Politik

Emmelia Simorangkir: Antara Media dan Politik

Selasa, 04 Agustus 2020 - 23:59 | 102.63k
Sosok Emmelia Simorangkir. (Foto: Dok.Pribadi)
Sosok Emmelia Simorangkir. (Foto: Dok.Pribadi)

TIMESINDONESIA, SURABAYAEmmelia Simorangkir. Politikus Partai Demokrat Provinsi Papua Barat bertangan dingin ini pernah menjadi sosok pengantar kejayaan Harian Umum Fajar Papua. 

Namun, koran paling berpengaruh di Sorong itu tenggelam pasca ia memilih fokus terjun dalam dunia politik. 

Emmelia mengantar harian umum Fajar Papua sebagai salah satu koran perintis terbesar dan mampu meraih kejayaan di Papua Barat selama satu dekade silam. Ia berperan sebagai pemilik sekaligus pemimpin perusahaan. 

Emmelia-Simorangkir-b.jpg

Perempuan yang sempat bergelut di Tabloid Suara Papua tersebut menceritakan kisah jatuh bangun perjuangan dalam industri media serta perjalanan politiknya saat ini. 

Emmelia lahir dan besar di Kota Sorong, Papua Barat. Kecintaan pada jurnalistik membuat wanita kelahiran 28 Maret 1975 itu bertekad mendirikan Harian Umum Fajar Papua pada tahun 2001 lalu. Selepas satu tahun berkutat sebagai salah satu divisi iklan di Tabloid Suara Papua. 

Kendati jalan tak selalu mulus. Mengingat perjalanan Fajar Papua saat itu belum memiliki kantor tetap. Berpindah dari tempat kontrakan satu menuju tempat kontrakan yang lain. 

"Kita mulai dari nol dari masih kontrak kantor sampai pada tahun 2007 kami membangun kantor redaksi sendiri," ungkap Emmelia mengenang, Selasa (4/8/2020). 

Emmelia Simorangkir sedikit berkisah. Ide mendirikan harian Fajar Papua merupakan ajakan Kepala Pemberitaan RRI Sorong Elvianus Baransano. Ia juga menjadi pemilik dan pimpinan umum. Namun juga memperoleh dukungan dari kepala dinas kehutanan setempat, almarhum Ir Rumadas. 

"Saat itu untuk modal, beliau yang siapkan. Jadi nggak dipinjamkan. Beliau berikan untuk kita," ungkapnya. 

Latar belakang kecintaan terhadap dunia jurnalistik membuat Emmelia memiliki idealisme yang terus ia pegang kala membesarkan Fajar Papua. 

"Kalau saya pikir mencari kekayaan dari koran itu tidak ya. Ini adalah kesenangan, harga diri, dan relasi," ucapnya. 

"Memang koran banyakan di invest. Cuma ya sampai saat ini banyak pemda-pemda yang tidak melunasi. Koran adalah investasi," imbuhnya. 

Memang, persaingan media di Papua Barat saat itu tidak cukup ketat. Karena surat kabar yang beredar di Kota Sorong dan Wilayah Papua Barat sangat terbatas. 

Pada tahun 2000 saja hanya ada Tabloid Suara Papua meski kemudian gulung tikar. Selanjutnya masuk Radar Sorong dan Fajar Papua. Setelah itu baru diikuti Papua Barat Pos. 

Harian Fajar Papua mengalami perkembangan cukup pesat dengan pembaca yang kian meningkat. Meski biaya operasional sempat terkendala macetnya pembayaran iklan. Terlebih sasaran Fajar Papua berada di kantor-kantor pemerintahan. Tunggak bayar lazim terjadi. 

"Permasalahannya kadang orang mau baca, bayarnya nunggak. Kesulitannya di situ," tuturnya. 

Menyiasati hal tersebut, manajemen redaksi di bawah kepemimpinan Emmelia lebih banyak membangun kerjasama dengan pemerintah daerah di Papua Barat berupa kontrak halaman. 

"Kita bangun kerjasama media dengan pemda-pemda. Kita taruh wartawan kami di masing-masing kabupaten. Ada kontrak halaman dengan pemda. Hanya di Papua Barat saja," jelas Emmelia. 

Pada tahun 2006, Fajar Papua mencapai puncak kejayaan. Antara lain mampu membeli lahan kosong dan membangun kantor sendiri. Kantor tersebut resmi berdiri pada tahun 2007. Bahkan Fajar Papua memiliki percetakan sendiri melalui kredit bank. Kendati sempat ditolak, Emmelia menempatkan seorang wartawan pos ekonomi untuk mengawal pemberitaan salah satu bank swasta yang baru saja masuk di Sorong tersebut. 

"Terus pihak bank saya lobi. Saya suruh wartawan coba tanyakan bisa nggak kita ambil kredit. Dan pihak bank puji Tuhan mereka respon," kenangnya. 

Setelah usaha tersebut mulai berjalan, tawaran kredit dari bank-bank lain bermunculan. Namun Emmelia tidak mau gegabah. 

Ia tetap setia pada bank pertama yang  seolah telah menjadi dewa penyelamat dan mewujudkan impian memiliki mesin cetak. Padahal sebelumnya, Fajar Papua numpang cetak di harian Radar Sorong dan Mandala. 

Seluruh inventaris mesin cetak dan bangunan kantor jadi dalam satu tahun sekaligus. Total karyawan mencapai 20 orang. Kreatifitas Emmilia berkembang. Ia kerap membuat tabloid Pilkada edisi khusus tersendiri. Sejak saat itu nama Fajar Papua makin menanjak. Banyak pesanan saat Pilkada. 

"Jadi tergantung mereka kita buatkan. Di samping itu kita muat juga di dalam surat kabar. Tapi mereka kadang kita tawarkan juga untuk membuat edisi khusus kampanye," katanya menambahkan. 

Nama Fajar Papua kini memang tinggal kenangan. Emmelia menghentikan cetak pada tahun 2015. Karena saat itu ia memilih fokus kampanye untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) periode kedua. Sebelumnya, pada tahun 2009 ia sudah terpilih sebagai anggota DPR Provinsi. 

"Terus mulai karena fokusnya harus berdomisili di Manokwari, ya surat kabar ini kan harian. Tidak bisa kita lengah memang sebelumnya saya ikuti itu sampai tidak pernah absen di kantor sampai selesai diantar pagi baru saya pulang ke rumah. Fokus," ujarnya. 

Pada saat sudah menjadi anggota DPR, otomatis waktunya terbengkalai. Demikian pula dengan tagihan-tagihan. 

"Kalau soal kerjasama banyak karena saya tetap lobi. Walaupun saya tidak turun lobi tapi saya telepon. Nama besar ada. Cuma masalahnya penagihan. Anak-anak di kantor kesulitan," kenangnya. 

Piutang kian menumpuk sedangkan operasional harus harian. Salah satunya problem pembayaran gaji bulanan. Belum lagi ia maju pada Pemilu 2014. 

Emmelia-Simorangkir-c.jpg

"Menjadi tambah tidak terfokus. Setelah 2014 kita tutup pelan-pelan," tutur Emmelia. 

Banyak wartawan Fajar Papua direkrut sebagai PNS. Awalnya mereka nge-pos mengcover berita. Emmelia memberi gambaran. Misal saat ada calon kandidat yang mau dibranding untuk edisi khusus, pihaknya menempatkan seorang wartawan di daerah itu. 

"Contohnya kayak di Raja Ampat kita tempatkan satu wartawan untuk cover berita. Mungkin karena kedekatannya, dia selalu sama bupati. Waktu itu bupati juga incumbent. Akhirnya dengan begitu dianya masuk, goal. Dan itu ada beberapa yang lain juga. Ada yang di kota itu kami punya redaktur juga seperti itu," jelasnya runtut. 

Sebagai tokoh media berpengalaman, Emmelia memiliki keinginan membuka surat kabar online sejak lama. Karena perubahan zaman memaksa setiap orang melek teknologi. 

"Kayaknya memang perlu untuk di daerah. Tapi lebih cepat orang membacanya sekarang digital online. Terus cost juga ringan," ucapnya menimbang-nimbang. 

Sebenarnya keinginan membuka media online itu menguat. Namun ia harus berpikir matang. Sebab seluruh rekannya telah memiliki kesibukan masing-masing. Ada yang ikut bekerja bersama Emmelia, menjadi PNS, maupun sudah pindah ke surat kabar lain. 

"Cuma pada saat ketemu sering tanya ibu kalau mau buat kami siap membantu. Cuma kalau online begitu kan tidak menyita waktu mereka," terang Emmelia. 

Di sisi lain, nama Fajar Papua menjadi incaran media-media baru. Bahkan ada yang mencoba mengklaim. Hanya saja Emmelia enggan mempermasalahkan lebih lanjut. Ia memilih menegur secara kekeluargaan. 

"Ya sebelumnya ada karyawan saya mantan wartawan. Cuma saya tegur lalu ditutup. Kemarin-kemarin berapa bulan lalu muncul lagi. Tapi kelihatannya dari seberang," tandasnya. 

Ada beberapa alasan mengapa Emmelia memberikan teguran. Banyak utang di pemda belum terbayar dan ia khawatir jika nama Emmelia disalah gunakan. 

"Jadi takutnya kalau ada apa-apa dengan pemberitaan dipikir kami," ungkapnya. 

Saat ini Emmelia mencoba rasional dan berpikir praktis. Sehingga niat untuk kembali mengibarkan kejayaan Fajar Papua ia redam. Namun ia tak menampik jika ada peluang berkolaborasi. 

Sebab peran media di Papua Barat sangat penting. Karena terkadang banyak isu berkembang dari kiri maupun kanan. Kehadiran media faktual mampu mengeliminasi berita hoaks, menyebarkan peristiwa terkini serta membantu memfasilitasi program tokoh publik setempat. 

"Kalau memang ada yang bergabung berkolaborasi, Puji Tuhan lebih baik begitu," tuntas Emmelia Simorangkir.(*)

Edisi-Rabu-5-Agustus-2020-Emmelia-Simorangkir.jpg

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES