Kopi TIMES

Melihat Kegelisahan Negara yang Berlanjut

Kamis, 09 Juli 2020 - 00:21 | 60.16k
Nafahatir Ridwani Amin Dhana, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.
Nafahatir Ridwani Amin Dhana, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Sudah sejak lama saya memperhatikan jeritan rakyat di akar rumput terkait "mahalnya" biaya rapid test jauh sebelum muncul di media-media nasional dan menjadi sorotan. Mahalnya biaya untuk pelayanan kesehatan itu harus ditanggung oleh rakyat dan hal tersebut menimbulkan persoalan yang nyata di tengah kondisi kedaruratan nasional.

Menyangkut terjaminnya akses kesehatan yang terjangkau oleh negara kepada masyarakat, saya semakin yakin bahwa potret birokrasi yang dipertontonkan oleh rezim tidak konsisten dan tidak memperlihatkan upaya reformasi birokrasi yang di inginkan dan di cita-citakan bersama. Misal saja seperti jaminan atas Kesehatan yang telah disebutkan oleh UUD 1945. Negara seakan-akan hilang, mengabaikan hak asasi setiap warga negara.

Banyak masyarakat juga yang kehilangan pekerjaan karena bencana nasional, hal itu berdampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat. Padahal negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan kepada setiap warga negara, kenyataan ini di hadapkan pula kepada akses kesehatan yang semakin tidak terjangkau di tengah serangan virus seperti sekarang ini. Saya juga yakin, siapapun yang membaca tulisan ini juga pernah merasakan rendahnya responsivitas birokrasi. lambannya kinerja aparatur di tambah buruknya pelayanan menambah kejengkelan kita sebagai masyarakat.

Amarah tersebut semakin parah ditambah dengan kenyataan bahwa pemerintah pusat maupun daerah saling berseteru dan tumpang tindih dalam keadaan kedaruratan bencana nasional. Pemerintah yang tidak tegas, cenderung hanya mengimbau tanpa memberikan pressing yang kuat kepada masyarakat menimbulkan amarah dan tensi tinggi di lingkungan masyarakat. Belum lagi aneka produk kebijakan di tengah pandemi yang di anggap tidak tepat oleh sebagian masyarakat yang turut merasakan dampak mengerikan ini dan merasa bahwa pemerintah pusat atau daerah tidak adaptif, mereka cenderung sibuk berseteru dengan diri mereka sendiri dan lupa kepada "tuannya"

Kita bisa melihat hal itu dalam video kemarahan presiden, bagi saya tidak etis bagi bangsa Indonesia memarahi orang lalu disebarluaskan kepada masyarakat umum padahal nilai budi pekerti yang kita pelajari sejak kecil tidak pernah di ajarkan memperlakukan orang seperti itu, saya tidak tau lagi apabila itu terjadi disebabkan karena pergeseran nilai dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat secara luas.

Seharusnya, dengan keadaan seperti ini presiden atau pemerintah  memperlihatkan "kehadiran" mereka di tengah rakyat dengan pendekatan-pendekatan yang jauh lebih inovatif serta revolusioner kalau kita tau bahwa kejadian ini merupakan kejadian extraordinary seperti ucapan bapak presiden. Namun kita bisa merasakan dengan melihat kenyataan di lapangan pemerintah tidak berdaya menghadapi hantaman wabah yang begitu hebat. Perangkat negara sibuk bertikai, saling menyalahkan satu sama lain, ironi sekali memang.

Apa yang dipertontokan oleh Negara menunjukkan kegelisahan yang berkelanjutan, tidak adanya arah yang jelas, tumpang tindih,  saling berseteru dan menyalahkan satu sama lain dengan mengorbankan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Untuk itu, Negara membutuhkan sinergitas, memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan negara terhadap setiap warga dengan menjamin tercapainya hak asasi manusia di berbagai sektor kehidupan. 

***

*)Oleh: Nafahatir Ridwani Amin Dhana, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES