
TIMESINDONESIA, BANTEN – Jumlah penularan Covid-19 diberbagai daerah kian meningkat, bahkan di Indonesia terjadi peningkatan 1.752 kasus per Sabtu sehingga total ada 84.882 kasus positif Covid-19 melebih China dengan 83.644 kasus (Worldometers). DKI menjadi daerah yang tertinggi penambahan kasus positif sebanyak 346 orang. Di tengah penambahan kasus Covid-19, tren bersepeda juga meledak, bahkan menjadi gaya hidup.
Berbagai pendapat dikemukakan oleh pengguna sepeda. Mulai dari olahraga, hobi, mengurangi memakai kendaraan agar ramah lingkungan, cara hidup lebih sehat, bahkan ‘latah’ hanya karena ikut-ikutan karena banyak komunitas sepeda yang bermunculan wara-wiri bersepeda dijalan.
Advertisement
Animo massal bersepeda menimbulkan euforia di tengah pandemi. Saat kali pertama car free day dibuka di masa transisi new normal, masyarakat Jakarta turun tumpah ruah bersepeda di jalan. Eforia juga terlihat minat untuk mencari sepeda yang sangat tinggi. Mulai dari mencari sepeda impian, antri untuk merakit, hingga menjulangnya harga sepeda yang semakin menggila hingga tak masuk akal. Harganya bisa berkali-kali lipat. Mereka rela demi mengocek puluhan juta rupiah untuk mendapatkan sepeda impiannya. Sepeda tua yang direstorasi atau sepeda termahal yang melambangkan simbol prestise bagi yang menggunakannya.
Bahkan ada merk sepeda yang merasa dilebih-lebihkan. Seseorang yang memakai merk tertentu menjadi pusat perhatian pengguna sepeda lainnya. Harga sepeda mulai banyak digoreng, dengan dalih barang inden atau orang yang mendapatkan mencerminkan kehidupan highclass serta gaya hidup yang mapan. Seseorang bersepeda kembali kepada niat pembelinya.
Bengkel sepeda pun kebanjiran order. Selepas lebaran, penjualan, perakitan dan perbaikan sepeda melonjak. Merasa kualahan begitu banyak sepeda yang berjejer untuk diperbaiki, dan batangan sepeda yang mengantri untuk dirakit. Pemilik bengkel tidak henti-hentinya menerima pesan dan panggilan dering handphone yang memanggil untuk segera memperbaiki dan merakit sepeda hingga cukup melelahkan.
Setelah selesai masa PSBB, euforia bersepeda di tengah pandemi semakin meningkat. Kerinduan dan kegairahan untuk menghirup udara pagi dengan berolah raga menggunakan sepeda seperti sangat dinanti. Selain ingin hidup sehat, harapannya dengan olah raga bersepeda bisa meningkatkan imun tubuh dan menjadi salah satu cara pencegahan penyebaran Covid-19.
Dengan bersepeda, menjadikan alat transportasi alternatif agar aman dari penyebaran Covid-19. Sebab jika menggunakan transportasi umum akan beresiko tertular Covid-19 karena banyaknya kerumunan massa ditempat yang sama. Hal ini juga dilakukan warga New York dengan berbondong bersepeda untuk menghindari penyebaran Covid-19.
Eforia bersepeda di tengah pandemi menjadi sebuah momentum untuk mengampanyekan transportasi ramah lingkungan. Upaya agar masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman akan sebuah kesadaran untuk bisa menggunakan transportasi ramah lingkungan. Sudah lama kita menginginkan agar udara menjadi bersih bebas polusi. Tidak ada lagi kemacetan hingga stres di jalan, bahkan mengurangi kecelakaan lalu lintas.
Dari hasil survei yang diadakan oleh komunitas Bike to Work Indonesia bahwa semua provinsi dengan responden sekitar 14.000 orang sebanyak 43 persen responden bersepeda untuk mobilitas dan olahraga. Hal ini menunjukkan hal yang positif jika euforia ini tidak hanya di masa pandemi.
Namun bisa berlanjut untuk mewujudkan sarana transportasi ramah lingkungan. Pemprov DKI juga sudah membuka 63 kilometer jalur sepeda tahun lalu. Dij alan raya pun sudah terlihat jalur khusus untuk bersepeda. Harapannya, agar lebih banyak lagi warga menggunakan sepeda sebagai alat transportasi menuju tempat bekerja dan aktivitas lainnya.
Hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah kota Paris, Perancis yang akan terus mengampanyekan bersepeda untuk mengurangi kendaraan bermotor dalam mewujudkan transportasi ramah lingkungan. Carlos Moreno seorang konsultan wali kota Paris mengatakan bahwa jalur-jalur khusus bersepeda bisa diwujudkan.
Namun amat disayangkan, berapa banyak euforia bersepeda ditengah pandemi tetapi tidak memperhatikan protokol kesehatan. Begitu banyak alasan yang dikemukakan para pengguna sepeda ketika dalam bersepeda. Banyak yang tidak memakai masker, tidak lagi menjaga jarak karena sering berkerumun dan memakai baju lengan pendek.
Pendiri dan Humas Indonesa Folding Bike Community Azwar Hadi Kusuma atau lebih dikenal dengan id-foldingbike yang merupakan komunitas para pecinta sepeda lipat mengatakan, bahwa jumlah pengguna sepeda tidak hanya sekedar euforia. Namun dia mengingatkan agar bersepeda secara SMART. S yaitu small group (grup kecil) jika bersepeda. M yaitu menggunakan masker dan menjaga jarak. A yaitu arm (lengan). Pakailah baju lengan panjang dan celana panjang serta sarung tangan. R yaitu rute. Perhatikan jalurnya agar tidak terjadi kerumunan dan jangan lewat jalur ramai. Terakhir T yaitu timing (waktu). Bersepeda pagi-pagi sekali.
Penulis jadi teringat ketika Presiden RI Jokowi yang selalu membagi-bagikan satu unit sepeda bagi warga sekitar yang bisa menjawab pertanyaannya. Menurut hemat penulis, mungkin presiden menginginkan agar warga bisa tetap sehat dengan bersepeda dan mewujudkan transportasi ramah lingkungan. Mudah-mudah bukan sekedar euforia. Semoga.
***
*) Oleh: Deni Darmawan, S.Sos. M.Pd.I, Dosen Universitas Pamulang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |