Kopi TIMES

Masyarakat Aktif di Tengah Pandemi Covid-19

Selasa, 21 Juli 2020 - 13:23 | 74.20k
Ratna Istriyani, Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (Grafis: TIMES Indonesia)
Ratna Istriyani, Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Lebih dari empat bulan berlalu, pandemi Covid-19 belum juga reda. Sampai dengan saat ini, angka pasien positif Covid-19 masih terus meningkat. Bahkan angkanya di atas seribu per harinya. Meskipun memang ada kabar baiknya, yaitu tingkat kesembuhan tinggi dan kematian mulai rendah. 

Kendati demikian, Presiden RI Jokowi berkali menegaskan bahwa pandemi adalah peristiwa luar biasa. Oleh karena itu, tidak bisa disikapi secara biasa-biasa saja. Artinya kita masih diwajibkan untuk tetap waspada, sembari memikirkan keberlanjutan hidup di masa pandemi ini. 

Pernyataan presiden mengenai pandemi sebagai kasus luar biasa memang benar adanya. Hal itu terutama merujuk pada dampak pandemi terhadap sosial ekonomi yang cukup kompleks. Sejak diterapkan work from home hingga pembatasan sosial, aktivitas sosial dan ekonomi lantas lumpuh, sebab aktivitas ekonomi formal maupun informal mayoritas berhenti.

Imbasnya pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot drastis, yaitu lebih dari 2% pada kuartal pertama tahun 2020. Jutaan orang harus kehilangan pekerjaan, dirumahkan, dan mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Oleh karena itu, tak heran jika angka kemiskinan di Indonesia meningkat akibat pandemi ini. Berdasarkan rilis data Kementerian Sosial, angka kemiskinan di Indonesia naik menjadi 13,22%.

Evaluasi Penanganan

Merespons peliknya masalah sosial akibat pandemi, pemerintah sejatinya juga telah melakukan beberapa upaya penyelamatan, terutama pada sektor kesehatan dan ekonomi sekaligus. Segala bentuk penanganan medis dimasifkan dan diintesifikan melalui koordinasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bersama dengan instutusi kesehatan lainnya.

Kemudian di sisi lain, pemerintah juga menginstruksikan skenario penyelamatan ekonomi melalui strategi jaring pengaman. Langkah itu diwujudkan dalam bentuk penyaluran Bantuan Sosial atau Bantuan Langsung Tunai bagi keluarga yang terdampak secara ekonomi, hingga suntikan dana untuk menghidupkan kembali UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang sudah terseok-seok.

Mengatasi penularan virus dan memastikan masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan primer adalah prioritas pemerintah saat ini. Kendati realitanya memang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, sebab anggaran belum tersalurkan secara maksimal. Bahkan dapat dikatakan masih cukup jauh dari yang diharapkan. Sehingga presiden menekankan dengan tegas untuk melakukan tindakan luar biasa, demi mengatasi krisis kesehatan sekaligus ekonomi akibat pandemi. 

Masyarakat Aktif

Kurang maksimalnya penyaluran anggaran penanganan Covid-19 dan bantuan sosial memang merupakan catatan yang perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti. Mengingat masyarakat juga tidak bisa menunggu terlalu lama. Terutama untuk keperluan primer. 

Agaknya perlu juga melihat realita di lapangan terkait respon serta adaptasi masyarakat terhadap krisis akibat pandemi. Setidaknya masih ada spirit dari masyarakat untuk turut mengatasi dampak pandemi. Realitanya tidak semua masyarakat hanya pasif menunggu bantuan sosial dan dana penanganan Covid-19 yang terkesan masih kalang kabut.

Kita masih melihat komunitas atau kelompok masyarakat yang memiliki inisiatif dan bahu-membahu mengatasi problem kesehatan dan ekonomi yang terjadi akibat pandemi. Dengan kata lain, gambaran masyarakat aktif (active society) yang dikenalkan oleh Amitai Etzioni realitanya ada di tengah pandemi ini. 

Masyarakat aktif adalah kelompok yang mampu mengendalikan kehidupan sosialnya dan mengatasi hambatan yang terjadi. Kemampuan itu dilihat dari terbukanya masyarakat terhadap informasi seputar pandemi dan himbauan pemerintah. Bahkan mereka menyerap dan menerjemahkan informasi mengenai protokol kesehatan serta physical distancing sesuai konteks lokal agar lebih mudah dipahami. Pemahaman yang memadai juga menggerakkan kesadaran dan komitmen masyarakat untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari. 

Hal itu pula juga terlihat dari cara masyarakat mengatasi problem ekonomi. Masyarakat rupanya mampu memetakan masalah yang ditimbulkan, dan siapa yang terdampak di lingkungannya. Kemudian melakukan upaya untuk mengatasi dan menolong pihak terdampak langsung secara langsung. Upaya demikian ditunjukkan dari adanya gerakan membeli produk tetangga, sembako gratis, hingga barter produk pertanian yang terjadi di beberapa daerah. Bahkan tidak jarang hal itu juga dikoordinir oleh pemimpin lokal sebagai bentuk strategi bertahan kolektif di tengah pandemi.

Keberadaan masyarakat aktif tersebut tentu menjadi contoh positif dan inspiratif. Setidaknya ada masih ada harapan baru untuk bangkit dari krisis pandemi Covid-19 yang rupanya cukup panjang ini. (*)

***

*)Oleh: Ratna Istriyani, Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES