Kopi TIMES

Pemuda dan Perekonomian Bangsa

Rabu, 15 Juli 2020 - 21:21 | 118.46k
Irwan Hidayat, Mahasiswa aktif prodi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah IAIN Jember dan Penulis Buku.
Irwan Hidayat, Mahasiswa aktif prodi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah IAIN Jember dan Penulis Buku.

TIMESINDONESIA, JEMBER – “Indonesia memang negara kaya tapi orang-orangnya pemalas dan suka melalaikan tanggung jawab yang diberikan”. Mungkin itulah sepatah kalimat yang diberikan oleh orang Jepang jika ditanya tentang Indonesia.

Sekiranya wajar saja jika ‘penghinaan’ itu dilontarkan kepada masyarakat Indonesia. Karena memang kenyataannya kita harus dengan malu mengakui itu. Bagaimana tidak, katanya Indonesia punya beribu-ribu hektar lahan tebu, tapi mengapa untuk minum teh saja harus mengimpor gula dari luar negeri.

Yang lebih ironis lagi, adalah ‘indonesia mengimpor garam dari luar negeri?’ Padahal dalam peta terpampang jelas wilayah kita kepulauan dan lautan yang membentang dari Sabang hingga Merauke yang mempunyai lebih dari tujuh belas ribu pulau.

Sering kita baca juga indeks kekayaan  wilayah NKRI, yang menyebutkan “Indonesia adalah negara maritim yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan”.Tapi untuk memenuhi kebutuhan ‘dapur’ saja harus bergantung pada orag lain. Lantas dimana kekayaan yang sering dibanggakan selama ini? 

Mungkin itu hanya sebagian kecil contoh  “Betapa tragisnya stabilitas ekonomi negeri ini’. Krisis dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa pun tidak dapat terelakkan lagi. Indonesia sudah sangat kompleks dalam menghadapi segala permasalahanya tidak hanya pada krisis moral dan kepercayaan para pemimpinya akan tetapi juga krisis ekonomi yang sangat mempengaruhi stabilitas sandang dan pangan.

Kemandirian bangsa tinggalah cita-cita yang kembang kempis dimakan arus global yang berkembang pesat.

Tidak bisa dipungkiri Indonesia memang punya Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah. Namun, kenyataanya banyaknya SDA  tersebut tidak bisa menjadikan negara ini menjadi lebih unggul. Bahkan untuk bisa sejajar dalam kemajuan dengan bangsa lain pun masih sulit. Bisa dibilang sudah tertinggal jauh.

Jika berkaca pada negara -negara maju seperti Amerika Serikat dan  Jepang. Seharusnya kita bisa mengatkan “kita bisa” bahkan kita seharusnya “lebih bisa” dari mereka jika dilihat dari sudut sumber daya alam yang kita miliki.

Kita punya berbagai macam flora dan fauna yang tersebar diseluruh nusantara, tanah kita adalah tanah “surga”,  tongkat,kayu dan batu jadi tanaman seperti dalam lagunya Koes Plus Kolam Susu, yang itu semua tidak dipunyai oleh negara lain, termasuk Jepang.

Akan tetapi yang jadi pertanyaan adalah  mengapa kita “tidak bisa” seperti mereka bahkan lebih dari mereka? Nah, mungkin jawabannya adalah karena kita tidak punya  Sumber Daya Manusia (human resources atau SDM) yang mampu mengelola dan meningkatkan pembangunan ekonomi yang juga didukung dengan  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  (Iptek).

Lalu, siapa yang menjadi SDA tersebut? Tentu saja kita, pemuda sebagi penerus dan pemangku cita-cita bangsa ini. Pada keadaan inilah pemuda mempunyai kesempatan. Sebuah kesempatan untuk memperbaiki anjloknya berbagia aspek kehidupan khususnya dalam bidang ekonomi.

Peran Pemuda untuk Kemandirian Bangsa

Sebagai pemuda sudah selayaknya kita mengambil peran kita dalam kehidupan berbangsa. Kita harus bisa menjalankan tugas dan kewajiban sebagai generasi penerus bangsa  yaitu mampu melakukan perubahan. Sebagai tulang punggung perekonomian yang memikul tanggung jawab demi memajukan bangsa pemuda harus bisa melanjutkan dan mengisi perananya untuk pembangunan dan perbaikan bangsa termasuk dalam bidang ekonomi. Dengan menggali kembali eksistensi dalam cita-cita kemandirian bangsa di bidang perekonomian. 

Yang pertama adalah meningkatkan produktivitas dan kualitas dalam proses industri, tanpa adanya peningkatan tersebut kita tidak akan mampu besaing karena kenyataanya masyarakat kita lebih percaya pada produk luar, dengan alasan harga yang lebih rendah.

Sebuah kalimat ‘kemandirian” akan terealisasikan jika sebagai penggerak pembangunan pemudanya mampu meciptakan konsep kreatifitas dan daya saing guna memenuhi kebutuhan bangsanya sendiri, baik dalam kebutuhan sandang, pangan maupun papan. Bukan seperti realita sekarang ini dimana masyarakat kita tidak mampu memenuhi kesejahteraan hidupnya sendiri.

Sebagai bangsa yang berpenduduk lebih dari dua ratus tiga puluh juta jiwa, bisa disebut sangat memprihatinkan jika sebagian besar  SDA dan aset-aset negara dikuasai dan dimiliki oleh pihak asing. Sudah berapa perusahaan dan instansi asing yang ‘numpang tinggal” di negara kita? Kita juga tidak bisa menyalahkan orang-orang luar yang bisa mengeruk banyak keuntungan dari usaha pembodohanya terhadap kita. Karena kita sendiri yang memang mau-maunya dibodohi. Degan alasan inilah pemuda harus membangun perubahan. 

Yang kedua adalah membiasakan untuk menjadi something maker yang selalu muncul dengan gebrakan-gebrakan kreatifitasnya sehingga kita sebagai pemuda tidak hanya menjadi something taker, muncul ini ikutan ini, muncul itu ikutan itu. Harus kita akui arus globalisasi yang berkembang dewasa ini meyebabkan kaburnya batasan antar negara. Tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Akses keluar masuk antar negara sudah tidak dapat dibendung. Proses kegiatan ekonomi yang meliputi produsi ,konsumsi dan distribusi sudah tidak mengenal batas Negara.

Perdagangan barang jasa maupun modal sudah sangat  terbuka bagi pasar-pasar asing, sehingga kesempatan untuk bersaing semakin terbuka lebar. Kita bisa dengan bebas keluar masuk pasar internasional, dan justru keadaan inilah yang menjadi kelemahan kita, karena pada kenyataanya barang dan jasa yang kita hasilkan belum mampu bersaing dengan  pasar dunia.

Dalam keadaan seperti inilah pemuda dituntut untuk lebih kreatif dalam mengelurakan ide-idenya karena untuk menghadapi globalisasi dan perubahan yang semakin pesat ini sangatlah dibutuhkan  peranan pemuda dalam perencanaan manjadi pemuda yang inovatif, kreatif,kompetitif, mandiri serta mempunyai ketangguhan untuk tetap bertahan pada persaingan dengan dunia luar. Karena yang sebenarnya perlu dibangun oleh bangsa Indonesia adalah kualitas SDM (Human Resources) nya dimana kekuatan terbesar human resources tersebut  ada pada generasi muda.

Yang ketiga adalah mewujudkan kemandirian dan kemajuan bangsa yang perlu didukung oleh kemampuan mengembangkan potensi diri dan konsep yang terarah. Konsep kemandirian itu sendiri bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan dan pengerjaan segala sesuatu untuk diri sendiri dengan kekuatan dan kemamuan sendiri, sebisa mungkin tidak bergantung pada orang lain sesuai dengan  semangat berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) sesuai dengan yang dicita-citakan oleh Bung Karno.

Tidak mudah memang, apalagi melihat realita pemuda saat ini yang selalu bersikap apatis, yang menurut mereka tanpa perubahanpun semuanya akan baik-baik saja, tentu, karena  meraka sudah terbiasa hidup enak. Padahal konsep kemandirian yang meliputi swdaya, swasembada dan swakarya itu membutuhkan peranan dari pemuda untuk menjadi creator. Pemuda harus dididik untuk mempunyai rancangan yang matang akan tatanan ekonomi bangsa ini. Karena kita tahu pemuda atau generasi muda sangat peka  dan mudah  beradaptasi dengan  perubahan dan berbagai tantangan yang dihadapi, pada potensi inilah kita mengharapakan pemuda untuk bisa jadi economic agent change atau agen perubahan dalam bidang ekonomi. Mampu mengembangkan perekonomian yang didukung oleh skill dan penerapan teknologi yang ada tentu saja akan menghasilkan output yang memuskan bagi perekonomian bangsa ini. 

Sebagai sosok  yang hidup  dalam neraca perusahaan yang bernama Indonesia ini, pemuda tidak hanya menjadi “modal” akan tetapi juga sebagai “aset atau harta”, pemuda bisa dideskripsikan sebagai balance account atau akun penyeimbang, dimana dalam sisi kredit menjalankan perannya sebagai manusia yang bermodalkan imtaq dan iptek sehingga pada sisi debit bisa menghasilkan output yang berupa pembangunan kemandirian. 

Dengan demikian peranan pemuda dalam pembangunan bangsa ini terutama dalam pembangunan perekonomian sangat dibutuhkan. Karena pada hakikatnya, pembangunan  yang perlu dilakukan bangsa indonesia adala pembangunan insan-insanya, agar bisa menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas,

Karena SDA yang melimpah saja tidak cukup jika tidak didukung oleh SDM yang berkompeten dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita harus percaya bahwa para pemuda Indonesia yang lahir dan hidup pada saat ini bisa membangun perekonomian demi kemajuan dan kemandirian bangsa serta mampu  membwa Indonesia menuju developed country (negara maju) sehingga tidak hanya berada pada status quo sebagai developing country (negara berkembang).

Karena dengan kemandirian dan eksistensi dalam pembangunan itulah pemuda akan diakui dan bermartabat dalam pergaulan dunia, dan itu menjadi tugas kita sebagai generasi muda untuk mewujudkannya. Melalui  semangat dan eksistensi kita menjadi seorang pemimpin dan penumpu harapan dimasa depan.

***

*) Oleh: Irwan Hidayat, Mahasiswa aktif prodi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah IAIN Jember dan Penulis Buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES