Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Guna Efektivitas Pembelajaran Daring: Kemdikbud Harus Gandeng Kemendes PDTT dan BUMN

Kamis, 16 Juli 2020 - 12:20 | 148.25k
A. Faruuq, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Malang, Mahasiswa Administrasi Negara FIA Universitas Islam Malang.
A. Faruuq, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Malang, Mahasiswa Administrasi Negara FIA Universitas Islam Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Sudah hampir 5 bulan ini proses pembelajaran di Indonesia dilaksanakan dengan online atau dalam jaringan. Keluh kesah dari berbagai pelajar utamanya mahasiswa meletup karena keterbatasan infrastruktur akses internet hingga dana untuk membeli kuota internet guna keberlangsungan pembelajaran daring. Ada yang kemudian menuntut kampus untuk memberikan fasilitas kuota internet dan ada juga yang meminta mengembalikan sebagian persen SPP jika fasilitas kuota internet untuk pembelajaran daring tidak dipenuhi oleh kampus.

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tentang belajar dari rumah atau pembelajaran daring pun berlanjut hingga Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru pada zona apapun demi memutus rantai penyebaran Covid-19. Artinya pelajar dan mahasiswa harus siap sedia kuota internet untuk mengikuti pembelajaran daring. Di samping itu, koneksi harus stabil agar saat pembelajaran berjalan materi bisa tersampaikan secara efektif.

Realita di lapangan, tidak semua sekolah atau kampus mampu memberi fasilitas kuota internet. Beberapa mahasiswa mengalami kesulitan terkait akses internet. Hal ini terjadi akibat ketidakmerataan jaringan di seluruh Indonesia. Sementara, mahasiswa yang berasal dari desa harus berusaha mencari sinyal, pemerintah desa belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Relevan dengan hal itu melalui riset yang dilakukan oleh Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) Kemitraan Indonesia Australia untuk mengetahui implementasi kebijakan “Belajar dari Rumah”. Dengan jumlah responden sekitar 300 orang tua siswa sekolah dasar di 18 kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Utara (Kaltara), dan Jawa Timur.

Ditinjau dari provinsi, semakin terpencil provinsi tersebut, maka semakin kecil persentase pelajar yang mendapatkan pembelajaran via online. Di Jawa Timur, 40% responden menyatakan anak mereka mendapatkan pembelajaran daring. Di NTB pembelajaran online kurang dari 10% dan di NTT kurang dari 5%. Selebihnya melalui offline buku dan lembar kerja siswa.

Hasil survey Pembelajaran dari Rumah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud terhadap kuliah daring selama pandemik Covid-19 pun menjelaskan bahwa 89, 17 persen responden mahasiswa merasakan pembelajaran daring itu kurang efektif. Problematikanya diantaranya adalah 30,85 persen mahasiswa mengeluhkan koneksi atau jaringan akses internet tidak stabil,   20,97 persen lainnya merasa kuota internet mereka tidak mencukupi dan biaya untuk membeli paket data lebih ekstra dari hari-hari biasa yang menguras biaya Rp 10 ribu sampai Rp 400 ribu per bulan.

Dari survei tersebut dapat diartikan bahwa ketidakmerataan akses internet berpengaruh pada proses pembelajaran daring. Hal ini dapat diperkuat dari ujaran Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Budi Arie Setiadi, dalam webinar Digitalisasi BUMDes Menuju New Normal Ekonomi Indonesia, Rabu (27/5/2020) bahwa Sebanyak 13 ribu desa di Indonesia belum memiliki akses internet. Belum adanya jaringan internet membuat pemberdayaan ekonomi sulit dilakukan. Pasalnya, Jaringan internet sangat penting agar desa memiliki akses digital marketing dalam ekosistem ekonomi digital.

Pak Budi lalu menyampaikan argumen jikalau jaringan internet sangat penting untuk membantu desa untuk menuju era digital marketing, terutama dalam digitalisasi ekonomi. Tentu pendidikan tidak kalah penting mengingat hampir sebagian besar mahasiswa, dan pelajar saat ini tengah tinggal di rumahnya masing masing.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

Point pembahasan lain, terkait pentingnya Kemdikbud merangkul BUMN. Narasi ini berangkat dari data yang disampaikan oleh Menkominfo bahwa terdapat 57 daerah yang sama sekali tidak feasible secara bisnis, yang tidak akan sanggup dibangun oleh operator jika untuk tujuan bisnis. Lantas, jikalau benar pendidikan itu bukan ladang komersialisasi dan industrialisasi tetapi murni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, kondisi ini menjadi relatable bagi BUMN guna memperluas jangkaun dari para pelaku di bidang telekomunikasi.

Sementara itu, kampus dan pemerintah sebagai institusi yang bertanggung jawab tentunya harus dapat membaca realita ini. Sejauh ini, kampus memberi fasilitas kuota internet dengan begitu terbatas. Hanya menyediakan 1 atau 2 provider yang tidak bisa dijangkau oleh semua mahasiswa secara menyeluruh.

Hemat penulis, untuk menyikapi kondisi saat ini Kemdikbud seharusnya segera menjalin kerjasama dengan Kemendes PDTT hal ini sebagai upaya agar desa dapat mengakomodir kebutuhan pelajar maupun mahasiswa melalui penyediaan tempat khusus di desa dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang dapat dijangkau sebagai pos dengan jangkauan akses internet sehingga dapat mendukung terlaksananya pembelajaran daring yang efektif. Penyediaan fasilitas area khusus pembelajaran daring free akses internet ini tentu harus melibatkan BUMN guna memperoleh akses bebas internet dari perusahaannya di bidang jasa internet.

Selain itu, menurut penulis penjaminan efektifitas pembelajaran daring dengan area khusus pembelajaran daring free akses internet di desa tersebut tidak harus menunggu instruksi dari pemerintah pusat namun sinergi pemerintah daerah dan pemerintah desa juga bisa ambil peran berinisiatif atasi keluh kesah di bidang pendidikan pada masa pandemi saat ini. Misal, dengan memasukkan program ketangguhan bidang pendidikan dengan menyediakan area khusus free akses internet di desa dengan tetap mematuhi protokol kesehatan untuk pembelajaran daring pelajar maupun mahasiswa tersebut menjadi salah satu program kampung tangguh.

Jika bidang kesehatan yang terdiri dari pembentukan posko dan penerapan pola hidup sehat, bidang sosial ekonomi dengan pembangunan softskill ketahanan pangan, dan bidang keamanan dengan penerapan SOP pelanggaran kejahatan ringan. Kemudian, kenapa tidak dengan ketangguhan di bidang pendidikan dengan memfasilitasi area khusus free akses internet di desa guna efektivitas pembelajaran daring?.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA KUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: A. Faruuq, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Malang, Mahasiswa Administrasi Negara FIA Universitas Islam Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES