Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Guru Penggerak Sekaligus Pemimpin dan Pentingnya Simposium "Problem Base Learning"

Jumat, 10 Juli 2020 - 14:00 | 78.35k
Moh. Badrih, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus Lembaga Maarif Kabupaten Malang, Pengurus Ponpes Tahfidz Al-Madani Malang.
Moh. Badrih, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus Lembaga Maarif Kabupaten Malang, Pengurus Ponpes Tahfidz Al-Madani Malang.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Setiap pendidik telah memiliki bekal mumpuni untuk menjadi seorang pemimpin bagi dirinya dan orang lain, tak terkecuali sebagai pemimpin para peserta didik. Model kepemimpinan yang ada pada diri seorang pendidik tentu berbeda dengan model kepemimpinan secara umum. Pendidik lebih ditekankan pada kepemimpinan etika dan moral sehingga dalam pembelajaran, guru dapat menjadi suri tauladan sikap dan perilaku peserta didik dan dapat menjadi motivasi dalam berbagai problematika yang dihadapi peserta didik dan sekolah.

Dalam mentransfer pengetahuan dan pengalamannya kepada peserta didik, upaya yang dilakukan oleh para pendidik bukanlah sesuatu yang mudah. Seorang pendidik harus dihadapkan dengan karakteristik peserta didik yang bermacam-macam, mulai dari tingkat kecerdasannya, sikap dan perilakunya di dalam kelas, sampai pada fasilitas yang kurang memadai. Lebih dari itu, kadang-kadang seorang guru yang ada di daerah 3T harus berjalan kaki sekian kilometer dan rela tidak digaji. Semua itu adalah perjuangan para pendidik yang terkadang masih kurang memuaskan banyak pihak.

Di tengah-tengah ketidak puasan terhadap kinerja para pendidik, kalangan elit selalu membuat dan mengubah arah kebijakan pendidikan di Indonesia dengan tujuan agar pendidikan di Negera kita menjadi pendidikan yang bermutu dan dapat berdaya saing dengan Negara-Negara yang lain. Apabila di Negara-Negara maju tingkat pendidikannya sudah sangat maju, maka kita tidak perlu heran karena sumber daya manusianya sudah sangat terpenuhi dan letak georafisnya sama sehingga mudah dijangkau. Sementara di Negara kita sumber daya manusianya sangat terbatas dengan letak geografis yang berbeda. 

Berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk memajukan pendidikan di Negara kita terkadang bersifat ‘teoritis asumtif’. Hal ini sejatinya sulit untuk melejitkan pendidikan kita menjadi maju. Kasus yang sering kita jumpai dalam di awal kebijakan ialah ketidaktuntasan implementasi. Oleh karena itu, banyak peserta didik yang bingung dengan kebijakan baru  tersebut sehingga waktu yang digunakan untuk pembelajaran di kelas dan bertatap muka dengan para peserta pendidik kurang maksimal. Wacana-wana yang sering kita dengar dengan arah kebijakan pendidikan di Indonesia ialah karena ketidakpuasan dengan sistem yang ada dan kinerja guru.

Jargon yang akhir-akhir ini marak kita dengar dari Mas Menteri ialah ‘penggerak’. Salah satu sasaran jargon tersebut ialah ‘guru penggerak’. Guru atau para pendidik penggerak diharapkan dapat memberikan motivasi sekaligus inovasi kepada peserta didik ataupun kepada teman sejawatnya dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu, guru penggerak harus memiliki pengetahuan yang kreatif sebagai perancang pembelajaran, pelaksana dan media, termasuk dalam mengasesmen materi pembelajaran.

Dengan jargon ‘guru penggerak’ pemerintah telah mengadakan workshop terhadap sejumlah guru untuk memberikan pembekalan sebagai guru ektra motivator.  Harapannya ialah guru-guru tersebut nantinya dapat menularkan pengalamannya kepada teman-teman sejawatnya ataupun kepada sebuah organisasi atau lembaga untuk memajukan lembaga pendidikannya masing-masing. Namun hal itu sebenarnya tidaklah cukup, pengetahuan teoritis yang diperoleh oleh seorang guru dalam pelatihan terkadang tidak fungsional ketika diimplementasikan di lapangan. Hal ini karena dasar-dasar teoritis yang diperoleh oleh seorang guru menghadap medan yang sangat berbeda di lapangan.

Konsep yang seharusnya diterapkan oleh para pendidik ialah belajar berbagai kasus dilapangan untuk dicarikan pemecahannya dalam berbagai forum atau petemuan. Dengan cara seperti ini setiap langkah yang dipelajari oleh para pendidik akan senantiasa akan memiliki nilai fungsional ketika diterapkan dilapangan atau di sekolahnya masing-masing. Selain itu, yang dapat dilakukan oleh para pendidik ialah ‘barter informasi dan pengalaman’ dengan teman sejawat. Upaya ini akan sangat efetif untuk sebua penyetaraan informasi dan pengetahuan di satu lembaga.

Pendidik yang mahir dan inovatif dalam merancang pembelajaran belum tentu mahir dalam membuat media dan mendesain pembejaran dalam bentuk digital. Demikian juga sebaliknya, guru yang mumpuni dalam membuat media pembelajaran terkadang kurang mahir dalam merancang pembelajaran. Maka, kedua guru tersebut perlu membarter informasi sehigga diperoleh pengetahuan informasi yang serasi dalam pembelajaran antar teman sejawat. Apabila hal tersebut sudah dilaksanakan secara maksimal, langkah selanjutnya ialah simposium pengetahuan informasi berbasis sekolah lintas sekolah dalam satu kecamatan. Hal ini dilakukan sampai sekolah-sekolah pada jenjang yang sama memiliki kesamaan pengetahuan dan informasi di bidang pembelajaran.

Apabila di sekolah pada tingkat kecamatan tersebut telah memiliki pengatahuan yang serasi pada bidang pembelajaran, maka selanjutnya melakukan simposium tingkat kabupaten dengan harapan menemukan masalah-masalah mutakhir sekaligus masalah-masalah pembelajaran di daerahnya. Dengan cara seperti ini, maka berbagai hal yang menjadi kendala pendidikan di daerah tersebut akan teratasi dengan dengan baik. Demikian juga dengan dengan hasil yang akan diperoleh dari simposium tersebut akan tepat guna diimplementasikan di lapangan.  

Saat ini, pola pertemuan yang sering kita gunakan dalam berbagai seminar, workshop ialah memperkenalkan isu-isu nasional yang terkadang tidak relevan dengan kondisi lembaga pendidikan yang ada di daerah. Oleh karena itu, hasil yang didapatkan dari petemuan tersebut terkadang tidak maksimal. Guru penggerakan bukan sekedar guru yang dapat memotivasi dan momobilisasi guru yang lain tetapi guru yang peka untuk mengangkat masalah-masalah pendidikan di lingkungannya untuk dicarikan solusi secepat-cepatnya.

*)Oleh: Moh. Badrih, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNISMA, Pengurus Lembaga Maarif Kabupaten Malang, Pengurus Ponpes Tahfidz Al-Madani Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES