Kopi TIMES

Menegasikan Egoisme

Jumat, 31 Juli 2020 - 15:00 | 37.97k
Mohammad Afifullah, Ketua Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Universitas Islam Malang.
Mohammad Afifullah, Ketua Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Universitas Islam Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam merupakan “perayaan” untuk mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Yang begitu besar dan berat bagi ukuran manusia. Maka dengan peristiwa pengorbanannya tidak salah bila Nabi Ibrahim digolongkan para Nabi yang mendapat gelar “Ulul Azmi” yang kurang lebih dimaknai sebagai Orang-orang yang memiliki keuletan dan kesabaran luar biasa, di luar batas rasa dan mentalitas manusia pada umumnya.

Perhatian kita tidak saja pada peristiwa penyembelihan Nabi Ismail AS. oleh bapaknya sendiri, yakni Nabi Ibrahim AS., tetapi peristiwa yang melatarbelakangi kejadian perintah penyembelihan itulah menarik untuk diungkap sebagai pelajaran bagi seluruh umat manusia, lebih khusus kaum Muslimin.

Bayangkan, putra yang ditunggu-tunggu sejak lama kelahirannya tiba-tiba diperintahkan oleh Sang Maha Pengatur Alam dan juga kelahiran manusia untuk dikorbankan (disembelih). Hati dan perasaan bapak mana yang tidak terpukul ketika menerima perintah penyembelihan anak yang sudah lama dinanti-nanti kelahirannya, siapa bapak yang hidup pada zaman saat ini yang mampu tegar menerima perintah yang tidak ringan tersebut?

Apalagi kehadiran dan kelahiran putra tersebut sudah lama dinanti-nantikan. Jika bukan seorang hamba yang betul-betul ikhlas dan memiliki keimanan yang luar biasa, tidaklah mungkin hamba tersebut menerima perintah tersebut tanpa reserve sedikitpun. Inilah yang membuktikan kualita keimanan seorang hamba, yang diminta oleh Allah SWT. untuk melaksanakan perintah yang di luar nalar manusia. Sekali lagi jika itu perintah turun pada diri kita, maukah kita menjalankan perintah tersebut?

Allah SWT. telah mempertegas bahwa orang-orang yang beriman dan memiliki kualitas keikjlasan luar biasa tidak mungkin dibiarkan tanpa ujian dan cobaan dalam kehidupannya. Termasuk apa yang terjadi pada diri Nabi Ibrahim AS. merupakan secuil kisah yang dapt dipetik pelajarannya.

Pengorbanan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri, dengan kata lain ia merupakan sesuatu yang inheren dalam kehidupan manusia. Salah satu entitas ujian yang diberikan oleh Allah SWT. adalah menjalankan sesuatu yang tidak kita inginkan.

Sangat berat bagi kita menjalankan sesuatu yang jelas-jelas bukan menjadi keinginan kita. Mayoritas kita tentu melakukan aktivitas itu didorong oleh kemauan/keinginan yang berangkat dari diri sendiri, tanpa paksaan dan itu yang membuat kita lebih Bahagia dan ringan melakukannya. Namun, apa yang menimpah Nabi Ibrahim AS. sama sekali jauh dari keiginan dan kemauannya sendiri.

Menurut hemat kita, tidak satupun orang tua yang waras mau menyembelih putranya, apalagi kelahirannya sudah ditunggu sejak lama. Dalam kondisi seperti ini, maka sesorang sedang diuji untuk menegasikan sifat egoisme dan mengedepankan sifat tawakkal total diserta keikhlasan. 

Pegorbanan Nabi Ibrahim AS. merupakan simbol penyembelihan egoisme yang ada pada diri seorang hamba. Ego memiliki putra yang lama didamba-dambakan secara otomatis sirna oleh cahaya kebenaran ilahiyah yang menyinari hati hamba sehingga terbuka segala bentuk kebenaran. Nabi Ibrahim AS. telah mampu mengalahkan egoisme yang ada pada dirinya dan lebih mengedepankan kepentingan Tuhan yang Maha Mutlak.

Apapun bentuk materi yang dimiliki oleh seseorang, termasuk seorang putra tidak boleh menghalangi jalan untuk menuju kedekatan kepada Tuhan Yang Maha Memiliki segalanya. Maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk menghalang-halangi kepemilikan Allah SWT. Bila Ia telah berkendak untuk memintanya apa kita masih ego untuk mempertahankannya? Dia lah yang pada hakikatnya memiliki yang ada di dunia dan alam serta isinya, kemudian kita yang juga bagian dari alam itu saat diminta untuk menyerahkan tidak pantas dan elok mempertahankan kepemilikanNya.

Bias jadi keberatan-keberatan yang ada pada kita banyak dipengaruhi ke-ego-an yang berlebihan dan mewarnai setiap sendi jiwa. Reposisi kehambaan bisa membantu kita dalam menerima segala bentuk perintah, sekalipun terkadang perintah itu di luar batas nalar manusia yang rasional dan objektif. Semoga kita dapat menepis ke-ego-an yang berlebihan, waallahu a’lam bisshowab 

***

*) Oleh: Mohammad Afifullah, Ketua Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Universitas Islam Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES