebijakan pengawasan bersama tidak hanya Bawaslu. Komitmen ini dimulai dari dari pusat hingga daerah melibatkan dukcapil, Bawaslu, KPU termasuk parpol atau kandidat. Instrumen pengawasan bersama ini untuk mengukuhkan titik terang perbaikan Daftar Pemilih hasil coklit yang jadi pijakan pilkada nantinya sehingga tidak jadi sumber potensi konflik diakhir pasca pilkada.

Selain pemilih, Parpol atau kandidat adalah pihak paling berkepentingan terhadap data pemilih karena parpol ingin dipilih pemilih saat pemilu, kandidat ingin dipilih saat pilpres atau pilkada. Untuk itu daftar pemilih sering jadi salah satu instrumen ketidakpuasan politik pasca pilkada dalam bentuk gugatan sengketa hasil pilkada. Oleh karena itu kedepan perlu terobosan aturan untuk melibatkan pihak yang berkempentingan terhadap daftar pemilih dalam hal ini parpol atau kandidat untuk ikut bersama menyepakati, membahas perbaikan data pemilih bersama disdukcapil, bawaslu, KPU untuk mewujudkan titik terang daftar pemilih yang faktual agar potensi pemilih bermasalah semakin banyak diminimalisir.(*)

*) Penulis : Fatkurohman, S Sos Jurnalis TIMES Indonesia dan Penggiat Opini Publik Kepemiluan

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : Palembang TIMES

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES