Kopi TIMES

Kita Menyelamatkan atau Menghancurkan 10 Destinasi Wisata Baru

Kamis, 09 Juli 2020 - 04:23 | 72.99k
Dr. Nofi Yendri Sudiar dosen Fisika Universitas Negeri Padang.
Dr. Nofi Yendri Sudiar dosen Fisika Universitas Negeri Padang.

TIMESINDONESIA, BOGOR – Pemerintah saat ini tengah menggenjot sektor pariwisata sebagai salah satu sumber devisa. Data yang dikeluarkan oleh Kemenpar (2018), perolehan devisa negara dari sektor pariwisata sejak tahun 2016 berada di posisi kedua mengalahkan pemasukan dari migas dan di bawah pemasukan minyak kelapa sawit.

Bukan tidak mungkin tahun 2021 sektor pariwisata menjadi sumber devisa peringkat pertama. Sebagai langkah nyata untuk mewujudkan itu semua pemerintah menyiapkan 10 destinasi wisata yang utama di tanah air.

10 destinasi wisata baru tersebut adalah Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Bangka, Kepulauan Seribu di Jakarta, Tanjung Lesung di Banten, Borobudur di Jawa Tengah, Bromo-Tengger-Semeru di Jawa Timur, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Morotai di Maluku Utara, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur dan Mandalika di Nusa Tenggara Barat. Dari 10 destinasi tersebut empat diantaranya menjadi destinasi super priorotas yakni Danau Toba, Borobudur, Labuan Bajo dan Mandalika.

Pemerintah menargetkan pada tahun 2024 wisatawan mancanegara mencapai 25 juta kunjungan dan wisatawan lokal mencapai 300 juta perjalanan. Target yang ingin dicapai tersebut jika dibandingkan pada tahun 2015, maka kunjungan wisawatan mancanegara meningkat sebesar 140% dan perjalanan wisatawan lokal meningkat sebesar 17 persen. Kebutuhan dana untuk investasi pariwisata diperkirakan sekitar Rp 205 Triliun dan pembiayaan pariwisata sekitar Rp 295 Triliun sehingga total sekitar Rp. 500 Triliun. Penerimaan devisa yang ditarget pada tahun 2024 adalah sekitar Rp 323 Triliun (sumber: Kemenpar, BPS).

Destinasi wisata baru yang diharapkan menjadi primadona selain Bali sangat menarik untuk dilihat dari sisi geografisnya. Dari 10 destinasi wisata tersebut, 7 diantaranya merupakan kawasan pantai dan kepulauan. Keunggulan yang ditawarkan kawasan pantai dan kepulauan ini adalah keindahan laut, terumbu karang, pasir putih sepanjang pantai, ekositem laut yang beraneka ragam dan lain sebagainya. Selain itu tentu saja ada wisata kuliner yang menawarkan aneka olahan makanan laut. Di atas kertas, inilah keunggulan yang ingin dimaksimalkan oleh pemerintah.

Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim menjadi isu yang sangat menarik terutama dikaitkan dengan sektor pariwisata. Parameter iklim merupakan faktor penting dalam mendorong kemajuan industri pariwisata terutama wisata alam. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika tahun 2020 kenaikan suhu di Indonesia mencapai 1 derajat celcius, bahkan ada tren peningkatan suhu dari saat ini sampai tahun 2030 sebesar 0,5 derajat celcius. Itu berarti Indonesia di tahun 2030 terjadi peningkatan suhu 1,5 derajat celcius. Padahal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah memperingakan bahwa kenaikan suhu jangan sampai melebihi 1,5 derajat celcius.

Dampak terhadap peningkatan suhu sebesar 1,5 derajat celcius tersebut antata lain terjadinya kenaikan permukaan air laut. Peningkatan suhu akan mengakibatkan laut mudah menguap dan air laut akan menjadi semakin asam sehingga berakibat banyaknya terumbu karang yang hancur. Selanjutnya air laut akan menjadi hangat yang berdampak hilangnya ekosistem laut. 70 persen wisata baru yang diharapkan akan menjadi penunjang devisa utama negara kita secara otomatis menjadi sangat terancam. Jika tidak ada kominmen yang kuat dari pemerintah untuk menekan laju kenaikan suhu ini, bukan tidak mungkin pemerintah menggali kuburan sendiri terhadap wisata unggulan tersebut.   

Indonesia merupakan negara dengan populasi keempat terpadat di dunia dan masuk ke dalam sepuluh besar penghasil emisi karbon di dunia. Emisi karbon terbesar di Indonesia berasal dari deforestasi dan kebakaran hutan. Negara kita telah menetapkan target iklim nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen hingga 41 persen di tahun 2030. Meningkatnya gas rumah kaca merupakan faktor pendorong kenaikan suhu begitu juga sebaliknya. Sayangnya agenda perubahan iklim yang telah dicanangkan tersebut tidak menjadi agenda prioritas nasional.

Mengharapkan sektor pariwisata menjadi tulang punggung devisa tanpa memprioritaskan aspek perubahan iklim itu sama saja dengan menghancurkan 10 destinasi wisata unggulan. Sektor pariwisata memiliki anggaran yang besar sementara anggaran perubahan iklim minim, ini sama saja kita menggarami laut. Belum terlambat rasanya jika kita ingin menyelamatkan wisata unggulan tersebut yakni sektor perubahan iklim juga harus menjadi prioritas utama.

***

*)Oleh: Dr. Nofi Yendri Sudiar dosen Fisika Universitas Negeri Padang. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES