Peristiwa Nasional

Jaksa Agung Dorong Persidangan Online Masuk RUU KUHP

Senin, 13 Juli 2020 - 18:27 | 27.42k
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (FOTO: Media Indonesia/Susanto)
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (FOTO: Media Indonesia/Susanto)

TIMESINDONESIA, JAKARTAJaksa Agung, ST Burhanuddin mendorong persidangan online dalam kondisi bencana diatur di dalam revisi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Sebab, dalam KUHAP saat ini, belum ada ketentuan prosedur penyelenggaraan sidang online bagi perkara pidana.

"Terobosan ini perlu dikukuhkan menjadi suatu norma baru menjadi revisi KUHAP. Kejaksaan mendorong, untuk mengembangkan pelaksanaan persidangan secara online dengan menyiapkan standardisasi persidangan online dalam keadaan bencana," ujarnya dalam webinar seperti dikutip Detikcom, Senin (13/7/2020).

Burhanuddin mengatakan, hingga 26 Juni, Kejaksaan Agung telah menuntaskan persidangan online di seluruh Indonesia lebih dari 95 ribu kali sidang.

Ia mengatakan ada beberapa kendala dalam pelaksanaan sidang online itu, misalnya yang berkaitan dengan permasalahan yuridis di mana beberapa hal sidang online tidak diatur di dalam KUHAP, seperti terkait terdakwa dan saksi harus dihadirkan di sidang serta pemeriksaan bukti yang tidak dapat diakses secara jelas.

"KUHAP yang dibuat tahun 1981 di mana teknologi masih menggunakan media kawat atau telegram, tentu tidak terbayang menggunakan vicon untuk persidangan," ujar Burhanuddin.

Ia mengatakan, dalam masa pandemi Covid-19, tentu penegakan hukum juga masih berlangsung dengan memperhatikan asas peradilan cepat berbiaya ringan. Oleh karena itu, dia mendorong agar persidangan online yang digelar di masa pandemi Covid-19 tetap diatur dengan prosedur standar KUHAP.

"Harus diperhatikan asas-asas hukum acara pidana Indonesia atau peradilan cepat biaya ringan dan sederhana, serta pemenuhan HAM. Maka kejaksaan tetap mendorong penyelenggaraan persidangan secara online dengan prosedur standar KUHAP," ungkap dia.

Pihaknya mencatat beberapa kendala lain terkait pelaksanaan persidangan online, misalnya tidak semua daerah memiliki konektivitas internet yang stabil, terutama daerah kepulauan, sehingga kelancaran sidang terkadang terganggu.

Selain itu, belum ada ruang yang secara khusus difungsikan sebagai tempat pelaksanaan persidangan serta potensi aplikasi teleconference Zoom rawan diretas.

"Penggunaan aplikasi Zoom membutuhkan kesabaran bagi berbagai pihak, serta berpotensi terjadinya benturan jadwal karena masing-masing jadwal sidang harus memastikan semua pihak dapat terkoneksi dengan baik. Selain itu pengguna aplikasi Zoom menimbulkan potensi diretasnya data serta risiko penggunaannya," ujarnya.

Selain itu, Burhanuddin melanjutkan, secara fisiologis, persidangan secara online dapat mempengaruhi proses pembuktian karena terdakwa tidak dapat dihadapkan langsung, sehingga menyulitkan penuntut umum, hakim maupun penasihat hukum dalam menggali fakta melalui pertanyaan-pertanyaan kepada terdakwa.

Kemudian, ia mengungkapkan ada kendala keterbatasan alat rapid test karena tahanan yang akan dieksekusi ke rutan dan lapas harus memiliki hasil rapid test terlebih dahulu. Burhanuddin mendorong protokol kesehatan pencegahan Covid-19 diterapkan dengan ketat selama persidangan pidana.

"Terkait dengan adanya pemberlakuan 'new normal', perlu koordinasi semua pihak dalam penerapan protokol kesehatan selama persidangan pidana guna meminimalisir penyebaran Covid-19," tandas Jaksa Agung ST Burhanuddin soal persidangan online dalam kondisi bencana. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES