Kopi TIMES

Perjuangan Erdogan Membebaskan Hagia Sophia

Senin, 13 Juli 2020 - 23:29 | 138.15k
Ahmad Munji, Kandidat doktor di Marmara University Istanbul/ Ketua PCINU Turki.
Ahmad Munji, Kandidat doktor di Marmara University Istanbul/ Ketua PCINU Turki.

TIMESINDONESIA, TURKI – Jumat 10 Juli menjadi sejarah baru bagi masyarakat Turki. Pasalnya, pada hari itu majelis parlemen Turki memutuskan bahwa dekrit presiden 1934 yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum dinyatakan batal demi hukum. Selanjutnya pengelolaan Hagia Sophia dikembalikan kepada badan wakaf Muhammad Al-Fatih untuk dikembalikan fungsinya sebagai masjid.

Ribuan mayarakat Turki yang telah menunggu sejak Asar di halaman Hagia Shopia serentak sujud sukur setelah keputusan resmi itu diumumkan dari Ankara, Ibukota Turki. Adzan magrib pertama setelah 86 tahun dikumandangkan dari bangun megah bekas gereja ortodok dan disambut dengan tangis haru.

Perjuangan Panjang  

Wacana tentang mengembalikan Hagia Sophia dari museum kembali ke masjid memang selalu mengemuka setiap bulan Juni. Sebagai informasi, setiap awal bulan Juni aktifis kelompok muslim secara rutin merayakan hari penaklukan Kostantinopel dengan melakukan salat maghrib di depan Hagia Sophia. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk kerinduan mereka untuk beribadah di Hagia Sophia.

Wacana mengembalikan Hagia Sophia kembali ke masjid terus menguat terutama setelah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partai besutan Erdoğan, berkuasa. Tahun 2020 AKP kembali mengangkat isu ini dan mereka berupaya menggugat dekrit presiden yang dikeluarkan oleh Mustafa Kemal Atataturk.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, langkah yang ditempuh AKP tahun ini lebih serius. Untuk mendapat dukungan dari masyarakat luas, pada awal masa new normal paska pemberhentian seluruh aktifitas ibadah di masjid selama pandemi, Erdoğan memerintahkan Kementerian Agama untuk menandai dibukanya kembali aktivitas di masjid dengan membacakan al-Qur’an dari Hagia Sophia. Waktu itu, malam Jumat, Qur’an surat Yasin dan Muhammad dibacakan di Hagia Sophia. 

Langkah ini kemudian mendapat sambutan positif dari masyarakat dan membangkitkan kembali semangat mengembalikan Hagia Sophia sebagai masjid. Banyak petisi dikumpulkan untuk menggalang dukungan pembatalan dekrit 1934.

Tidak berhenti disitu, AKP kemudian mengajukan gugatan atas dekrit presiden 1943 ke majlis parlemen Turki. Setelah melalui proses pembahasan selama lima belas hari, dimulai tanggal 25 Juni, hari jumat (10/7) dewan parlemen Turki mengabulkan gugatan AKP dan menyatakan dekrit presiden 1934 batal demi hukum. Sebuah keputusan yang telah lama ditunggu itu membuka jalan bagi ikon kota Istanbul untuk digunakan sebagai masjid.

Tanggapan Internasional

Sebelumnya wacana pengembalian Hagia Sophia mendapat tanggapan dari dunia internasional, salah satunya Yunani. Otoritas Yunani yang menganggap dirinya sebagai penerus dari Bizantium menilai wacana itu (mengembalikan Hagia Sophia) tidak tepat.

Melalui menteri kebudayaan Lina Mendoni, Yunani mengirim surat protes ke UNESCO pada awal Juli. Dalam suratnya ia mengatakan langkah mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid "menyalakan kembali fanatisme nasional dan agama" dan memungkinkan menciderai toleransi beragama.

Sementara itu, tanggapan yang senada juga datang dari negeri paman Sam. Amerika Serikat pada Rabu (1/7) mendesak pemerintah Turki untuk terus mempertahankan status Hagia Sophia di Istanbul sebagai museum. Pernyataan ini disampaikan oleh menteri luar negeri AS, Mike Pompeo.

Tanggapan lain muncul dari Patriark Bartholomew, kepala pendeta dari sekitar 300 juta orang Kristen Ortodoks di seluruh dunia yang berbasis di Istanbul. Ia mengatakan mengonversi Hagia Sophia menjadi masjid akan mengecewakan umat Kristen dan akan "memecah" Timur dan Barat.

Tanggapan kontra juga datang dari Al-Azhar, melalui wakilnya al-Azhar menganggap langkah yang dilakukan oleh pemerintah Turki tidak sesuai dengan ajaran toleransi dalam Islam.

Tetapi sikap dari berbagai pihak ditanggapi santai oleh menteri luar negeri Turki Mevlüt Çavuşoğlu. Menurutnya, Masalah status Hagia Sophia bukan masalah internasional tetapi masalah kedaulatan nasional untuk Turki.

Turki berhak membuat keputusan akhir tentang status Hagia Sophia, apakah akan diubah menjadi masjid atau tetap sebagai museum. Tanpa intervensi dari pihak asing.

Bahkan menurut Erdğan dalam pidato kepresidanannya, satu jam setelah keputusan parlemen, Hagia Sophia bukan merupakan kekayaan negara. Itu semata-mata merupakan hak sultan Muhammad Al-Fatih yang semestinya dikelola oleh badan wakaf Muhammad Al-Fatih. Artinya bahwa keputusan Mustafa Kamal Ataturk mengubahnya menjadi museum adalah ahistroris dan melanggar hukum.

Warisan Bersama

Hagia Sophia adalah salah satu katedral tertua di dunia, dibangun pada tahun 537 M oleh Kaisar Bizantium Justinian I. Kubah besarnya sangat unik dan menjadi yang terbesar di masanya. Arsitektur kubah pada Hagia Sophia juga yang mengilhami hampir seluruh masjid di penjuru dunia. Sampai saat ini, dengan segala kesakralannya Hagia Sophia masih menyihir para pengunjung yang melancong ke semenanjung bersejarah di Istanbul.

Setelah penaklukan kota Kostantinopel oleh Sultan Muhammad II pada tahun 1253, Hagia Sophia telah menjadi milik orang Turki. Ketika Muhamad sang Penakluk melintasi tembok besar dan memasuki kota Kostantinopel, tempat pertama yang dia tuju adalah Hagia Sophia, dan mendeklarasikan Hagia Sophia yang megah ini sebagai "jarahan perang" sebagaimana hukum yang berlaku saat itu.

Unikya, saat pemerintah Ottoman mengubah Hagia Sophia menjadi masjid pada tahun 1453 tidak satupun struktur historis bangunan diubah. Semua ornamen kekristenan seperti salib, lukisan bunda Maria dan Yesus tetap dibiarkan. Hanya ada satu dua penambahan bangunan yang menjadi simbol umat Islam, seperti menara, mihrab dan mimbar.

Sebagai pemilik baru, semua penguasa Ottoman merawat banguan bersejarah yang merupakan bagian dari sejarah Kristen degan sangat baik. Mereka menugaskan arsitek paling hebat saat itu untuk melindungi Hagia Sophia dari kelapukan dan gempa bumi. Dengan kata lain, ada jejak tokoh-tokoh berharga seperti Mimar Sinan di Hagia Sophia yang bertahan hingga saat ini.

Setelah transisi dari monarki ke republik modern, pemerintah Turki pada tahun 1934 memutuskan bahwa Hagia Sophia tidak lagi digunakan sebagai masjid. Selanutnya fungsi Hagia Sophia berubah menjadi museum, hanya ada bagian kecil yang tetap digunakan sebagai tempat ibadah yang disebut Hünkar Kasrı.

Mengenai pengembalian Hagia Sophia menjadi masjid pemerintah Turki sendiri sebetulnya tidak memiliki hambatan hukum lokal atau internasional yang mengikat. Oleh karena itu, sikap keberatan dari Yunani dan Amerika yang telah bereaksi terhadap masalah ini, adalah batal demi hukum. Ini adalah masalah politik dalam negeri Republik Turki, yang merupakan negara berdaulat.

Terlebih lagi, Yunani, yang belum membuka satu masjid pun untuk beribadah di Athena, tempat puluhan Turki Muslim tinggal, mesti tenang. Yunani tidak dalam posisi yang pantas untuk menasihati Turki, negara yang memiliki banyak gereja dan sinagog hampir di setiap kotanya, untuk mentolerir perbedaan. Jadi, mengembalikan Hagia Sophia menjadi masjid sama sekali tidak mengurangi toleransi beragama di Turki.

Kembalinya Hagia Sophia menjadi mesjid juga sama sekali tidak mengurangi nilai toleransi beragama antar muslim dan umat Kristen. Sebagaimana dikatakan oleh Erdoğan, Hagia Sophia akan tetap menjadi warisan bersama, dimana setiap dari umat Islam dan Kristen dapat mengunjunginya kapanpun tanpa dipungut biaya. Bahkan kondisiya akan jauh lebih baik, umat Islam bisa beribadah didalamnya di satu sisi, umat Kristen juga tetap bisa mengenang sejarahnya pada waktu yang sama.

***

*)Oleh: Ahmad Munji, Kandidat doktor di Marmara University Istanbul/ Ketua PCINU Turki.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

______
*)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES