Kopi TIMES

Pemberdayaan Ibu dalam Praktik MP-ASI Sebagai Kunci Penanggulangan Stunting

Selasa, 14 Juli 2020 - 15:00 | 132.71k
Rif'atul Amini, S.GZ, Dosen Prodi Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika Poltekkes Kalimantan Timur.
Rif'atul Amini, S.GZ, Dosen Prodi Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika Poltekkes Kalimantan Timur.

TIMESINDONESIA, KALIMANTAN – Angka prevalensi stunting (balita dengan panjang/ tinggi badan pendek dan sangat pendek) di Indonesia masih di atas 20%, artinya belum mencapai target WHO yakni di bawah 20%. Beberapa faktor penyebab stunting yakni praktek pengasuhan yang kurang baik, serta masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Kedua hal tersebut memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan praktik pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).  

MP-ASI merupakan makanan tambahan yang diberikan kepada bayi usia ≥6 bulan selain dari pemberian ASI eksklusif. MP ASI penting dikritisi sebagai salah satu kiat menanggulangi  stunting karena beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pemberian MP-ASI pada usia pertama kali diberikan makanan yaitu sebelum, saat, atau sesudah bayi berusia 6 bulan dengan kejadian stunting  (Hanum, 2019). 

Sayangnya, praktik pemberian MP-ASI di Indonesia belum sepenuhnya benar. Lebih dari 40% bayi dikenalkan pada MP-ASI terlalu dini (<6 bulan) dimana 40% balita usia 6 bulan-2 tahun tidak mengonsumsi makanan yang cukup beragam dan 28% tidak diberikan asupan dengan frekuensi yang cukup sehingga balita tersebut memiliki kualitas makanan yang tidak bergizi. Sekitar 14% tidak mengonsumsi vitamin A dan 29% tidak mengonsumsi makanan yang kaya sumber zat besi pada makanan sehari-harinya (Framework of Action Complementary Feeding, 2019). 

Pemerintah  Indonesia sudah sangat serius dalam upaya mengatasinya dengan program-program pada berbagai rencana aksi kerja nasional, Namun, menilik pada hasil penelitian, faktanya, masalah memaksimalkan peran ibu yang bersentuhan langsung dengan praktik pemberian MP ASI pada balita belum sepenuhnya terselesaikan. Sedemikian komprehensifnya strategi dan upaya yang digulirkan, apabila tidak dieksekusi dengan tepat pasti hasilnya akan tetap tidak maksimal. Oleh karena itu, penguatan fungsi dan peran ibu dalam praktik pemberian MP-ASI sebagai langkah penanggulangan stunting sudah seharusnya kembali ditekankan. 

Kesehatan  Mental dan Pengetahuan Ibu

Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Mental  ibu sebagai pengendali makanan di rumah tangga, terlebih saat pemberian MP ASI bagi balita memegang peranan penting. Banyak ibu yang merasa tidak sabar dan stres ketika menghadapi balitanya yang sulit makan.

Terlebih lagi pada ibu dengan status pekerja yang memiliki tingkat stres dan mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Mental ibu dalam hal ini perlu diberikan penguatan dan motivasi bahwa praktik pemberian makanan awal bagi balita memang bukan hal mudah, namun tetap dilakukan karena terkait tumbuh kembang anak di masa akan datang. 

Pemberian pengetahuan kepada ibu hamil dan pasca melahirkan tentang asupan gizi yang benar dan beragam merupakan upaya penting. Mereka  membutuhkan asupan gizi yang cukup dan bervariasi. Keterbatasan pengetahuan ibu akan beresiko pada kesehatan dan pertumbuhan anak, baik dalam kandungan dan perkembangannya. Hal ini diperkuat oleh penelitian Rahma (2016) yang berkesimpulan bahwa ibu yang balitanya mengalami stunting memiliki pengetahuan yang rendah tentang gizi.

Aspek Ketersediaan dan Akses Pangan 

Salah satu program pemerintah menekan laju stunting melalui program bantuan langsung pada masyarakat kurang mampu. Namun hal ini tetap terkendala, karena sistem kemandirian tidak terpola di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan penguatan kembali ketahanan pangan keluarga untuk tetap menjamin hal ini berlanjut. Di antara program pemerintah yang dapat dikuatkan adalah pemberdayaan pekarangan. Implementasi program ini akan sangat membantu mengatasi keluhan masyarakat akan kurangnya ketersediaan dan distribusi bahan makanan untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan MP ASI lokal yang bergizi. Monitoring Evaluasi oleh petugas di lapangan perlu dilakukan di antaranya terkait praktik pemberian MP-ASI, bisa dibuat dalam bentuk ceklist, agar bisa dievaluasi secara berkelanjutan. Terkadang, perjanjian non formal seperti ini bisa diterapkan agar ibu merasa ada pengawasan dan dukungan riil dari para petugas gizi di lapangan.

***

*) Oleh: Rif'atul Amini, S.GZ, Dosen Prodi Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika Poltekkes Kalimantan Timur.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES