Kopi TIMES

Generasi Milenial dan Literasi Agama di Era Digital

Senin, 13 Juli 2020 - 08:02 | 165.89k
M Affian Nasser, Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.
M Affian Nasser, Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.

TIMESINDONESIA, MAKASSAR – Tradisi literasi sudah berkembang jauh sebelum era milenial hadir di tengah-tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dan media sosial.
Hal itu terbukti dengan melimpahnya karya-karya dari para ulama dan tokoh-tokoh Nusantara. Tradisi literasi tersebut lahir dari nalar ilmiah, tidak sembarang dalam mengambil kesimpulan tanpa verifikasi dan kritik sumber yang valid, serta berbasis metodologi dan juga pembacaan yang mendalam.

Spirit tradisi literasi tersebut penting kiranya untuk diperhatikan oleh generasi milenial yang saat ini lebih banyak mengonsumsi berita dan informasi via daring (online) melalui beberapa jejaring media sosial.

Pangkal spirit tradisi literasi di atas adalah sikap tabayun, yang sampai saat ini merupakan tradisi al-Qur’an yang secara garis besar perlu dilestarikan oleh para generasi milenial, sehingga tidak mudah terjebak dengan berita atau informasi, baik berupa tulisan, gambar, maupun video yang belum tentu kebenarannya.

Literasi yang baik dengan proses tabayun merupakan upaya agar seseorang bisa memelihara akal sehatnya. Karena mengonsumsi informasi yang tidak benar hanya akan mendestruksi (merusak) akal sehat sehingga yang tertanam hanyalah benih kebencian belaka.

Spirit literasi di era digital dengan proses tabayun yang kuat adalah salah satu langkah efektif yang mesti diaplikasikan, mengingat karena tidak sedikit informasi palsu atau berita bohong (hoaks) yang kerap mempengaruhi seseorang. Akibatnya, akan berdampak pada tatanan sosial yang terganggu, menimbulkan keresahan serta perpecahan antar-elemen bangsa.

Atas sedikit banyaknya dampak yang ditimbulkan dari era digital saat ini, maka sejumlah elemen bangsa sadar akan tantangan hebat yang bakal dihadapi oleh para generasi muda Indonesia ke depan.

Sebelum menginjak ke berbagai tantangan yang lebih serius, kelompok yang sadar akan keberlangsungan Indonesia terus berusaha dan berupaya membekali para generasi muda yang belakangan ini trend dengan sebutan “generasi milenial” untuk lebih memperkuat literasi keagamaan dalam dunia digital.

Tentu langkah pencerdasan generasi milenial ini perlu mendapat panduan dari generasi-generasi sebelumnya yang justru telah lebih dahulu memahami dinamika yang berkembang dalam dunia teknologi informasi. Langkah pencerdasan ini bisa dimulai dengan memberikan pemahaman terkait literasi keagamaan secara baik dan benar, sehingga dari pemahaman tersebut akan memberikan dampak positif terhadap para generasi milenial dalam mengarungi dunia digital.

Karena itu, tanpa adanya proses pencerdasan terkait literasi agama di tengah perkembangan era digital maka dengan mudahnya generasi milenial terpengaruh oleh arus informasi yang beredar sehingga potensi perpecahan akan mudah tersulut.

Karena di tengah arus media digital yang sedemikian masif, kebinekaan yang menjadi identitas warga Indonesia mendapat ancaman serta tantangan yang serius.

Ancaman itu berupa meningkatnya eskalasi kebencian dan provokasi yang disebarkan secara masif melalui jejaring sosial. Revolusi teknologi dan mudahnya akses media sosial ternyata menyimpan aroma busuk berupa kebencian dan isu-isu negatif yang dihembuskan oleh para kelompok radikal.

Kelompok radikal ini tidak terlepas dari berkembangnya para kelompok konservatif yang menghembuskan isu-isu keagamaan untuk kepentingan politik kekuasaan. Namun sebelumnya, kelompok ini sudah beredar di Indonesia dengan upaya untuk meresahkan masyarakat dengan dalil-dalil keagamaan yang cenderung menyerang tradisi keagamaan masyarakat Indonesia.

Dan kini ruang mereka lebih luas di era revolusi digital dengan merambahnya dakwah di media sosial dalam mempengaruhi masyarakat secara intensif dengan pemikiran-pemikiran radikal dan dalil-dalil keagamaan yang konservatif. Nah, di sinilah tantangan besar generasi milenial agar lebih cerdas dalam memilah dan memilih informasi yang harus diikuti atau dikonfirmasi kebenarannya (tabayun).

Di era digital saat ini, tidak memungkiri bahwa yang selama ini berkembang justru wacana-wacana keagamaan yang kontraproduktif, karena agama yang seharusnya bisa memperkuat tali persaudaraan (ukhuwah) antar berbagai elemen bangsa justru menjadi pemicu perpecahan di antara anak bangsa.

Sehingga tak heran, banyak kita temukan para generasi milenial saat ini yang mempunyai daya semangat belajar agama yang tinggi, akan tetapi, tidak diimbangi dengan kemampuan dalam memahami esensi ajaran agama itu sendiri. Sebab itu, belajar agama kepada guru, ustadz, maupun kiai yang tepat mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung langkah pencerdasan terkait gagasan literasi agama di era digital.
Artinya, di tengah perkembangan era digital ini, literasi agama mesti menjadi media untuk generasi milenial bahwa belajar langsung kepada seorang guru yang tepat juga menjadi bekal dalam mengarungi dunia digital. Karena bekal ini akan bermanfaat bagi generasi milenial untuk menghiasi dunia maya dengan konten-konten positif dalam rangka membangun Indonesia yang lebih  kuat serta kehidupan agama yang lebih toleran, ramah, dan damai. Wallahu a’lam bi al-shawab.

***

*) Oleh: M Affian Nasser, Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES